Antara Awal Dan Akhir
Saat itu ketika Zhang Wuji menulis surat pengunduran dirinya sebagai ketua Ming Jiao, berbagai pergolakan politik terjadi di istana maupun di kubu para pemberontak sendiri. Gerakan Ming Jiao di bawah pimpinan Zhang Wuji menarik perhatian begitu banyak pihak, dan berbondong-bondong orang mulai bergabung dengan gerakan ini. Ming Jiao berkembang sangat pesat, dan bukan semuanya diketahui dengan jelas oleh Zhang Wuji sendiri.
Orang-orang yang baru bergabung itu punya tujuan mereka masing-masing, dan semuanya berkaitan dengan perkembangan politik. Anggota baru seperti Chen Youliang yang sebelumnya sudah punya basis sendiri jumlahnya tidak sedikit, mengelola hal seperti ini adalah di luar dugaan para pemimpin Ming Jiao sendiri, seperti Yang Xiao, Fan Yao, atau Wei Yixiao.
Seharusnya mereka lebih awal membaca gejala ini, yaitu pada saat pertemuan besar Ming Jiao di Lembah Kupu-kupu, yaitu kiprah awal Zhang Wuji sebagai ketua. Saat itu Xu Da, Tang He dan Zhu Yuanzhang sebenarnya sudah punya basis mereka sendiri. Kelompok mereka dikenal sebagai pasukan Wu. Tetapi dengan menggabungkan diri ke dalam Ming Jiao, berbagai keuntungan bisa diraih sekaligus. Kelompok mereka akan bekerja sama dengan lebih banyak orang dengan tujuan yang sama, yaitu menggulingkan Dinasti Yuan. Di samping itu secara diam-diam Zhu Yuanzhang mengumpulkan pengikutnya sendiri dari dalam kubu Ming Jiao, yang secara bertahap akan dikelolanya secara mandiri.
Di luar dugaan semua orang, pada saat itu sebenarnya Chen Youliang juga melakukan hal yang sama, tetapi di dalam kubu Kai Pang. Ia memperoleh keuntungan tersendiri karena gurunya, Cheng Kun, adalah seorang biksu Shaolin, yang berarti juga akan menambah jumlah pengikut dari dalam kubu Shaolin.
Ketika melihat gejala bahwa ambisi Yuan Zhen sedang menuju titik nol dan sudah jelas akan terbongkar, Chen Youliang dengan segera menghilang bersama para pengikutnya. Ia juga menarik sebagian anggota Kai Pang yang adalah pengikut setianya untuk mendirikan basis sendiri di sekitar ibukota, tetapi gerakan mereka tetap gerilya.
Ketika Zhang Wuji mendengar bergabungnya Chen Youliang di bawah komando Xu Shouhui, ia segera melihat bahaya mengancam, dan mengirimkan Peng Yinyu untuk memperingatkan Xu Shouhui, tetapi ini sebenarnya sudah sangat terlambat.
Memikirkan semua ini Zhang Wuji yang sedang diliputi kekuatiran akan keadaan Ming Jiao yang hendak ditinggalkannya, tidak menyadari kehadiran Zhou Zhiruo di luar jendela tempatnya menginap. Ketika akhirnya Zhou Zhiruo muncul dan menyebutkan sebuah permintaan yang pernah dijanjikannya, ia merasa seolah-olah sedang mengalami mimpi buruk. Sekarang tampaknya tak seorang pun akan bisa dinikahinya.
Tapi di luar dugaannya, ternyata sikap Zhao Min sangat tenang, seolah-olah hal ini sama sekali tidak mengusiknya. Bahkan matanya bersinar ketika mengatakan, “Zhou Jiejie, tak perlu menunggu sampai saat itu, sekarang pun aku bisa menebak apa yang kau inginkan. Saat ini, dan di sini, Xiao Mei bisa bilang, kau menang kali ini. Dan Xiao Mei juga sekaligus ingin minta maaf karena waktu itu Xiao Mei merusak acara kalian, kalau tidak, pastilah saat ini kalian sudah berbahagia sebagai suami-istri…” ia melirik Zhang Wuji, yang tampak mulai gelisah.
Ucapan ini sama sekali di luar dugaan Zhou Zhiruo dan Zhang Wuji. Mereka tercengang, dan sampai beberapa saat tak ada yang mengatakan apa-apa. Zhao Min melanjutkan kalimatnya, “Tapi apapun juga yang terjadi nantinya, mengenai kita bertiga, kurasa harus menunggu, karena kulihat saat ini ada masalah lain yang jauh lebih mendesak untuk kita urus. Entah Jiejie tahu atau tidak, kami berdua baru lolos dari tangan Zhu Yuanzhang.”
Zhou Zhiruo terbelalak, ia bingung sejenak, lalu cepat-cepat bertanya, “Apa maksudmu ‘lolos dari tangan Zhu Yuanzhang’? Orang itu ingin mencelakai kalian?”
Zhang Wuji menghela nafas panjang, sejak tadi ia terus memikirkan masalah ini, dan sekarang kalimat Zhao Min mulai mengusik pikirannya. “Kalau aku meninggalkan Ming Jiao sekarang, jangan-jangan kekacauan besar terjadi di semua lini, dan itu belum tentu bisa ditangani oleh Paman Yang dan Fan Yaoshi,” pikirnya.
Ia lalu menceritakan apa yang terjadi kepada Zhou Zhiruo, dan ia juga membeberkan rencananya untuk mengundurkan diri dari Ming Jiao, yang sampai saat itu masih belum diketahui Zhao Min. Ia melihat kedua gadis itu menatapnya lekat-lekat dengan pandangan heran, sampai akhirnya Zhou Zhiruo yang bertanya mewakili keduanya, “Wuji Gege, kau yakin tindakanmu ini benar? Ini sama sekali bukan seperti Zhang Wuji yang kukenal!”
Zhang Wuji tertawa. “Zhang Wuji yang kau kenal itu seperti apa?” katanya, balas bertanya. “Kau kira aku ingin memperebutkan tahta dengan orang semacam Zhu Yuanzhang?”
“Bukan soal tahta,” kata Zhao Min. “Tapi kalau kau mengundurkan diri, Zhu Yuanzhang akan merasa bahwa tindakannya benar, dan nantinya, kalaupun kita harus membiarkan dia menjadi kaisar, kejadian seperti ini masih akan terus berlangsung.”
Zhou Zhiruo menimpali, “Dan aku sudah pasti tidak mengharapkan orang semacam ini menjadi kaisar.”
“Lalu menurut kalian apa yang harus kulakukan, aku sudah pasti tidak akan merusak kesatuan sekte atau melakukan sesuatu yang bisa merusak moral militer kita.” sahut Zhang Wuji.
Zhou Zhiruo mengerutkan keningnya sampai sepasang alisnya seolah-olah bersatu. “Tadi kau bilang ada Xu Da dan Chang Yuchun?”
Sekali lagi Zhang Wuji menghela nafas panjang penuh kesedihan. “Betul,” katanya. “Inilah yang membuatku sedih.”
Zhou Zhiruo menggelengkan kepalanya dengan penuh keyakinan. “Ini tidak mungkin!”
“Apanya yang tidak mungkin?” balas Zhang Wuji. “Aku mendengarnya dengan telingaku sendiri, itu sudah jelas suara mereka berdua.”
Zhou Zhiruo diam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya lagi. “Xu Da atau Tang He dan yang lain aku tidak kenal. Tapi aku kenal betul siapa Chang Yuchun, dia teman baik ayahku. Aku mengenalnya sejak aku masih kecil sekali, dan kau sendiri juga tahu saat itu dia yang menyelamatkan kita berdua, lalu mengantarmu ke Lembah Kupu-kupu untuk menemui Hu Qingniu.”
“Justru itulah yang membuatku sedih,” kata Zhang Wuji lirih.
Zhao Min berjalan ke arah jendela dan memandang ke luar. “Kejadian di dunia ini seringkali bukan seperti apa yang kita lihat…” gumamnya sambil melamun. Sebenarnya saat itu ia teringat akan tewasnya Mo Shenggu di tangan Song Qingshu dan Chen Youliang, atau tepatnya karena rancangan licik Chen Youliang. Dan juga tentang kejadian di Pulau Ular yang menyebabkan kesalahpahaman Zhang Wuji sampai berkepanjangan.
Tapi saat ini hubungan Zhao Min dengan Zhou Zhiruo dalam keadaan baik, ia tidak ingin merusaknya dengan menyebutkan peristiwa lama yang menyakitkan hati, dan ia sendiri juga tidak lagi menyimpan dendam kepada Zhou Zhiruo. Ia berpaling kepada Zhang Wuji dan berkata, “Menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi kan belum tentu harus merusak hubungan dengan siapapun juga, dan belum tentu akan merusak persatuan Ming Jiao,” katanya. “Wuji Gege, baik aku maupun Zhou Jiejie bukan anggota Ming Jiao. Kau mungkin tidak ingin menyelidikinya, tapi aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan aku juga berhak menyelidikinya, kan? Bukankah aku juga ikut mengalami peristiwa yang sama?”
Zhang Wuji agak curiga. “Kau… apa yang ingin kau lakukan?” tanyanya.
“Kau tidak perlu curiga,” kata Zhao Min sambil tertawa. “Coba kau pikir baik-baik. Saat itu mereka berdua — Chang Yuchun dan Xu Da — sebetulnya tidak hadir dalam perjamuan, betul tidak? Dan juga, kau hanya mendengar suara mereka, tapi kau tidak melihat orangnya, betul tidak?”
“Ah!” seru Zhang Wuji. “Itu memang benar. Tapi aku kenal betul suara mereka, ini tidak mungkin keliru.”
“Nah,” sela Zhao Min. “Itu mungkin saja memang suara mereka, tapi coba kau pikir lagi baik-baik. Mengapa Zhu Yuanzhang memilih untuk bicara dengan mereka di ruang sebelah — tepat di sebelah ruangan tempat kita ditawan? Padahal ruangan lain pasti banyak. Dan lagi, mengapa dia tidak ingin mempertemukan mereka dengan kita? Atau katakanlah, mereka memang memutuskan untuk menghabisi kita, mengapa tidak langsung saja menemui kita setelah keluar dari ruangan itu?”
Zhang Wuji tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tapi uraian itu tiba-tiba mengusik pikirannya. Mendadak kemungkinan-kemungkinan baru bermunculan di benaknya.
Zhou Zhiruo menyela, “Dan masih ada seorang lagi yang kalian lupakan.”
“Siapa?” tanya Zhang Wuji.
“Han Lin’er,” jawab Zhou Zhiruo.
“Ah,” kata Zhang Wuji sambil lalu. “Salah satu penggemarmu.” Ia tertawa ringan.
“Ucapanmu itu, apa artinya?” sahut Zhou Zhiruo, agak marah. Ia tahu dari banyak peristiwa pada saat mereka tiba di Haozhou, Han Lin’er menganggapnya seperti seorang dewi yang turun dari kahyangan atau sesuatu semacam itu. Saat ia memergoki pertemuan Zhao Min dengan Zhang Wuji, ia lalu mencoba bunuh diri dan Han Lin’er yang menyelamatkannya.
“Bukan apa-apa, aku hanya tahu penggemarmu sangat banyak,” jawab Zhang Wuji seenaknya. “Selain Song Shige yang rela menceburkan diri ke laut kalau kau suruh, masih ada Han Dage yang juga akan melakukan hal yang sama.” Ia tertawa.
Zhao Min juga ikut tertawa geli. Tapi kemudian ia meraih tangan Zhou Zhiruo dan berkata, “Zhou Jiejie, omongan Xiao Yinzei1 ini tidak usah kau anggap serius. Dia hanya cemburu.”
“Soal Han Dage ini juga membuatku heran,” kata Zhang Wuji dengan muka serius. “Tapi sekarang aku sangat yakin bahwa tuduhan tentang dia bersekongkol dengan musuh itu hanya karangan Zhu Yuanzhang.”
“Betul,” jawab Zhou Zhiruo dan Zhao Min hampir bersamaan. “Entah bagaimana keadaannya sekarang,” lanjut Zhao Min.
Saat itu sebuah pikiran melintas samar-samar di benak Zhang Wuji, tetapi ia tidak bisa mengingat apa itu. Sesaat kemudian semuanya tiba-tiba hilang lagi. Hal ini membuatnya merasa sangat terganggu. “Rasanya kita harus cari tahu mengenai hal ini secepatnya, firasatku mengatakan Han Lin’er sedang terancam bahaya.”
“Kalau begitu kau tetap harus mengunjungi kemah Ming Jiao,” kata Zhao Min. “Mereka masih di Haozhou, kan?”
“Aku yakin masih,” jawab Zhang Wuji. “Saat ini banyak sekali masalah yang harus mereka tangani. Dan aku toh harus mengantarkan sendiri surat ini kepada Yang Zuoshi.”
“Wuji Gege,” kata Zhou Zhiruo. “Menurutku sebaiknya surat itu kau tunda dulu. Terlalu banyak hal aneh dalam peristiwa ini, dan semuanya itu berkaitan dengan Zhu Yuanzhang.”
Zhao Min sudah lama menyimpan rasa tidak suka kepada Zhu Yuanzhang, tetapi ia tidak pernah mengungkapkannya. Sekarang ia merasa punya seorang sekutu. “Zhou Jiejie benar,” katanya. “Kurasa kali ini sebaiknya kau pergi sendirian untuk menemui mereka, aku dan Zhou Jiejie orang luar. Kami akan menunggumu di sini.”
“Tidak,” kata Zhang Wuji. “Kali ini aku yang meminta supaya kalian berdua ikut. Ini masalah sangat penting. Aku justru ingin tahu bagaimana seandainya Chang Yichun bertemu dengan Zhiruo. Tentang surat ini, kita lihat nanti.”
Mereka segera berangkat kembali ke perkemahan Ming Jiao di Haozhou. Kali ini tentu saja mereka tidak ingin kehadiran mereka diketahui orang lain. Zhang Wuji mengajak kedua gadis itu langsung menuju ke ruangan khusus bagi para pejabat tinggi Ming Jiao. Mereka segera disambut oleh Yang Xiao dan Fan Yao.
“Jiaozhu,” sapa keduanya sambil membungkuk hormat.
Mata mereka berdua tak lepas dari kedua gadis yang ikut bersama dengan Zhang Wuji. Kali ini mereka bisa memastikan bahwa kedua wanita itu sungguh-sungguh dalam keadaan damai dan bersahabat. Jauh sekali dibandingkan ketika keduanya berseteru memperebutkan cinta Zhang Wuji. Yang Xiao dan Fan Yao bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang terjadi, tapi mereka tentu saja tidak berani menanyakannya secara langsung.
Tak terasa beberapa bulan telah berlalu sejak pertemuan terakhir mereka yang mengungkapkan tentang bergabungnya Chen Youliang ke kubu Xu Shouhui. Yang Xiao segera menceritakan bahwa pada saat ini posisi Chen Youliang di kubu Xu Shouhui adalah sangat kuat, dan sama sekali tidak dketemukan kesalahan sekecil apapun yang bisa dijadikan alasan untuk menyingkirkannya.
“Ini tidak mengherankan,” kata Zhang Wuji. “Sampai saat ini dia masih harus berhati-hati dengan langkahnya, karena itu kita juga tidak perlu bersikap terlalu mendesak kepada Xu Xiong, akibatnya hanya akan membuat kita terlihat seperti iri melihat prestasi Chen Youliang.”
Yang Xiao dan Fan Yao merasa agak kurang nyaman dengan kehadiran Zhao Min dan Zhou Zhiruo sementara mereka sedang membicarakan masalah internal partai. Tetapi Zhang Wuji yang sudah mengantisipasi hal ini segera berkata, “Kalian tidak usah menutupi apapun di hadapan Nona Zhao dan Nona Zhou, mereka berdua ada di pihak kita. Aku yang bertanggungjawab. Selain itu masih ada masalah lain yang sangat penting, ini salah satu sebab aku mengajak mereka ke sini.”
Kedua pemimpin Ming Jiao itu saling berpandangan dengan penuh rasa ingin tahu. “Apa kali ini Jaiozhu ingin menikahi keduanya sekaligus?” pikir mereka. Sebelum ini, di sepanjang pertemuan para pendekar, Zhao Min memang sudah resmi bergabung dengan kelompok mereka, karena ia telah meninggalkan keluarganya untuk mengikuti Zhang Wuji. Tetapi tidak ada pengumuman apa-apa mengenai Zhou Zhiruo, karena itu mereka masih agak ragu. Sejauh ini semua pihak masih berharap bahwa suatu saat nanti ketua mereka akan berbaikan dengan kubu Emei dan bahkan melanjutkan ikatan tersebut menjadi perkawinan yang sah, hal ini secara tidak langsung akan mendukung perjuangan Ming Jiao dari sisi lain, karena Emei masih tetap dipandang sebagai salah satu perguruan besar di dunia persilatan.
“Sebelum bicara terlalu jauh,” lanjut Zhang Wuji lagi. “aku harus memastikan bahwa apapun juga yang kita bicarakan di sini tidak boleh bocor keluar. Ini penting bagi keutuhan sekte kita. Kalian bisa berjanji?”
Sikap Yang Xiao dan Fan Yao berubah menjadi serius. Jiaozhu sebelumnya tidak pernah menutupi masalah apapun dari anggota lainnya sebelum ini. Tapi mereka segera menjawab serempak, “Jiaozhu bisa mempercayai kami.”
Zhang Wuji melanjutkan, “Beberapa jam yang lalu, Nona Zhao dan aku telah dibius dan sempat disekap dalam ruangan tertutup oleh para anggota Ming Jiao.”
Kedua pemimpin itu sangat terkejut. Mereka berdiri dan menggebrak meja. “Siapa yang begitu berani melakukan hal semacam ini kepada Jiaozhu?” kata Fan Yao dengan emosi.
Zhang Wuji mengangkat tangannya sebagai isyarat supaya Fan Yao menenangkan diri. “Seperti yang kukatakan tadi, kuharap kalian menjaga sikap baik-baik supaya urusan ini tidak bocor keluar. Masalah ini masih belum terungkap secara tuntas.”
Yang Xiao buka suara, “Jiaozhu tahu pasti siapa yang melakukannya?”
Zhang Wuji mengangguk. “Tapi aku masih belum terlalu pasti mengenai beberapa hal lain. Karena itu sebaiknya masalah ini tidak diketahui orang lain lagi.” Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan surat pengunduran diri yang ditulisnya. “Sebaiknya kalian baca ini.”
Keduanya menerima surat itu dengan sikap hormat, lalu membacanya bersama-sama.
Air muka Yang Xiao berubah, dan kedua orang itu segera berlutut penuh hormat. “Jiaozhu, saat ini justru tidak boleh melakukan ini… kita sedang berada di saat paling menentukan, dan kehadiran Jiaozhu sangat diperlukan oleh banyak orang,” kata Yang Xiao. “Zaixia tidak mungkin bisa menggantikan posisi Jiaozhu. Semua orang di Wulin menaruh harapan dan kepercayaan mereka kepada Jiaozhu seorang…”
“Perjuangan kita bukan hanya untuk Wulin, yang jauh lebih penting justru adalah rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa, tidak mengerti ilmu silat, dan yang saat ini terombang-ambing,” kata Zhang Wuji. “Kalau aku masih terus di Ming Jiao, maka perebutan kekuasaan pasti akan terjadi, dan hal itu akan menghancurkan seluruh jerih-payah kita selama ini. Kita harus sadar, kalau bicara tentang perang dan politik, maka yang punya peran lebih besar adalah militer, dan bukan kita…”
Begitu mendengar kata ‘militer’, Yang Xiao segera menyimpulkan dengan tepat, siapa sebenarnya yang merancang peristiwa itu. Sebelum ini ia memang mendukung tindakan Zhu Yuanzhang, termasuk yang kelihatannya paling licik dan sadis sekalipun, karena baginya untuk meraih tujuan besar, bukan tidak mungkin orang akan terpaksa melakukan berbagai akal-akalan yang licik dan kejam, termasuk mengorbankan orang lain. Tetapi itu semua ada batasnya, dan kalau sudah bicara tentang ketua mereka, hal ini menjadi tidak bisa lagi ditolerir.
Yang Xiao berpikir keras selama beberapa saat sebelum berkata, “Orang ini, hm… Zaixia tahu siapa dia. Dia memang pernah mengatakan sesuatu mengenai hubungan Jiaozhu dengan Nona Zhao. Ini…” Ia ragu-ragu dan melirik Zhao Min.
Zhao Min menyadari betul bahwa posisinya sebagai seorang perempuan keturunan Mongolia sama sekali tidak menguntungkan kalau berada di tengah-tengah para anggota Ming Jiao. Ia sedikitpun tidak merasa terganggu dengan sikap Yang Xiao. Saat itu ia hanya tersenyum dan berkata, “Yang Zuoshi tidak usah ragu-ragu kalau ingin mengatakan sesuatu yang kedengarannya tidak enak tentang aku.” Ia menoleh kepada Zhang Wuji. “Wuji Gege, kalau boleh aku ingin mengatakan sesuatu untuk memperjelas persoalan, supaya jangan ada lagi kesalahpahaman setelah ini.”
Zhang Wuji mengangguk. Zhao Min melanjutkan kalimatnya, “Aku tahu ada orang yang selalu ingin menggunakan kehadiranku di Ming Jiao untuk mencari masalah dengan Zhang Jiaozhu. Tapi orang ini punya taktik yang jauh lebih pintar dari semua orang yang hadir di sini. Kita tidak bisa menebak bagaimana cara dia melakukannya, dan sampai detik inipun aku sendiri juga tidak tahu pasti mengenai hal ini. Supaya jelas, kurasa sebaiknya kalian mendengar secara lengkap mengenai apa yang terjadi pada saat itu. Wuji Gege, bisakah kau ceritakan lebih lengkap?”
Zhang Wuji lalu menceritakan mengenai kedatangan mereka di kubu Zhu Yuanzhang dan bagaimana cara mereka dibius, dan juga apa yang didengarnya mengenai percakapan antara Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Chang Yuchun.
Yang Xiao dan Fan Yao terperanjat, dan sampai lama sekali mereka tidak bisa mengatakan apa-apa.
Akhirnya Fan Yao memecahkan keheningan, “Bukankah saat itu Xu Da menerima Kitab Warisan Jendral Yue Fei dari tangan Jiaozhu sendiri? Mengapa dia tega melakukan ini?”
“Ah, Fan Yaoshi, soal itu tidak perlu disebut, bukankah sampai saat ini dia juga belum sempat melakukan apapun? Aku tidak mati, kenyataannya mereka tidak berbuat apa-apa,” kata Zhang Wuji.
“Betul,” sela Zhou Zhiruo. “Kalian memang tidak mati, tapi kalian sempat dibius dan dikurung dalam ruangan tertutup. Kurasa itu bukti yang cukup kuat tentang kejahatan mereka.”
“Lalu?” sahut Zhang Wuji. “Apa yang akan kita lakukan dengan bukti itu? Menghukum mereka? Itu akan menjatuhkan moral pasukan dan menghambat perjuangan kita. Hal ini pasti tidak akan kulakukan.”
“Ah, Jiaozhu,” sela Fan Yao. “Inilah justru yang sudah diketahui oleh Zhu Yuanzhang. Dia tahu jelas Jiaozhu tidak akan menghukumnya karena itu akan merusak keutuhan pasukan. Tapi ada pelanggaran tertentu yang tidak boleh kita biarkan begitu saja, termasuk kalau hukuman yang kita jatuhkan bisa merusak keutuhan pasukan.”
“Tepat sekali,” kata Zhao Min. Ia tersenyum sambil menatap Fan Yao. “Kelihatannya pikiran Shifu masih sama seperti dulu. Tapi sayangnya sekarang kau tidak bisa lagi seenaknya membela muridmu yang tidak berbakti ini.”
Begitu Zhao Min menyebutnya ‘Shifu’, perasaan hangat mengalir di dada Fan Yao. Ia teringat akan hubungan guru dan murid ketika ia masih menyusup di istana Chaghan Temur. Sebetulnya sampai saat itu Fan Yao tidak pernah melupakan murid bengalnya ini. Dalam banyak hal ia bahkan merasa bersalah karena sampai sepuluh tahun ia tinggal di istana Chaghan dan membohongi semua orang.
“Tapi ada sesuatu yang membingungkan aku tentang masalah ini,” lanjut Zhao Min. “Setidaknya ada dua hal penting.”
“Dalam hal ini pikiran kita sama,” sela Zhou Zhiruo. “Dua hal.”
“Wah, kau dengan penggemarmu itu…” kata Zhang Wuji sambil tersenyum.
“Nah, kau mulai lagi,” sahut Zhou Zhiruo, mukanya memerah.
Yang Xiao dan Fan Yao sama sekali tidak memahami apa yang dimaksud dengan dua hal itu. Tapi sekarang anak-anak muda yang hebat ini kelihatannya seperti sedang bercanda.
Yang Xiao berdehem untuk menarik perhatian dan meluruskan kembali topik yang menyimpang. “Mungkin Jiaozhu bisa menjelaskan lebih jauh mengenai ini, karena Zaixia tidak mengerti…”
“Yang pertama adalah tentang Chang Yuchun,” kata Zhou Zhiruo. “Bagiku adalah sangat tidak masuk akal kalau dia akan mengkhianati Zhang Jiaozhu, apalagi membunuhnya, selain juga dia tidak punya kemampuan untuk melakukannya.”
“Soal ini Zaixia juga sependapat,” jawab Yang Xiao. “Sejak tadi Zaixia juga memikirkan hal ini, bukankah dia yang mengantarkan Jiaozhu ke tempat Hu Qingniu untuk berobat? Dan setelah Jiaozhu menjadi ketua Ming Jiao, hubungan Jiaozhu dengan dia juga sangat baik.”
“Kalau begitu langsung saja kita panggil dia untuk menghadap…” sela Fan Yao.
“Aha! Kalian sudah melupakan apa yang kukatakan tadi,” kata Zhang Wuji.
Fan Yao terpaku sejenak, lalu berkata, “Jiaozhu, untuk membongkar masalah ini, setidaknya kita harus bicara dengan salah seorang dari mereka. Tidak ada pilihan lain.”
Saat itu Zhao Min menyela, “Belum tentu harus begitu. Kalian lupa masih ada orang kedua.”
Mereka baru ingat tentang ‘dua hal’ yang disebutkan tadi. Sekarang rasa penasaran Yang Xiao dan Fan Yao sudah terusik sedemikian rupa, sehingga mereka hanya ingin mendengar dan melupakan gagasan sendiri.
Zhang Wuji langsung menuju ke topik utama yang menjadi sumber kekuatirannya. “Entahkah kalian sudah mendengar bagaimana kabar mengenai Han Dage belakangan ini? Bukankah terakhir kita dengar ia diutus Zhu Yuanzhang untuk pergi bersama dengan Xu Da dan Zhang Yuchun?”
“Nah, mengenai itu…” kata Yang Xiao. Kalimatnya tidak selesai, saat itu pintu ruangan diketuk dari luar dan terdengar suara Yin Yewang minta ijin untuk masuk.
Yang Xiao melirik Zhang Wuji untuk minta pendapat. Kali ini Zhang Wuji memberi isyarat untuk membiarkan Yin Yewang masuk.
Ternyata Yin Yewang membawa kabar dari Panji Api2 tentang penemuan Zhou Dian. Rupanya Zhou Dian yang secara diam-diam mengamati kegiatan Zhu Yuanzhang menemukan beberapa kejadian aneh yang akhirnya membawanya kepada Liao Yongchong yang diperintahkan Zhu Yuanzhang untuk menenggelamkan Han Lin’er. Saat itu Zhou Dian sudah tidak sempat lagi menulis laporan kepada Zhang Wuji maupun Yang Xiao atau Fan Yao, ia secara diam-diam mengambil tindakan sendiri untuk menyelamatkan Han Lin’er, dengan dibantu oleh para anggota Panji Api. Han Lin’er dengan susah payah berhasil diselamatkan dari dalam sungai setelah terhanyut sampai beberapa li dari tempat eksekusi tersebut. Ia kemudian dilarikan ke sebuah rumah terpencil dan mendapat perawatan seperlunya sampai pulih. Zhou Dian yang mengawasi semua ini memperingatkan kepada semua anggota Panji Api untuk merahasiakan semuanya, sebelum akhirnya mereka punya peluang untuk mengirimkan laporan ini.
Zhang Wuji sangat terkejut membaca laporan itu. Karena sekarang jumlah orang yang tahu mengenai peristiwa ini menjadi sulit diperkirakan, maka ia memutuskan untuk membuka sedikit cerita yang berkaitan dengan Han Lin’er kepada Yin Yewang. Tetapi semua hal yang berkaitan dengan Zhu Yuanzhang masih tetap tidak disebutnya.
“Ini semuanya sangat aneh dan hampir mustahil,” kata Yin Yewang setelah mendengar uraian Zhang Wuji. “Dia mewarisi tahta Han Shandong, dan sekarang kita justru sedang menuju kemenangan besar, mengapa harus berkomplot dengan Yuan? Sama sekali tidak masuk akal!”
Ketika menyebutkan ‘Yuan’ ia melirik Zhao Min, tetapi sedikitpun tidak menyembunyikan rasa tidak senangnya, dan dengan sepenuh hati mengungkapkan kebenciannya kepada Dinasti Yuan di depan gadis Mongolia itu.
Zhao Min sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Seperti biasanya, mukanya tetap tampak seolah sedang tersenyum, meskipun ia bukan sedang tersenyum. Ia juga tidak mengomentari pendapat Yin Yewang.
“Karena itu kita masih tetap harus merahasiakan keberadaannya,” kata Zhang Wuji. “Aku ingin mengunjunginya secepatnya.”
Malam itu juga, hanya dengan ditemani oleh Yin Yewang, anggota Panji Api yang mengantar surat, Yang Xiao dan Fan Yao, mereka bertiga berangkat menuju ke rumah terpencil di mana Zhou Dian menyembunyikan Han Lin’er.
Saat itu Han Lin’er sudah sepenuhnya sadar, tetapi kondisinya masih lemah, dan ia berusaha bangkit dari tempat tidur untuk menyambut kedatangan mereka semua. Tetapi Zhang Wuji mengisyaratkan supaya ia tetap berbaring. Han Lin’er yang menggantikan posisi ayahnya sebagai seorang Raja dan juga jendral, saat itu sama sekali sudah kehilangan kekuasaannya. Tetapi yang membuatnya kuatir adalah keluarganya yang sampai saat itu masih belum diketahui kabarnya. Han Lin’er sudah memiliki seorang istri dan dua orang anak. Ketika ia ditangkap dengan tuduhan berkomplot dengan Dinasti Yuan, tak seorang pun mengatakan sesuatu mengenai keluarganya. Tak ada seorang pun bawahannya yang terlihat di situ. Kelihatannya semuanya sudah terpengaruh oleh berita yang disebarkan oleh Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Chang Yuchun.
Setelah mendengar keterangan Han Lin’er selengkapnya, kening Zhang Wuji semakin berkerut. Ia semakin tidak mengerti bagaimana orang semacam Chang Yuchun dan Xu Da bisa terlibat persekongkolan yang berujung seperti ini.
Saat itu Zhou Zhiruo berkata, “Kita harus berhati-hati memilah-milah persoalan ini. Aku tetap percaya bahwa Chang Yuchun tidak mungkin berniat jahat.”
Han Lin’er dengan hati-hati berkomentar, “Zhou Guniang, tadinya aku sendiri juga tidak percaya. Tetapi kenyataannya hal inilah yang terjadi.”
Zhao Min tiba-tiba berkomentar, “Xu Da dan Chang Yuchun sudah pasti ikut terlibat di dalam memutuskan tentang eksekusi Han Dage. Tapi kalau Zhou Jiejie mengatakan bahwa Chang Yuchun tidak berniat jahat, aku juga harus bilang kelihatannya memang begitu. Dia tidak berniat jahat.”
Yin Yewang menatapnya lekat-lekat dengan rasa tidak senang. “Kau tahu dari mana? Omonganmu kacau sekali!” Ia tidak bisa menyembunyikan rasa tidak senangnya kepada Zhao Min.
“Maafkan aku, tapi kalau untuk mengungkapkan masalah ini aku harus minta ijin kepada Zhang Jiaozhu untuk menceritakan selengkapnya mengenai apa yang terjadi…” kata Zhao Min sambil melirik Zhang Wuji. Ia tahu, demi melindungi keutuhan Ming Jiao, Zhang Wuji sengaja membatasi cerita mengenai Zhu Yuanzhang. Tetapi apa yang ingin diungkapkannya mau tidak mau akan menyinggung soal Zhu Yuanzhang.
Sampai di sini, Zhang Wuji sadar bahwa cerita itu sudah tidak lagi bisa disembunyikan, setidaknya bagi mereka yang hadir di situ. Tapi ia sekali lagi tetap minta kepada semua pihak untuk membatasi cerita kepada lebih banyak orang lagi. Setelah semuanya menyatakan setuju, barulah ia memberi isyarat supaya Zhao Min melanjutkan uraiannya.
“Setelah mendengar cerita Han Dage, baru semuanya menjadi jelas,” lanjut Zhao Min. “Ternyata baik Chang Yuchun maupun Xu Da sama sekali tidak ikut dalam pelaksanaan eksekusi itu, yang ada hanya Liao Yongchong. Ini artinya adalah setelah Zhu Yuanzhang bicara dengan mereka berdua di ruang sebelah tempat kami ditawan, mereka langsung pergi ke tempat lain. Tetapi soal keputusan itu sendiri memang mereka berdualah yang mengeluarkannya…” Kalimatnya tidak selesai, kali ini Yin Yewang memotongnya.
“Maksudmu siapa saja yang ditawan?”
“Yin Daxia mohon sabar dulu,” kata Zhao Min sambil tersenyum tenang. “Itu justru yang ingin kuceritakan. Saat itu kami berdua — aku dan Wuji Gege — disambut oleh pasukan Ming Jiao yang diutus oleh Zhu Yuanzhang di Haozhou. Mereka bahkan mengadakan perjamuan untuk menyambut kami. Tetapi kenyataannya kami ternyata dibius melalui minuman, dan akhirnya kami disekap di sebuah ruangan gelap. Saat itulah Wuji Gege mendengar pembicaraan antara mereka bertiga — Xu Da, Chang Yuchun dan Zhu Yuanzhang — yang oleh Wuji Gege ditafsirkan sebagai niat untuk membunuh kami…” Sampai di sini ia menghentikan kalimatnya di tengah jalan, menantikan reaksi dari semua orang.
Yin Yewang dengan agak sewot berkata, “Aku semakin tidak mengerti apa yang kau bicarakan, untuk apa anggota Ming Jiao mau membunuh kalian? Wuji…?” Ia menoleh kepada Zhang Wuji untuk minta penjelasan.
Saat itu Zhang Wuji baru teringat apa yang tiba-tiba muncul di benaknya dan kemudian segera menghilang. Ia sekarang menyadari apa yang sesungguhnya terjadi, dan ia bersiul kagum, meskipun agak jengkel. “Sungguh luar biasa rancangan ini…” katanya. “Jadi itu yang terjadi ya?”
“Betul,” kata Zhao Min. “Jadi pada dasarnya waktu Xu Da dan Chang Yuchun menyebutkan soal ‘bajingan cilik’, yang mereka maksud adalah — eh…” ia menoleh kepada Han Lin’er dengan pandangan minta maaf, lalu mengoreksi kalimatnya, “Maksudku, dalam pengertian mereka adalah, Han Dage.”
Han Lin’er yang belum sepenuhnya memahami apa maksud Zhao Min mengeluh tanpa daya, “Aku hanya bisa mengatakan, seperti sebelumnya, bahwa aku sama sekali tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan itu. Bahkan surat itu pun bukan aku yang menulisnya…”
“Hal ini sudah jelas,” tandas Zhao Min. “Kurasa kita semua yang hadir di sini juga tidak percaya bahwa Han Dage melakukan persekongkolan dengan pihak musuh.” Ia mengabaikan rasa tidak enak yang muncul di hatinya ketika membayangkan ‘pihak musuh’ yang dikatakannya tadi sebenarnya adalah pasukan Yuan, yang tadinya adalah pihaknya sendiri. “Tapi dalam hal ini Zhu Yuanzhang merencanakannya dengan sangat rapi, kurasa untuk mendapatkan surat itu ia harus membayar sangat mahal. Entah kita bisa mengungkapkan atau tidak siapa yang dibayarnya untuk membuat surat seperti itu.” Ia berdiri dan memejamkan mata sejenak untuk memusatkan pikirannya, lalu melanjutkan, “Jadi sebetulnya ketika kami muncul, baik Xu Da maupun Chang Yuchun sama sekali tidak diberitahu tentang kedatangan kami. Barangkali Zhu Yuanzhang malah mengutus mereka untuk mengurus soal lain, sementara ia sendiri hadir di perjamuan itu dan mencekoki kami dengan arak bercampur obat bius. Dia juga tahu, dengan hanya diikat seperti itu, mana bisa menahan Zhang Jiaozhu. Sedangkan untuk berbuat lebih jauh dengan mencelakai kami, ia tidak punya nyali sebesar itu. Terlalu banyak orang tahu mengenai kedatangan Zhang Jiaozhu di Haozhou, lalu menghilang tanpa jejak, pasti akan menimbulkan kecurigaan. Karena itu rencananya adalah menyingkirkan Han Dage dan meninggalkan Zhang Jiaozhu sebagai saksi tentang kejahatan yang dilakukannya, yaitu bersekongkol dengan pihak musuh. Untuk menjatuhkan hukuman kepada Han Dage pun, Zhu Yuanzhang tidak mau bertindak sendiri, dan malah memperalat Xu Da dan Chang Yuchun yang lugu. Pembicaraan tertutup tepat di sebelah ruangan tempat kami disekap, tanpa menyebutkan nama, itu akan membuat Zhang Jiaozhu menyimpulkan bahwa orang yang ingin disingkirkan adalah kami berdua. Sekali tepuk dua lalat disingkirkan. Dan Zhu Yuanzhang sendiri seakan-akan tidak terlibat apapun. Semuanya dilakukan oleh orang lain, dia sendiri tetap akan terlihat toleran dan baik hati. Di depan orang lain, dia bahkan menolak untuk mengeksekusi Han Dage. Bahkan Han Dage pun tidak tahu bahwa dialah yang merancang semua bukti dan saksi palsu untuk mendukung tuduhan yang diarahkan ke dirinya.” Ia tersenyum sambil berpaling kepada Zhang Wuji. “Sebenarnya rencananya nyaris tidak ada celanya. Zhang Jiaozhu adalah orang yang berhati lembut dan selalu menjunjung tinggi persaudaraan, karena itu Zhu Yuanzhang tahu Jiaozhu pasti tidak akan berbuat apa-apa kepada Xu Da dan Chang Yuchun, dua orang yang dipandangnya sebagai saudara kandung. Tetapi karena sakit hati oleh pengkhianatan mereka, maka kemungkinan besar Jiaozhu akan segera meninggalkan Ming Jiao, dan kemudian menghilang tanpa jejak.”
Ia berjalan ke arah Zhou Zhiruo sambil tersenyum. “Ini sudah hampir dilakukannya, seandainya tadi Zhou Guniang tidak muncul, dan mengusik keraguannya tentang Chang Yuchun.”
Saat itu baru jelas bagi Yin Yewang apa sebenarnya yang dimaksud Zhao Min. Ia tertegun selama beberapa menit. Ruangan itu tiba-tiba sunyi senyap karena semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing. Fan Yao yang sudah lama tahu kecerdasan muridnya, sekarang semakin menyadari kemampuan Zhao Min dalam urusan semacam ini. Tak seorang pun dari mereka mampu memikirkan pemecahan masalah seperti ini. Jadi meskipun saat ini perguruan mereka tampak sedang berkembang pesat, tetapi sebenarnya mereka semakin kehilangan kendali atas murid-murid Ming Jiao yang sejati, dan kehadiran orang-orang seperti Chen Youliang dan Zhu Yuanzhang membuat ajaran asli Ming Jiao menjadi ternoda oleh tujuan politik mereka.
Akhirnya Yang Xiao memecahkan keheningan. “Zhao Guniang,” katanya dengan hati-hati. “Uraianmu harus diakui sangat luar biasa. Tapi, apakah Nona punya bukti untuk mendukungnya?”
Zhao Min mengangkat kedua tangannya tanda tak berdaya. “Sayangnya tidak ada,” katanya terus terang. “Justru itulah yang luar biasa. Satu-satunya yang bisa dijadikan pegangan hanya kesaksian kami berdua — Zhang Jiaozhu dan aku — bahwa kami pernah dibius dan disekap, tetapi itu pun tidak berkaitan langsung dengan masalah Han Dage.”
Zhang Wuji menghela nafas panjang. “Akhirnya kita harus mengakui keunggulan Zhu Yuanzhang,” katanya. “Sebetulnya kalau dia hanya ingin merebut posisi ketua, aku pasti akan membiarkannya, tapi dengan tindakan ini aku justru jadi ragu.”
“Bukan hanya ragu,” kata Yin Yewang dengan geram. “Ini tidak boleh dibiarkan!”
“Kita sudah jelas tidak akan membiarkan Zhu Yuanzhang atau siapapun merusak Ming Jiao,” kata Yang Xiao. “Tapi saat ini sulit bagi kita untuk membedakan mana orang yang sungguh-sungguh murid setia Ming Jiao, dan mana yang adalah hasil didikan Zhu Yuanzhang. Ini boleh dikatakan persis sama seperti yang dilakukan Cheng Kun di Shaolin. Bedanya, kerusakan yang kita alami sejauh ini sebetulnya lebih berat, karena kita bergerak terbuka, tidak seperti Shaolin yang mengurung diri di biara. Anggota kita pada dasarnya bisa bergaul dengan siapa saja.”
“Saat ini yang terpenting adalah mengamankan Han Dage sekeluarga,” kata Zhang Wuji sambil menoleh kepada Zhou Dian. “Zhou Dage, kau bisa membantu untuk menuntaskan soal ini? Yang jelas mulai sekarang Han Dage sekeluarga tidak lagi bisa berdiam di tempat semula, dan kelihatannya sebagian pasukan kita sudah berhasil diambil alih oleh Zhu Yuanzhang, dan tidak ada jaminan bahwa dia tidak akan berusaha melakukan hal yang sama di kemudian hari. Jadi aku harus mengatakan untuk sementara Han Dage harus menghilang dari peredaran.”
“Sekarang ini Guangming Ding sudah selesai diperbaiki dan dibangun kembali,” kata Yang Xiao. “Rasanya Han Xiong untuk sementara bisa tinggal di Guangming Ding. Tapi kita harus secepatnya menyusun rencana mengenai sekte kita. Kalau melihat gejalanya, sampai di akhir perjuangan besar kita ini pun, sekte kita tetap tidak akan menjadi lebih aman dari sebelumnya.” Ia menghela nafas panjang dengan sedih.
Mereka segera menyusun rencana dan membagi tugas. Yin Yewang bersama Zhou Dian bertugas mengamankan Han Lin’er dan mengantarnya ke Guangming Ding, sementara para anggota Panji Api ditugaskan untuk menghubungi para pejabat tinggi Ming Jiao yang lain untuk segera bertemu dengan Yang Xiao di Haozhou. Pertemuan tersebut dilakukan secara diam-diam tanpa memberitahu sebagian besar anggota lain.
Mereka yakin bahwa semua uraian Zhao Min benar, dan Xu Da maupun Chang Yuchun sebenarnya tak bersalah, mereka hanya diperalat oleh Zhu Yuanzhang. Tetapi Zhang Wuji untuk sementara tidak ingin melibatkan kedua orang itu dalam pembicaraan, karena ia kuatir perubahan sikap keduanya akan membuat Zhu Yuanzhang curiga.
Saat itu Zhang Wuji berkata kepada Yang Xiao dan Fan Yao, “Aku ingin bicara dengan semua pejabat tinggi Ming Jiao. Ini masalah penting dan sangat mendesak, karena setelah ini aku bukan lagi ketua kalian…” Saat itu Yang Xiao ingin menyela, tetapi Zhang Wuji mengangkat tangannya tanda tidak setuju. “Kali ini tekadku sudah bulat, dan kalian tidak bisa mencegahku lagi. Tapi aku harus mengatakan beberapa hal penting sebagai panduan bagi semua orang. Aku sangat mencintai Ming Jiao, tentu saja kalian akan tetap bisa menemuiku kapan saja jika ada sesuatu yang mendesak. Tapi seperti juga Han Dage, aku sendiri harus menghilang dari peredaran, tidak lagi berfungsi sebagai ketua Ming Jiao.”
Yang Xiao dan Fan Yao terdiam mendengar keputusan bulat dan pasti itu. Dalam hati mereka sangat sedih, dan memikirkan tentang masa depan Ming Jiao jika Zhang Wuji sungguh-sungguh meletakkan jabatan sebagai ketua. Sementara dalam perjalanan kembali ke perkemahan Ming Jiao, Zhang Wuji sendiri bahkan terlihat sangat santai dan sama sekali tidak terlihat kuatir. Sepertinya ia punya rencana tertentu yang sudah dipikirkan masak-masak.
Di atas kuda yang berjalan berdampingan dengan kuda Zhao Min dan Zhou Zhiruo, ia diam-diam mengamati kedua gadis itu sambil tersenyum. Zhou Zhiruo yang selama ini lebih banyak diam tak dapat menahan pertanyaannya lagi. “Wuji Gege,” katanya. “Kau betul-betul ingin mengundurkan diri sebagai ketua?”
“Betul,” jawab Zhang Wuji mantap. “Hanya ini yang bisa kulakukan untuk Ming Jiao dan negara.”
Zhou Zhiruo semakin tidak mengerti apa maksudnya. “Tapi itu justru akan membuat Zhu Yuanzhang semakin merajalela.”
“Zhiruo,” kata Zhang Wuji dengan lembut. “Kalau aku masih muncul di Ming Jiao sebagai ketua, maka Zhu Yuanzhang akan merasa tidak aman, dan justru akan mencoba cara lain untuk menyingkirkan aku. Dan cara lain itu kemungkinan besar justru lebih merusak dibandingkan dengan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu.”
“Jangan katakan sekarang Zhang Jiaozhu takut menghadapi Zhu Yuanzhang,” kata Zhao Min. “Itu aku sama sekali tidak percaya. Apa rencanamu sebenarnya?”
”Kalau Pedang Yitian tidak muncul, siapa yang bisa menandinginya?” gumam Zhang Wuji, mengutip syair populer mengenai Pedang Yitian dan Golok Pembunuh Naga.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku,” kata Zhao Min.
“Aku baru teringat kepada seorang pemuda tanggung yang luar biasa tampan, dengan Pedang Yitian palsu di tangan kiri, dan kipas putih di tangan kanan…” kata Zhang Wuji sambil menerawang, mengingat masa lalu. “Hanya dengan isyarat tangan dia bisa membuat ratusan anak panah meluncur, menewaskan para prajurit Yuan yang sedang menindas penduduk setempat.”
Zhao Min tiba-tiba melemparkan sebutir kacang yang hendak dimakannya ke kepala Zhang Wuji. Ia tertawa terbahak-bahak sambil berkata, “Kau masih ingat soal itu ya?”
Zhang Wuji menoleh kepada Zhou Zhiruo, lalu berkata seolah-olah Zhao Min tidak ada di situ, “Zhiruo, kalau kau melihat sendiri penampilan pemuda tampan itu, kurasa semua penggemarmu yang lain akan jadi tidak ada artinya…”
Zhou Zhiruo tahu siapa pemuda tampan yang dimaksud Zhang Wuji itu. Ia tersenyum lembut dan berkata dengan nada biasa, “Jadi rupanya saat itulah kau mulai jatuh cinta kepada ‘pemuda tampan’ itu ya? Dan sekaligus melupakan aku?” Senyumnya berubah menjadi agak misterius. “Jangan lupa, sekarang ini akulah yang masih punya sebuah permintaan…”
“Wah, Zaixia mana berani melupakan hal itu,” jawab Zhang Wuji. “Mohon Nona Zhou sudi menyebutkan apa permintaan itu, Zaixia akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya.”
Zhao Min tersenyum simpul melihat keduanya, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa.
“Aku hanya berharap perang segera berakhir,” lanjut Zhang Wuji dengan muka serius. “Kalau terus seperti ini, maka rakyat akan semakin menderita. Tidak ada rasa aman, setiap saat bisa saja muncul sekelompok tentara, entah dari pihak mana, yang merusak ketenangan mereka, atau bahkan bisa saja membuat mereka kehilangan nyawa.”
“Harapanmu itu mungkin akan segera terwujud, tapi mungkin juga masih agak lama,” kata Zhao Min dengan muka serius. “Kalian selalu saja melihat peta politik hanya dari sisi kalian — orang-orang Han — dan sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di istana saat ini.”
Ucapan Zhao Min itu seolah-olah menyalakan lilin di kepala Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo. Keduanya baru sadar bahwa sejauh ini mereka sebenarnya hanya tahu bahwa Dinasti Yuan menindas rakyat, bahwa mereka adalah orang Mongolia, dan sebenarnya ‘asing’, baik dandanan mereka, cara mereka bicara, dan adat-istiadat mereka. Mereka juga seringkali membatasi kedai-kedai makan hanya untuk kaum mereka sendiri, bahkan bisa melarang orang-orang dari suku Han untuk makan di situ. Tapi sebenarnya apa yang terjadi di istana, siapa sebenarnya kaisar mereka saat ini, siapa permaisurinya, dan seterusnya, mereka bahkan tidak tahu.
“Wuji Gege,” lanjut Zhao Min. ”Kau mungkin saja berharap supaya perang segera berakhir, tapi apa kau yakin semua orang lain di pihakmu juga mengharapkan hal yang sama?”
“Tentu saja aku yakin,” jawab Zhang Wuji. “Mana ada orang yang mengharapkan perang…”
“Eh… jangan buru-buru,” sela Zhao Min. “Coba pikir baik-baik. Bagaimana awalnya segala gerakan pemberontakan ini terjadi?”
Sebenarnya pemberontakan kecil memang sudah ada sebelum mereka semua dilahirkan. Tetapi saat itu semuanya bergerak sendiri-sendiri dan tidak kompak. Tetapi setelah terjadi bencana alam, tepatnya banjir yang timbul akibat meluapnya Sungai Kuning, pemerintah mengambil tindakan dengan jalan mengeruk sungai itu. Hal ini menimbulkan kerja paksa, karena membutuhkan banyak tenaga kerja dan biaya raksasa. Sebagai akibatnya rakyat merasa sangat tertindas. Berbagai pemberontakan muncul serempak, lalu dengan salah satu cara muncullah dua tokoh yang menonjol, yaitu Xu Shouhui dan Han Shantong, ayah Han Lin’er. Mereka masing-masing mendeklarasikan diri sebagai raja di dua wilayah yang berbeda. Deklarasi itu tentu saja menimbulkan reaksi dari pihak pemerintah, karena merupakan ancaman sangat serius kepada Dinasti Yuan. Sejak saat itu pemerintah secara khusus mengangkat ayah Zhao Min, Chaghan Temur, sebagai seorang Menteri Urusan Perang, dengan tugas khusus untuk menumpas para pemberontak lokal.
Pemberontakan yang menjadi masalah bagi Dinasti Yuan bukan hanya pemberontak lokal, di mana-mana selalu ada pemberontakan, karena Dinasti Yuan adalah dinasti yang sangat besar. Wilayahnya jauh melampaui segala dinasti lain yang pernah berkuasa di Zhong Yuan. Goryeo (Korea di jaman modern) sudah lama melakukan pemberontakan diam-diam, tetapi selalu bisa dipadamkan. Persia yang terletak jauh di sebelah Barat, juga diam-diam sedang melakukan pemberontakan sendiri.
Zhang Wuji selama ini jarang mendiskusikan urusan politik dengan Zhao Min, karena setiap kali bicara, mereka hampir selalu bersitegang. Inilah yang membuat dia pada awalnya memandang hubungan mereka berdua tidak akan bisa dilanjutkan. Ia sendiri adalah pimpinan kaum pemberontak, sedangkan Zhao Min justru adalah putri kesayangan Chaghan Temur, Menteri Urusan Perang yang ditugaskan untuk menumpas para pemberontak lokal. Tetapi ia sadar, kalau mereka memang ingin hubungan ini terus berlanjut, maka cepat atau lambat urusan ini memang harus dibicarakan. Sepanjang peperangan yang terjadi di Shaolin, Zhao Min mengambil sikap tidak mau membela pihak manapun, dan ia tahu pasti bahwa hal itu sangat menyakitkan bagi gadis itu. Ia merasa sangat terharu dan juga bersalah karena melibatkannya sampai sejauh ini.
“Sebetulnya apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Zhang Wuji. “Terus terang saja, kau benar, aku memang tidak tahu banyak tentang masalah yang terjadi di istana.”
“Yang paling sederhana saja, tahukah kalian siapa yang menjadi permaisuri sekarang ini?” tanya Zhao Min.
Zhang Wuji tercengang, ia memang tidak tahu siapa sebenarnya permaisuri. Ia hanya tahu kaisar yang berkuasa saat ini adalah Toghon Temur, yang oleh banyak orang dianggap bodoh dan tidak kompeten. Hanya bisa mabuk-mabukan dan berfoya-foya menghabiskan uang negara.
“Siapa?” katanya, balik bertanya.
“Nama aslinya adalah Ki Seung Nyang, dia adalah seorang perempuan Goryeo,” jawab Zhao Min. “Tadinya dia adalah seorang tawanan perang. Di negaranya dia adalah seorang keturunan bangsawan, tapi di istana dia harus menjadi seorang pelayan. Cerita ini kuketahui dari ayahku, dan juga beredar di kalangan istana. Saat ini semua orang menyebutnya Qi Huanghou.”
“Goryeo?” kata Zhou Zhiruo, sepasang matanya yang indah terbelalak. Ia tak pernah tertarik pada urusan dalam istana, selama ini ia menyimpan dendam yang sangat dalam kepada orang-orang Mongolia akibat kematian ayahnya. Tapi ada sesuatu di dalam cerita Zhao Min yang sangat menarik baginya. Pada saat perayaan yang diadakan oleh pihak istana, ketika ia sendiri, Zhang Wuji dan Han Lin’er memasuki ibukota itu, ia tidak melihat Sang Permaisuri. “Apa dia cantik?”
“Kalau dia tidak cantik, mana mungkin kaisar jatuh cinta setengah mati kepadanya,” kata Zhao Min dengan mata bersinar. “Kaisar juga bukan sebodoh yang dikira orang, sebaliknya dia sangat pintar, tapi dia dikelilingi banyak kasim yang punya tujuan sendiri-sendiri. Di samping itu, banyak orang dalam istana juga punya tujuan politik mereka masing-masing. Karena itu posisinya sangat tidak mudah, meskipun dia seorang kaisar.”
Zhang Wuji mulai memahami apa yang terjadi. “Masalah dengan kasim ini kelihatannya selalu saja terjadi di segala jaman. Tumbangnya kekaisaran Qin Shi Huang juga adalah akibat ulah kasim,” katanya sambil berpikir dalam-dalam.
“Hm,” dengus Zhao Min. “Kelihatannya kau baru sekarang sadar apa yang sebenarnya terjadi.” Ia menatap Zhang Wuji dengan mukanya yang seolah tersenyum, meskipun tidak sedang tersenyum. “Zhang Da Jiaozhu, kau pikir apa yang terjadi saat ini di istana? Apa hubungannya dengan Ming Jiao?”
“Menurutmu apa?” Zhang Wuji balik bertanya. Ia tahu Zhao Min hendak mengatakan sesuatu, tapi hanya menunggu reaksinya.
“Aku sudah lama tahu ada beberapa pihak yang menyogok kasim untuk membocorkan rahasia negara,” kata Zhao Min. “Tapi terus terang saja, aku tidak tahu siapa kasim yang melakukannya, dan pihak mana yang berbuat begitu. Dan aku juga tidak mengatakan bahwa pihak itu adalah orang-orang Ming Jiao. Ini bisa saja Chen Youliang, karena sebelumnya Cheng Kun juga berbuat begitu. Yang ini aku tahu pasti.”
“Zhao Gao3!” kata Zhou Zhiruo menimpali cerita itu sambil tertawa.
Mereka bertiga tertawa bersama ketika teringat cerita itu. Zhang Wuji yang dibesarkan di Pulau Es dan Api mendengar cerita itu dari kedua orang tuanya dan Xie Xun. Zhao Min mendengarnya dari para guru yang mendidiknya sejak kecil. Zhou Zhiruo mendengarnya dari Miejue Shitai. Topik mengenai Zhao Gao berkembang menjadi senda gurau yang mewarnai perjalanan mereka kembali ke perkemahan Ming Jiao, dan meembuat suasana menjadi riang dan hidup. Tak terasa mereka sudah tiba di depan pintu masuk areal perkemahan.
Yang Xiao menghampiri ketiga anak muda itu dan berkata, “Jiaozhu, sebaiknya kita masuk dari belakang untuk menghindari terlalu banyak orang.”
“Betul,” kata Zhang Wuji. Mereka pun masuk ke areal perkemahan Ming Jiao dari pintu belakang, dan langsung menuju ke kemah yang biasa dipakai untuk mengadakan pertemuan antar para pejabat tinggi.
Rupanya kedatangan mereka telah ditunggu oleh Shuo Bude, Peng Yingyu, Leng Qian, dan yang lain. Semuanya membungkuk hormat ketika melihat Zhang Wuji. Mereka juga bersikap sopan kepada Zhao Min dan Zhou Zhiruo, meskipun dalam hati bertanya-tanya mengapa Jiaozhu membawa serta kedua wanita ini.
Para pemimpin Panji Lima Elemen yang ikut hadir sudah tahu apa yang akan dibicarakan, tetapi mereka sama sekali tidak mengatakan apa-apa kepada Peng Yingyu dan yang lain, mengingat ucapan Zhang Wuji sebelumnya.
Ketika melihat semua orang sudah siap dan menunggunya bicara, Zhang Wuji berdiri di depan dan membuka rapat kecil itu. “Saudara-saudara, kalian pasti masih ingat ikrar yang kita ucapkan sebelum mulai gerakan ini. Yaitu bahwa para anggota Ming Jiao tidak diperkenankan untuk mengambil bagian dalam pemerintahan selanjutnya, siapapun juga yang berkuasa.” Ia bicara dengan suara tegas, tetapi dengan nada biasa. dan suara itu mengandung wibawa yang membuat semua orang segan. “Sekarang ini,” lanjut Zhang Wuji. “Gerakan kita telah berkembang jauh melampaui apa yang kuperkirakan sebelumnya, dan dalam perkembangan ternyata banyak pihak telah melupakan ikrar ini.”
Terdengar suara-suara bergumam lirih dan bisik-bisik di antara para pendengarnya. Zhang Wuji telah mengantisipasi hal ini, dan ia melanjutkan dengan tenang, “Aku tidak bisa menyalahkan beberapa langkah yang memang dianggap perlu, misalnya dengan mengangkat penguasa wilayah tertentu yang baru diduduki. Ini masih bisa dimengerti. Tetapi dalam perkembangan, kulihat hal seperti ini menyebaban keretakan di antara kita, dan bahkan sebelum kita meraih kemenangan yang sesungguhnya, aku bisa merasakan adanya persaingan untuk memperebutkan kekuasaan. Ini sama sekali bukan tujuan gerakan kita. Tujuan kita adalah berjuang untuk kepentingan rakyat dan membebaskan rakyat dari penderitaan dan penindasan. Tujuan kita adalah untuk menegakkan keadilan bagi semua orang.”
Zhang Wuji sengaja membiarkan semua orang bergumam dan berbisik-bisik sendiri, ia mengambil kesempatan itu untuk menilai keadaan dan memusatkan pikirannya sendiri. Setelah beberapa saat ia baru melanjutkan, “Beberapa waktu yang lalu kita berjuang bersama untuk membebaskan Shaolin dan diri kita sendiri dari kepungan pasukan Yuan. Saudara-saudara pasti masih ingat bahwa pada saat itu aku mengatakan bahwa kemenangan yang kita raih itu sebetulnya adalah berkat panduan yang terdapat di dalam buku warisan Jendral Beesar Yue Fei, yang sebelumnya tersimpan begitu rapi di dalam Golok Pembunuh Naga.” Sampai di sini ia melirik ke arah Zhou Zhiruo, yang tampaknya merasa kurang enak. Tetapi Zhang Wuji melanjutkan kalimatnya, “Selama puluhan tahun berkembang cerita dan bahkan ada yang menulisnya menjadi syair mengenai Golok Pembunuh Naga dan Pedang Yitian. Kalimat yang paling sering dikutip adalah bahwa Golok Pembunuh Naga menguasai dunia, dan tidak ada orang yag berani membantah perintah siapapun yang memegangnya. Seperti yang kita ketahui kemudian, ternyata yang sungguh-sungguh bisa menguasai dunia adalah buku warisan Jendral Yue Fei yang berisi strategi militer itu, dan bukan Golok itu sendiri.” Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Dengan kata lain, yang dianggap ‘menguasai dunia’ adalah kekuatan militer. Tentu saja, karena mereka selain berjumlah besar, juga dilengkapi segala persenjataan yang tidak dimiliki oleh rakyat pada umumnya. Singkat kata, bagian ini menunjukkan bahwa kekuatan militer akan menguasai dunia.”
Saat itu Yang Xiao menimpali, “Saat itu Jiaozhu memberikan buku itu kepada Xu Da.”
“Betul,” jawab Zhang Wuji. “Karena buku itu harus berada di tangan yang tepat, dan orang itu bukan aku sendiri. Xu Xiong adalah jendral yang sangat tangguh. Kalau didukung oleh panduan yang tepat, maka perjuangan besar kita ini pasti akan meraih sukses, yang mana memang dibutuhkan oleh rakyat. Karena itulah aku memberikan buku itu kepadanya.” Ia mendekat selangkah ke arah para pendengarnya, dan menatap mereka lekat-lekat satu per satu, sebelum melanjutkan kalimatnya, “Tetapi saat itu aku juga mengatakan sebuah kalimat kepadanya, entah kalimat itu masih diingatnya ataukah tidak sampai sekarang.”
”Kalau Pedang Yitian tidak muncul, siapa yang bisa menandinginya?” kutip Fan Yao. “Itulah yang dikatakan Jiaozhu saat itu.”
“Tepat sekali,” sahut Zhang Wuji. “Kalian mungkin tidak memperhatikan, sebetulnya saat itu uraianku agak panjang. Penulis puisi ini, siapapun juga orangnya, dengan tepat menggambarkan dua kekuatan besar yang sebetulnya setara. Yang pertama adalah kekuatan militer yang diwakili oleh Golok Pembunuh Naga, karena kitab warisan Wumu tersimpan di dalamnya. Dan yang kedua adalah dua jilid kitab ilmu silat yang ada di dalam Pedang Yitian. Dengan kata lain, Pedang Yitian melambangkan dunia kita bersama, yaitu dunia persilatan — Wulin.”
Terdengar sambutan meriah dari banyak orang ketika mendengar Zhang Wuji menyebutkan kalimat terakhir itu. Setelah menunggu beberapa menit sampai suasana kembali tenang, barulah Zhang Wuji melanjutkan penuturannya, “Saudara-saudaraku, seperti kita lihat bersama, bagaimana pun juga, akhirnya perjuangan kita saat ini akan berakhir dengan munculnya seseorang yang akan mengambil alih tahta, lalu mendirikan sebuah dinasti baru, dengan dia sendiri duduk di atas singgasana sebagai seorang kaisar. Hal yang ini kuanggap sama sekali bukan urusan kita, orangnya bisa siapa saja yang memang punya kemampuan untuk itu. Tetapi tugas besar kita tetap adalah berjuang untuk rakyat. Sebagai pendekar di dunia persilatan, kita tidak bisa membiarkan terjadi penindasan terhadap orang yang tidak bersalah. Tidak bisa mentolerir ketidakadilan, tidak boleh membiarkan kesewenang-wenangan merajalela. Ini adalah tugas kita yang akan berlangsung selama-lamanya. Jika si pemegang Golok Pembunuh Naga itu sampai menyimpang dari semua hal di atas, maka suatu saat nanti akan muncul seseorang dengan Pedang Yitian di tangannya, yang akan membasmi si penguasa itu…”
Kalimatnya seolah lenyap tertelan oleh riuh-rendah sambutan dari semua orang yang hadir. Semua orang sudah mengerti apa arti uraian Zhang Wuji. “Hal ini sudah pernah kukatakan kepada Xu Da,” lanjut Zhang Wuji. “Semoga dia masih ingat semuanya, dan meneruskannya kepada semua rekan yang berjuang bersamanya.”
Zhang Wuji menutup pidatonya dengan pengumuman resmi mengenai pengunduran dirinya sebagai ketua Ming Jiao berikut alasan-alasannya. Hal ini membuat semua orang sedih, beberapa orang mengepalkan tinju dan mengeluarkan makian kepada Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Chang Yuchun. Tetapi Zhang Wuji kemudian memperingatkan dengan keras supaya mereka menahan diri dan mengingat kembali tujuan utama perjuangan mereka. Bagaimana pun juga, apa yang sudah dimulai, harus tetap diselesaikan. Kalau tidak demikian, maka rakyat akan menanggung penderitaan akibat perang dengan sia-sia.
“Jadi saranku adalah, kita kembali ke tujuan Ming Jiao semula, yaitu sebuah gerakan keagamaan, dan bukan gerakan politik, apalagi saling berebut kekuasaan,” kata Zhang Wuji. “Kalian ingin membantu perjuangan untuk menggulingkan Dinasti Yuan, itu adalah hak setiap orang, aku pun tidak bisa melarangnya, apalagi setelah ini aku bukan lagi ketua kalian. Tetapi uraianku tadi kuharap semua orang mengingatnya baik-baik.”
Para pemimpin Panji Lima Elemen yang merasa paling berhutang nyawa kepada Zhang Wuji berlutut untuk memberi hormat dan berkata serempak, “Kami untuk selama-lamanya akan tetap setia kepada Zhang Jiaozhu!”
Zhang Wuji buru-buru memberi isyarat supaya mereka bangkit, tetapi semuanya masih tetap berlutut. “Saudara-saudaraku,” katanya. “Aku toh bukan bermaksud pergi meninggalkan dunia ini, kalian semua masih tetap saudaraku, dan kapanpun juga kalian tetap bisa menemuiku. Hanya saja, mulai sekarang, kalian tidak kuperkenankan memanggilku Zhang Jiaozhu. Yang akan menggantikanku adalah Yang Zuoshi, kalian boleh memanggilnya Yang Jiaozhu.”
Yang Xiao ikut berlutut dan berkata, “Jiaozhu, bolehkan Zaixia mengatakan sesuatu?”
Zhang Wuji mengangkat tangannya tanda tidak setuju, meskipun ia tetap akan membiarkan Yang Xiao bicara. “Paman Yang, kurasa semua uraianku sudah cukup jelas,” katanya. “Saat ini kehadiranku di Ming Jiao justru akan merusak persatuan. Satu hal penting lagi, sebaiknya kalian juga jangan mencari masalah dengan Zhu Yuanzhang. Nanti ada saatnya kita akan bicara dengan dia, tapi kurasa saat ini bukan saat yang tepat.”
Mendengar Zhang Wuji kembali memanggilnya ‘Paman Yang’, Yang Xiao tahu bahwa keputusannya sudah bulat, dan ia tak dapat menahan kesedihannya. “Zaixia akan mengingat dan berusaha melaksanakan segala pesan Jiaozhu sampai selama-lamanya,” katanya sambil meletakkan tangan di dada. “Setidaknya, beritahu aku kalian hedak pergi ke mana setelah ini?”
Zhang Wuji memandang kedua wanita di sampingnya bergantian, lalu berkata, “Aku sendiri sudah sangat merindukan Tai Shifu, kurasa aku akan pergi ke Wudang Shan untuk menengoknya.”
“Aku ikut!” kata Zhao Min dengan gembira.
Zhou Zhiruo tidak mengatakan apa-apa, ia hanya tersenyum tipis tanpa komentar.
Pemimpin Panji Rui Jin, Wu Jingcao, dan Xin Ran, pemimpin Panji Api, maju selangkah dan meletakkan tangan di depan dada sambil berkata, “Jiaozhu — eh, Zhang Daxia — setidaknya biarkan kami mengiringi kalian pergi, anggaplah ini sebagai tanda terima kasih kami semua untuk segala jerih payah dan pengorbanan Zhang Daxia selama ini. Bahkan nyawa kami ini sebetulnya adalah Daxia yang menjemputnya kembali dari gerbang neraka. Kalau kami tidak melakukan sesuatu sebagai tanda terima kasih, maka kami akan merasa sangat tidak enak.”
Setelah berpikir agak lama, akhirnya Zhang Wuji mengangguk. “Baiklah, tapi tidak boleh lebih dari sepuluh orang yang ikut bersamaku. Dan sebaiknya jangan kalian berdua sendiri, atau pemimpan Panji lainnya. Kurasa kita toh tetap perlu semacam penghubung supaya tetap bisa berkomunikasi dengan Yang Jiaozhu, Peng Heshang, Shuo Bude Dashi, dan Fan Yaoshi.”
Fan Yao berlutut sambil menyerahkan Golok Pembunuh Naga dan Pedang Yitian kepada Zhang Wuji. “Kurasa kedua benda pusaka ini tetap harus dipegang oleh Zhang Daxia.”
Zhang Wuji melirik Zhou Zhiruo, lalu berkata sambil menerima kedua benda itu, “Kurasa aku akan menyimpan Golok ini, tetapi Pedang Yitian sejak semula adalah milik Emei Pai. Jadi sekarang juga aku harus menyerahkannya kembali kepada Zhou Zhangmen.”
Zhou Zhiruo tersenyum. “Kalau boleh aku ingin minta bantuan Wu Xiansheng untuk mengutus orang mengantarkan pedang pusaka ini ke Emei Pai. Di sana kalian bisa minta bertemu dengan Jing Xuan Shitai, dialah yang sekarang menjabat ketua Emei Pai. Aku sendiri sudah meletakkan jabatan.”
Semua orang sangat terkejut mendengar pernyataan ini. Tapi karena Zhou Zhiruo tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu, mereka juga merasa tidak enak untuk bertanya. Wu Jingcao menyatakan kesediaannya untuk mengantar Pedang Yitian ke Emei. Semua pemimpin Panji Lima Elemen undur diri setelah itu. Mereka ingin mempersiapkan siapa saja yang akan diutus untuk pergi bersama dengan Zhang Wuji.
Ketika rapat kecil itu berakhir, fajar sudah menjelang. Fan Yao mengantarkan mereka bertiga ke sebuah penginapan yang dipilih oleh Zhang Wuji di lingkar luar Haozhou.
“Aku sangat lapar,” kata Zhao Min sambil memanggil seorang pelayan, lalu memesan beberapa makanan kesukaannya. “Kalian ingin makan apa? Matahari sudah mulai muncul, setelah ini aku ingin tidur nyenyak.”
Ternyata semua orang baru sadar bahwa mereka sebenarnya lapar. Ketegangan sepanjang malam itu telah membuat mereka melupakan tentang makanan dan minuman. Mereka berempat menikmati sarapan di lantai dasar penginapan sederhana itu sambil mengobrol santai. Di pagi hari itu Zhang Wuji menghabiskan tiga mangkuk besar mie ditemani oleh irisan daging babi panggang. Zhao Min menghabiskan semangkuk mie dengan daging panggang, ditambah dengan kacang kesukaannya. Setelah makan ia masih minum beberapa cawan arak. Zhou Zhiruo makan beberapa potong bakpao kesukaannya yang diisi daging ayam. Fan Yao juga makan semangkuk mie dengan ditemani ayam bakar, lalu minum arak dengan santai.
“Aku baru tahu kalau kau mengundurkan diri sebagai ketua Emei,” kata Zhang Wuji membuka pembicaraan, yang sekaligus mewakili pertanyaan semua orang.
“Kau kira hanya kau yang bisa menolak jabatan ketua?” sahut Zhou Zhiruo. “Sejak awal aku memang bukan orang yang tepat untuk menjabat ketua Emei. Tapi saat itu Shifu bersikeras menyuruhku menerimanya, dan aku tidak punya pilihan lain. Kau dan Zhao Meizi ini bisa menolak jabatan, mengapa aku tidak?”
Fan Yao masih ingat ucapannya ketika mereka ditawan Zhao Min di atas pagoda Kuil Wan’an. Ia merangkapkan kedua tangannya dan berkata, “Waktu itu Zaixia mengucapkan sesuatu yang bisa menyinggung Zhou Guniang dan Miejue Shitai, sekarang juga Zaixia mohon maaf. Saat itu sungguh tidak bermaksud buruk, hanya saja, perlu sebuah alasan untuk menipu He Biweng dan Lu Zhangke.”
“Fan Yaoshi, kita lupakan saja semua yang sudah berlalu,” kata Zhou Zhiruo sambil tersenyum. “Pada saat pertarungan di Shaolin aku juga melakukan lebih banyak lagi perbuatan jahat, semuanya itu sangat kusesali sekarang.”
Tiba-tiba Zhao Min bertanya, “Apa rencanamu sekarang?”
Zhou Zhiruo tampak agak salah tingkah. Mukanya memerah, tapi kemudian balas bertanya, “Bukankah kalian ingin ke Wudang Shan untuk menengok Zhang Zhenren? Kalian tidak ingin mengajakku?”
“Oh, bukan begitu,” kata Zhao Min buru-buru. “Tadinya kupikir kau ingin pergi ke tempat lain.”
“Sebetulnya sebelum ini aku sudah pergi ke Wudang Shan untuk menyapa Zhang Zhenren,” kata Zhou Zhiruo sambil lalu. Saat itu sebetulnya mukanya agak merona, dan tak seorang pun memperhatikan hal ini, kecuali Zhao Min. “Dia dalam keadaan sangat sehat, meskipun usianya sudah lebih dari seratus sepuluh tahun. Ini sungguh mengagumkan.”
Zhang Wuji agak heran mendengar pernyataan itu. Tetapi kemudian ia teringat ketika rapat bersama para anggota Ming Jiao setelah menemukan Zhu’er, saat itu Zhou Zhiruo pergi sendirian tanpa pamit. “Berarti kau juga sudah mendengar tentang Song Shige…” Ia tidak meneruskan kalimatnya.
“Aku sudah mendengarnya,” kata Zhou Zhiruo. “Dia sudah meninggal, Zhang Zhenren yang menceritakannya.”
Sekali lagi Zhang Wuji teringat bagaimana Zhang Sanfeng tanpa ragu menghabisi nyawa Song Qingshu dan menggantikan posisi Song Yuanqiao dengan Yu Lianzhou. “Kurasa saat itu Tai Shifu melihat bahwa kondisi Song Shige tidak mungkin ditolong lagi. Kalau aku sendiri yang mengalaminya, aku juga tidak ingin hidup lebih lama lagi. Entah bagaimana cara kalian memandangnya, kalau menurutku keputusan Tai Shifu sungguh tepat. Paman Song tidak tega melakukannya karena hubungan ayah dan anak, karena itu Tai Shifu yang melakukannya.”
Keputusan Zhang Sanfeng ini di jaman modern akan dicap sebagai euthanasia dalam arti negatif, dan cukup kontroversial. Hingga saat ini hukum di setiap negara mengenai tindakan semacam ini cukup berbeda-beda. Zhang Sanfeng sendiri, sebagai seorang tokoh sejarah nyata yang pernah hidup di dunia ini juga agak kontroversial.
Saat itu Zhou Zhiruo menyela komentar Zhang Wuji dengan agak emosional, “Aku datang ke Wudang bukan untuk menengoknya.” Ia menghela nafas panjang, lalu mengoreksi kalimatnya, “Aku berharap dia akan mendapat kedamaian, dan beristirahat dengan tenang. Aku juga menyesal, bagaimana pun juga, seharusnya aku tidak melibatkannya… Tapi sekali lagi, aku bukan datang untuk menengoknya.”
“Zhiruo,” kata Zhang Wuji. “Aku tidak bermaksud…” Tepat di saat itu ia melihat isyarat mata Zhao Min, dan ia tidak meneruskan kalimatnya.
“Kurasa kita semua lelah,” kata Zhou Zhiruo sambil menoleh kepada Zhao Min. “Meizi, kau tidak takut sekamar denganku, kan?”
“Selama kau tidak mencakar kepalaku, aku juga tidak akan menggores mukamu,” jawab Zhao Min seenaknya. Ia tersenyum manis. “Zhou Jiejie, aku juga sudah kenyang, kita tidur sekarang.”
Keduanya berjalan bergandengan tangan ke kamar penginapan mereka. Setelah bayangan mereka menghilang, Fan Yao tertawa terbahak-bahak. “Jiaozhu benar-benar beruntung punya mereka berdua,” katanya. Ia sudah terbiasa memanggil Zhang Wuji dengan istilah itu, dan ia tidak ingin menggantinya dengan sebutan lain, meskipun tadinya sempat melakukannya di depan orang lain.
Selama ini Yang Xiao dan Fan Yao adalah sahabat terbaik Zhang Wuji. Tetapi dalam banyak hal ia merasa jauh lebih nyaman berbicara dengan Fan Yao, karena pembicaraan dengan Yang Xiao hampir selalu mengandung unsur politik dan topik-topik berat mengenai Ming Jiao. Kalau ingin mengobrol tentang hal lain, biasanya Zhang Wuji memang selalu mencari Fan Yao.
Ia tahu bahwa Fan Yao sangat mengenal Zhao Min, yang adalah muridnya selama ia tinggal di istana Chaghan Temur. Sampai sekarang juga sebenarnya Fan Yao masih tetap menganggapnya sebagai murid. Satu-satunya penyesalan yang ada di hati Fan Yao ketika meninggalkan istana Chaghan untuk kembali bergabung dengan Ming Jiao adalah bahwa seketika itu ia harus berhadapan sebagai lawan dengan mantan muridnya ini. Semua orang lain di istana Chaghan sama sekali tidak dipikirkannya.
Perjalanan mereka ke Wudang memakan waktu sekitar empat hari karena mereka sangat santai. Fan Yao mengiringi mereka dalam perjalanan itu. Ketika tiba di Wudang, mereka disambut dengan meriah oleh Yu Lianzhou dan Yu Daiyan yang saat itu sudah sembuh sama sekali dari cederanya, dan sudah bisa kembali berjalan tanpa bantuan tongkat. Zhang Wuji sangat gembira menyaksikan keadaan Paman Ketiganya yang sudah dua puluh tahun berbaring tanpa daya di tempat tidur, sekarang dengan muka penuh kebahagiaan menyambut kedatangannya. Yu Daiyan memamerkan jurus Taiji yang sekarang sudah bisa dilatihnya.
Zhang Sanfeng yang menerima kedatangan mereka di ruangannya, tampak sehat gembira, tetapi air mukanya berubah ketika mendengar cerita mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh Zhu Yuanzhang. Ia memejamkan mata dan berpikir agak lama, sebelum akhirnya menghela nafas panjang dan berkata, “Hal semacam ini memang tak bisa dihindari, akan selalu ada di dalam setiap generasi. Tapi taktik yang dipakainya sungguh licik.” Ia memandang Zhang Wuji dan kedua gadis yang datang bersamanya secara bergantian, dan bertanya, “Lalu apa rencanamu selanjutnya?”
Zhang Wuji merogoh sakunya dan megeluarkan dua lembaran kuning berisi catatan ilmu silat dengan tulisan kecil-kecil. Ia melirik Zhou Zhiruo, yang menganggukkan kepalanya tanda setuju. Ia menyerahkan kedua lembaran itu kepada Zhang Sanfeng sambil berkata, “Tai Shifu, ini adalah dua catatan ilmu silat Xiang Long Shi Ba Zhang dan Jiu Yin Zhen Jing yang sebelumnya ada di dalam Pedang Yitian. Pedang itu sendiri sudah diperbaiki dan sekarang dalam perjalanan untuk dikembalikan ke Emei Pai.”
Zhang Sanfeng mengambil kedua lembaran itu dan memeriksanya. Ia harus menjauhkan lembaran itu supaya bisa terbaca oleh mata tuanya, dan itu pun masih agak kabur. “Mataku sekarang tidak bisa lagi dipakai untuk membaca tulisan kecil ini,” katanya. “Tapi aku yakin ini dua jenis ilmu silat yang sangat luar biasa. Adalah keberuntungan kalian bisa menemukannya. Kedua ilmu ini harus kita lestarikan, supaya generasi mendatang masih bisa mempelajarinya.”
“Dalam pandangan cucumu yang kurang pintar ini,” kata Zhang Wuji, “baris terakhir di dalam syair tentang Pedang Yitian dan Golok Pembunuh Naga itu, sebetulnya menceritakan tentang kedua ilmu ini sebagai penyeimbang, seandainya penguasa berubah menjadi lalim. Saat itulah seorang ksatria dengan Pedang Yitian di tangan akan muncul untuk kembali membela kepentingan rakyat dan menggulingkan penguasa itu.”
”Kalau Pedang Yitian tidak muncul, siapa yang bisa menandinginya?” gumam Zhang Sanfeng. “Luar biasa, kau bisa menarik kesimpulan seperti itu, sungguh-sungguh tak terbayangkan sebelumnya bahwa intisari dari kedua pusaka itu sebetulnya adalah keseimbangan antara negara dan dunia persilatan.” Ia tertawa terbahak-bahak, kelihatannya seolah-olah ia sangat gembira menemukan sesuatu yang sangat berharga di usianya yang sangat tua sekarang ini. “Bisa menyaksikan anak Zhang Cuishan tumbuh dewasa dengan pemikiran seperti ini, rasanya tidak sia-sia aku hidup lebih dari seratus tahun. Kebahagiaanku hampir lengkap.” Ia menoleh kepada Zhou Zhiruo dan Zhao Min. “Zhiruo dan Wuji boleh dibilang seusia, kalian masih berusia sekitar sepuluh tahun waktu pertama kalinya bertemu denganku dulu. Sekarang, dalam sekejap mata kalian sudah dewasa.” Ia mengelus jenggot putihnya dan berkata dengan penuh penyesalan, “Miejue Shitai itu, aku menyaksikan sendiri ketika dia tumbuh dewasa. Aku tahu kenapa dia menyimpan dendam begitu dalam kepada Ming Jiao. Sampai sekarang pun aku masih tetap berpendapat ada yang keliru dalam ajaran Ming Jiao itu, aku tidak bisa menyetujuinya. Tapi itu bukan berarti aku ingin membunuh setiap orang dari mereka. Kalau kita membunuh mereka, lalu apa lagi yang bisa diperbaiki, apa lagi yang bisa didiskusikan?”
Ia menatap Zhou Zhiruo lekat-lekat sambil melanjutkan kalimatnya, “Saat Wuji masih kecil, Tai Shifu pernah bilang, sebaiknya belajar menyingkirkan kebencian di dalam hati, supaya hati kita tetap dalam keadaan tenang dan teduh. Dendam hanya akan membuat kita sendiri sengsara. Sekarang kulihat Wuji bisa melakukannya, aku percaya kau juga akan bisa melakukannya. Kau sebetulnya punya bakat yang sangat baik, tetapi kau melatih Jiu Yin Baigu Zhua dengan cara yang salah. Kau terburu-buru ingin membalas dendam, dan akhirnya tersesat. Zhou Zhiruo yang Tai Shifu kenal dulu bukan seperti itu. Kau bersedia mencoba untuk menyingkirkan segala kebencian dari dalam hatimu?”
Zhou Zhiruo menangis mendengar penuturannya. Ia tak sanggup mengatakan apapun, dan hanya mengangguk berkali-kali. Zhang Sanfeng lalu berpaling kepada Zhao Min dan berkata, “Nona Kecil, janjimu waktu itu, apa masih bisa dipegang?”
Zhao Min buru-buru berlutut dan meletakkan tangan di dada sambil berkata, “Zhao Min sampai kapanpun akan tetap memegang teguh nasihat Zhang Zhenren.”
Sekarang Zhang Sanfeng berpaling kepada Zhang Wuji. Ia menepuk-nepuk bahu pemuda itu. “Cuishan dan Yin Soso punya anak sebaik ini, akhirnya aku merasa lega. Setidaknya janjiku untuk menjaga dan mendidikmu tidak terlalu meleset. Tapi kau ini tidak mewarisi ketegasan kedua orang tuamu. Ayah dan ibumu meskipun sangat jauh berbeda, tapi mereka orang-orang yang punya ketegasan dan keteguhan hati, dan kau tidak. Dalam masalah Ming Jiao, sebenarnya kau juga tidak perlu mengundurkan diri segala, kau sangat berhak mengambil alih komando atas militer, dan bahkan sebenarnya kau juga bisa menjadi seorang kaisar yang baik, seandainya hal itu diperlukan. Tapi seperti ini juga bagus, karena menjadi kaisar bukan pekerjaan mudah. Di sepanjang sejarah, jabatan itu sudah merusak banyak orang yang tadinya punya mental sangat baik. Jabatan itu sendiri mampu membangkitkan ketamakan di dalam hati manusia, yang sejak semula memang bibitnya sudah ada. Tai Shifu tidak akan memaksamu menempuh jalan yang tidak kau inginkan. Tapi satu hal harus kau ingat baik-baik, seorang pria harus menepati janjinya sendiri.” Ia berpaling kepada Zhou Zhiruo. “Kau tidak keberatan menerima orang tua jelek ini sebagai Kakek Gurumu, kan?”
Zhou Zhiruo tersipu, mukanya merah padam, dan ia hanya menundukkan kepala tanpa menjawab. Zhang Sanfeng memanggil semua murid Wudang untuk berkumpul di aula utama, dan di situ ia berkata dengan suaranya yang lantang. Usia tuanya sedikitpun tidak mengurangi kekuatan dan wibawa yang terkandung di dalam suara itu, “Hari ini juga, dengan disaksikan oleh kalian semua, aku Zhang Sanfeng meresmikan pernikahan antara cucu muridku, Zhang Wuji, dengan kedua nona ini. Siapa pun yang merasa keberatan boleh langsung berurusan dengan aku.”
Zhang Wuji, Zhou Zhiruo dan Zhao Min tidak tahu apa yang harus mereka katakan. Peristiwa ini di luar dugaan mereka, tetapi mereka masing-masing dalam hati merasa bahagia mendengarnya. Upacara itu berlangsung singkat dan sederhana. Mengikuti adat yang berlaku saat itu, Fan Yao bertindak sebagai wakil dari pihak orang tua Zhao Min, sedangkan Yu Lianzhou dan Yu Daiyan masing-masing mewakili orang tua Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo. Mereka sama sekali tidak mengenakan pakaian istimewa, tidak ada hiasan apa pun yang melambangkan sebuah perkawinan di ruangan itu. Tetapi bagi ketiga anak muda itu, semuanya menjadi tidak penting. Hati mereka dipenuhi kebahagiaan.
Di masa itu, seorang pria menikahi lebih dari seorang wanita adalah hal yang sangat biasa. Tak seorang pun beranggapan perkawinan ini janggal dari sisi ini. Barangkali satu-satunya pertanyaan bagi mereka adalah status Zhao Min, yang sebelumnya sudah diketahui jelas sebagai seorang putri Mongolia. Dan juga, sebelumnya Zhou Zhiruo berkali-kali menentang Wudang dalam pertemuan para pendekar di Shaolin. Tetapi karena yang memimpin upacara adalah Zhang Sanfeng sendiri, segala keraguan terhapus dari benak semua orang.
Di akhir upacara, Zhao Min secara khusus berlutut di hadapan lima pendekar Wudang yang masih tersisa saat itu. Sambil meletakkan tangan kanan di dada ia berkata, “Paman guru sekalian, Zhao Min sekali lagi mohon maaf atas segala kelancangan yang kulakukan di masa lalu. Mulai sekarang Zhao Min dengan rendah hati akan terus belajar untuk menjadi orang yang lebih baik, dan sekarang siap menerima hukuman dari Paman sekalian.” Song Yuanqiao dan Yin Liting yang sebelumnya sangat membencinya segera maju dan membantunya berdiri.
“Tidak perlu terlalu banyak adat,” kata Song Yuanqiao. “Saat itu kami semua juga salah mencurigaimu sebagai pembunuh adik ketujuh kami, Mo Shenggu. Kami juga bersalah, bahkan ternyata putraku sendirilah yang melakukannya.”
Yang Buhui yang saat itu sedang hamil tua berkata, “Wuji Gege, kau ini sungguh beruntung punya dua orang istri yang begitu cantik. Nantinya kau setiap hari bahkan bisa menikmati makanan lezat, karena Zhou Jiejie adalah koki yang luar biasa.”
Zhang Wuji menggodanya dengan pura-pura bersikap hormat, “Nanti aku akan menyuruhnya mengajarkan cara memasak kepada Bibi Keenam.”
Yang Buhui tertawa terbahak-bahak. “Mana ada orang menghormati orang tua dengan sikap seperti ini,” katanya. Ia lalu bertanya, “Setelah ini kalian akan tinggal di mana?”
Zhang Wuji melirik kedua istrinya, lalu berkata, “Terus terang saja, kami belum punya rencana. Tapi setelah ini aku masih ingin mendiskusikan kungfu dengan Tai Shifu. Rasanya kami masih agak lama tinggal di sini. Kuharap Paman sekalian tidak keberatan.”
“Kau masih juga sibuk dengan kungfu,” kata Yang Buhui. “Saat ini di Wulin tidak ada orang yang bisa menandingi kungfumu.”
Yin Liting berkata, “Wuji, kau boleh tinggal selama kalian suka. Murid-muridku sedang mempersiapkan ruangan untuk kalian. Liu Shu juga ingin mendiskusikan pedang Taiji denganmu. Mungkin kalian akan menyaksikan kelahiran anakku.”
“Ah, betul juga,” kata Zhao Min. “Kelihatannya waktunya sudah dekat.”
Zhang Sanfeng tertawa terbahak-bahak. “Di usia tuaku, aku masih akan menggendong seorang cucu murid lagi. Lao Tianye sungguh-sungguh terlalu baik kepadaku.”
Mereka bertiga masih tinggal di Wudang sampai tiga bulan kemudian. Di sepanjang waktu Zhang Wuji mendiskusikan tentang Delapan Belas Jurus Penakluk Naga dan Jiu Yin Zhen Jing dengan kakek gurunya. Pengetahuan Zhang Sanfeng yang sangat dalam tentang ajaran Tao dan teks-teks kuno sangat membantunya memahami ilmu itu. Tetapi akhirnya Zhang Wuji sendiri memutuskan untuk tidak mempelajari Jiu Yin Zhen Jing. Ilmu itu diperdalam oleh Zhou Zhiruo yang sejak awal memang sudah mulai dengan Jiu Yin Baigu Zhua dengan meniru cara yang diterapkan oleh Mei Chaofeng di masa lampau, seperti yang tertulis dalam sisipan kitab itu. Zhang Wuji membimbingnya untuk mempelajari tenaga dalam Jiu Yin Zhen Jing dengan benar.
Zhao Min secara khusus dibimbing oleh Zhang Sanfeng untuk mempelajari qing gong dengan benar, yang memang adalah kelemahannya. Selain itu mereka berdua, Zhao Min dan Zhou Zhiruo juga dibimbing untuk mempelajari Taiji, baik tangan kosong maupun menggunakan pedang.
Dari sisi tenaga dalam, yang menjadi kelemahan Zhao Min, ia dibimbing oleh Zhang Wuji untuk mempelajari Jiu Yang Shen Gong. Ini tepat seperti sepotong karakter yang saat itu diberikan oleh Zhang Sanfeng untuk direnungkannya seumur hidup. Waktu itu Zhang Sanfeng secara pribadi menyuruhnya untuk merenungkan apa arti karakter ‘Kong’, yang berarti ‘kosong’. Ia memberikan ilustrasi sebuah mangkuk, yang cekungannya adalah ruangan kosong. Jika ruangan kosong itu tidak ada, maka pada dasarnya mangkuk itu tidak bisa dipakai sebagai mangkuk.
Kali ini, Zhang Sanfeng membuka pikirannya dengan penerapan filsafat itu di dunia nyata. Pada dasarnya Fan Yao hanya mengajarkan teknik-teknik kungfu tanpa dasar tenaga dalam sama sekali kepada Zhao Min, dengan demikian Zhao Min boleh dikatakan seperti sebuah lembaran kertas kosong yang di atasnya kita bisa menuliskan apa saja. Dan pada kesempatan itu juga, Zhang Sanfeng meletakkan dasar dengan mengajarkan tenaga dalam Wudang, yang dilanjutkan oleh Zhang Wuji dengan mengajarkan Jiu Yang Shen Gong. Kedua dasar tersebut sebetulnya adalah sama, karena tenaga dalam Wudang adalah pelajaran dasar yang diberikan oleh Biksu Jueyuan kepada Zhang Sanfeng, dan itu sebenarnya diambil dari Jiu Yang Shen Gong, hanya saja, saat itu apa yang dipelajari oleh Zhang Sanfeng tidak lengkap, karena Biksu Jueyuan meninggal dalam upaya untuk menyelamatkan Zhang Sanfeng dan Guo Xiang dari kejaran para biksu Shaolin yang ingin menghukum mereka.
Zhang Sanfeng tidak seperti para biksu Shaolin, ia berpikiran terbuka dan tidak merahasiakan ilmunya dari siapapun. Saat itu bahkan para anggota Panji Lima Elemen yang mengiringi perjalanan Zhang Wuji, dan juga Fan Yao, juga ikut berlatih Tinju Taiji bersama-sama dengan semua murid Wudang setiap hari. Karena itu akhirnya ilmu ini diketahui oleh semua kalangan tanpa batas tertentu, dan berkembang sampai saat ini.
Selama mereka tinggal di Wudang, dapur perguruan itu menjadi meriah dengan kehadiran Zhou Zhiruo yang sudah terlatih untuk mengelola semua makanan bagi para anggota Emei sejak kecil. Ia membagi resep-resep masakan kepada murid Wudang yang bertugas di dapur. Ia juga mengajarkan bagaimana cara mengatur menu yang lebih beragam, supaya makanan yang tersaji itu tidak terasa membosankan.
Para murid Wudang memang semuanya adalah laki-laki, tetapi sejak kehadiran Yang Buhui sebagai istri Yin Liting, Wudang mulai mendapat sentuhan lembut seorang wanita. Ruangan-ruangannya dihias dengan lebih rapi dan indah. Kebun dan taman ditata dengan jauh lebih rapi. Aroma bunga hadir di setiap ruangan.
Zhang Wuji juga memperkaya perbendaharaan obat-obatan Wudang dengan mengajarkan bagaimana memilih tanaman herbal yang bisa dipakai sebagai obat. Semua ilmu pengobatan yang dipelajarinya sejak kecil dari Hu Qingniu sekarang diturunkannya kepada para murid Wudang yang bertugas menangani obat-obatan.
Zhao Min menambahkan sentuhan kecil di dapur Wudang dengan memberikan resep untuk membuat minuman dari fermentasi susu kuda4 yang diwariskan keluarganya. Bukan semua orang menyukai minuman ini, tetapi ia memberitahu semua orang bahwa minuman ini berkhasiat untuk memperkuat tulang dan gigi, karena itu gigi para keturunan Mongolia rata-rata sangat kuat. Mereka juga tumbuh besar dengan tulang-tulang yang kuat, ini adalah dasar yang baik untuk sebuah pasukan militer. Setelah mencobanya, ternyata Zhou Zhiruo sangat menyukai minuman ini. Dalam sehari, ia bisa meminumnya berkali-kali.
Beberapa resep untuk membuat makanan ringan ala Mongolia dan secara lebih khusus, suku Naiman, juga diberikan oleh Zhao Min.
“Tak disangka, ternyata Junzhu Niang-niang juga bisa memasak,” goda Zhou Zhiruo.
“Zhou Jiejie, semuanya ini tidak bisa dibandingkan dengan makanan buatanmu,” kata Zhao Min sambil tertawa. “Tapi aku ingin anak-anak kita tumbuh dengan tulang dan gigi yang lebih kuat, karena itu mulai sekarang aku ingin supaya keluarga kita membiasakan diri dengan minuman ini.”
Di akhir bulan pertama sejak merek tinggal di Wudang, putra pertama Yin Liting dan Yang Buhui lahir. Peristiwa itu melengkapi kebahagiaan Zhang Sanfeng di masa tuanya. Mereka mengadakan pesta kecil yang hanya melibatkan para murid Wudang, sepuluh orang anggota Panji Lima Elemen yang mengikuti Zhang Wuji, dan juga Fan Yao.
Zhang Sanfeng memberkati bayi itu dalam sebuah upacara ritual kecil sesuai dengan ajaran Tao yang dianutnya. “Semoga anak ini tumbuh menjadi anak yang baik dan berbakti kepada masyarakat dan negara, dan menghormati orang tuanya,” katanya. Ia teringat akan Song Qingshu yang mengambil jalan yang keliru, tetapi kemudian memandang bayi itu dengan harapan baru. “Dia mungkin saja akan menjadi seorang ahli silat, tetapi yang utama adalah menjadi orang yang setia dan punya karakter yang baik.”
Song Yuanqiao sekarang sudah pulih dari kesedihannya atas peristiwa yang melibatkan Song Qingshu. Ia ikut berbahagia melihat kehadiran putra pertama adik seperguruannya.
Tak lama setelah itu, mereka kembali mengadakan perjamuan untuk merayakan Tahun Baru menurut kalender Gregorian. Di masa itu, setelah Kubilai Khan berkuasa, pengaruh Barat sudah ada di wilayah Tiongkok. Mereka mulai mengenal kalender Gregorian, yang saat itu sudah memasuki tahun 1357. Para murid Ming Jiao yang mengikuti Zhang Wuji membakar domba, babi hutan dan sapi. Mereka mengadakan perjamuan untuk merayakan Tahun Baru di sekitar api unggun, dan mengucapkan harapan supaya peperangan segera berakhir, dan rakyat kembali mendapatkan ketenangan.
Tetapi tepat di tengah acara itu, Fan Yao mendapat kabar dari Ming Jiao dan buru-buru berpamitan.
“Fan Yao sudah terlalu lama meninggalkan markas,” katanya. “Beberapa bulan ini adalah saat-saat yang paling membahagiakan bagiku, bisa bersama-sama dengan Zhang Zhenren, Jiaozhu dan kedua Jiaozhu Furen di sini. Tapi saat ini ada masalah mendesak yang memaksaku kembali ke markas.” Ia membungkuk hormat kepada semua orang.
“Fan Yaoshi,” kata Zhou Zhiruo sambil tertawa. “Kau tidak usah memanggil kami ‘Furen’ segala, kurasa murid bengalmu ini juga tidak akan terbiasa dengan sebutan itu. Dan sekarang ini suamiku juga bukan lagi Jiaozhu, kurasa sudah waktunya panggilan itu berubah. Tapi kalau boleh kami ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi?”
Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya Fan Yao menjawab, “Sebetulnya kami tidak ingin mengganggu ketenangan keluarga Jiaozhu dengan masalah kecil. Kami masih bisa mengatasinya. Ini hanya soal kubu Xu Shouhui, rupanya Chen Youliang sekarang sudah mulai mencari masalah dengan menggalang orang untuk menentangnya.”
Zhang Wuji terkejut. “Ini bukan masalah kecil, bagaimana kalian akan mengurus soal ini?”
“Saat ini Yang Jiaozhu sudah mengutus orang untuk bergerak ke utara untuk mengurus masalah itu, tetapi aku sendiri juga harus menyelidikinya secara pribadi,” kata Fan Yao.
Setelah berunding sebentar dengan Zhang Sanfeng dan paman-paman gurunya, Zhang Wuji berkata, “Kami akan ikut bersamamu, siapa tahu ada yang bisa kami bantu.”
“Terima kasih atas kebaikan Jiaozhu, tapi untuk soal kecil ini kami tidak bisa mengganggu ketenangan keluarga Jiaozhu. Kalian baru menikah, bahkan masih belum pasti akan tinggal di mana,” kata Fan Yao.
Yu Lianzhou ikut bicara. “Tidak apa-apa, Fan Yaoshi, dalam hal ini murid-murid Wudang juga siap membantu kalau memang diperlukan. Kalian tinggal memberi kabar, maka kami akan bergerak.”
Zhang Wuji dan keluarganya segera berkemas dan berpamitan kepada Zhang Sanfeng dan semua paman gurunya. Malam itu juga mereka berangkat bersama-sama dengan Fan Yao menuju ke Haozhou. Tetapi baru sampai di kaki gunung, tiba-tiba Zhou Zhiruo mengeluh, dan turun dari kuda sambil berdiri memegang kepalanya. Matanya terpejam, dan ia menarik nafas dalam-dalam.
“Ada apa, Zhiruo?” tanya Zhang Wuji.
“Tidak apa-apa, beri waktu sebentar, kita bisa jalan lagi dalam beberapa menit,” kata Zhou Zhiruo.
Zhang Wuji memegang pergelangan tangannya untuk memeriksa nadinya. Beberapa saat kemudian ia tercengang, dan berkata, “Zhiruo, ini…”
Zhou Zhiruo tersipu. “Masih perlu tanya lagi,” katanya. “Ini semua karena ulahmu.”
Saat itu Zhao Min yang turun dari kuda juga ikut bertanya, “Zhou Jiejie, ada masalah apa?”
Muka Zhang Wuji memerah, tapi ia tetap menjawab, “Zhiruo sedang hamil.”
Kelompok kecil itu riuh rendah merayakan kehamilan Zhou Zhiruo, mereka saling berebut memberi selamat kepada Zhang Wuji. Tetapi dengan begitu, Fan Yao tahu bahwa rencana mereka tidak boleh dilanjutkan. “Jiaozhu, Fan Yao sungguh berterima kasih kalian mau ikut campur untuk menangani masalah ini, tapi keadaan Jiaozhu Furen tidak mengijinkan kalian untuk meneruskan perjalanan. Kelihatannya kali ini kita terpaksa berpisah di sini. Lain kali Fan Yao akan menghubungi kalian dalam situasi lebih baik.”
Zhao Min berkata, “Zhou Jiejie memang tidak bisa ikut, aku juga tidak setuju kalau kau memaksakan diri.” Ia melihat keadaan di sekitar tempat itu. Saat itu mereka sudah tiba di tepian Sungai Hanshui. Tempat itu dinaungi oleh banyak pepohonan dan sepertinya sangat asri. Zhao Min melanjutkan, “Wuji Gege, kurasa kita bisa mendirikan kemah di sini. Kau bisa menemani Zhou Jiejie bersama beberapa orang anggota Panji Lima Elemen di sini.”
“Aku?” tanya Zhang Wuji heran. “Dan kau sendiri?”
“Aku akan ikut bersama Shifu untuk membereskan keparat bermarga Chen itu,” kata Zhao Min. “Dan kurasa aku punya rencana yang cukup bagus untuk mengatasi masalah ini.”
Saat itu kungfu Zhao Min sudah maju sangat pesat. Langkah kakinya seringan bulu, tenaga dalamnya sangat kuat, meskipun masih jauh dari sempurna. Jurus Taiji yang dikembangkannya punya ciri khas tersendiri yang bahkan tidak dimiliki oleh Zhang Sanfeng maupun Zhang Wuji. Zhao Min yang sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan Zhao Min beberapa bulan yang lalu. Kungfunya bahkan tidak kalah dibandingkan dengan mantan gurunya, Fan Yao. Kekurangannya adalah, kungfu Zhao Min tetap masih belum matang.
Mendengar ucapannya, Zhou Zhiruo segera menegakkan sikap tubuhnya dan berkata, “Jangan! Aku sudah tidak apa-apa, kita bisa melanjutkan perjalanan sekarang. Terlalu berbahaya kalau kau pergi sendirian.”
Zhao Min tersenyum dan berkata, “Zhou Jiejie, kau terlalu meremehkan aku. Coba lihat kondisimu, kau jelas tidak boleh menempuh perjalanan jauh. Percayalah, aku juga tidak sendirian. Masih ada Shifu yang menemaniku.”
Zhang Wuji merasa serba salah, ia tentu saja tidak ingin berpisah dengan Zhao Min, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan Zhou Zhiruo ikut campur dalam masalah berbahaya ini. Tapi ia tahu jelas seberapa jauh kemajuan kungfu Zhao Min sampai saat ini. Setelah berpikir keras, akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Baiklah, kami akan menunggumu di sini. Kalau perlu kau bisa mengajak lima orang dari anggota Wu Xing Jie pergi bersama kalian, yang lima sisanya akan menemani kami.”
“Itu tidak perlu,” kata Fan Yao. “Kurasa akan jauh lebih leluasa kalau kita menyusup sendirian. Terlalu banyak orang ikut hanya akan menarik lebih banyak perhatian.”
Sebetulnya kalimat terakhir Fan Yao itu hanya alasan untuk meninggalkan lebih banyak orang untuk membantu Zhang Wuji. Tentu saja kalau mereka punya lebih banyak orang, akan bisa membagi tugas dengan lebih baik, dan tidak perlu berkumpul untuk menarik perhatian. Ia tahu bahwa mendirikan kemah dan memulai kehidupan baru di tempat terpencil ini bukan sesuatu yang mudah.
Zhou Zhiruo dan Zhao Min saling berpelukan sebelum mereka berpisah. Fan Yao dalam hati merasa geli, mengingat sekitar setahun yang lalu kedua perempuan ini saling berkelahi dengan ganas di tengah acara perkawinan yang batal. Sekarang ini sama sekali tak terlihat sisa-sisa permusuhan di antara keduanya.
Fan Yao dan Zhao Min memacu kuda dengan sangat cepat. Mereka membawa dua ekor kuda lagi sebagai cadangan. Hanya dalam waktu dua hari mereka sudah siap menyeberang ke utara. Ketika sedang pencari perahu untuk menyeberangi sungai, mereka secara kebetulan berpapasan dengan beberapa anggota Kai Pang yang sedang membicarakan tentang Chen Youliang. Ternyata mereka adalah anak buah Zhi Fa Zhanglao yang tewas di tangan Song Qingshu dalam pertemuan di Shaolin.
Zhao Min dan Fan Yao mengikuti dengan maksud mencari sebuah tempat sunyi yang cukup aman untuk mengajak mereka bertukar pikiran. Tak di sangka, di sebuah tikungan beberapa pengemis mengepung mereka dalam sebuah formasi yang biasa digunakan untuk menangkap musuh.
“Saudara-saudara, kami bukan musuh,” kata Zhao Min buru-buru. “Kalian pasti masih ingat kepada Fan Yaoshi dari Ming Jiao.”
Anehnya para pengemis itu bukannya mundur, tetapi malah memperketat kepungan. Zhao Min dan Fan Yao tak punya pilihan kecuali melawan.
Para pengemis itu membagi diri menjadi dua kelompok. Yang pertama mengepung Fan Yao, dan yang kedua mengepung Zhao Min. Tanpa membuang waktu barisan itu segera mengincar kaki Zhao Min, yang dalam hal ini sudah mengantisipasi serangan itu.
Zhao Min pernah dua kali menyaksikan formasi yang digunakan Kai Pang untuk mengepung lawan. Yang pertama adalah ketika mereka mendarat di Pulau Ular, Chen Youliang menggunakan formasi yang sama untuk mengepung Xie Xun. Dan yang kedua adalah pada saat rapat umum Kai Pang di sebuah kuil, di mana saat itu ia sendiri terkepung dan hampir tertangkap seandainya Zhang Wuji tidak muncul di saat yang tepat. Tetapi Zhao Min yang mereka hadapi kali ini sangat berbeda dibandingkan dua tahun yang lalu. Ketika barisan pertama menyerang kakinya, dengan tenang ia melompat tidak terlalu tinggi untuk menghindari jebakan tongkat, lalu kakinya mendarat di atas kumpulan tongkat itu dengan ringan, menjadikannya batu pijakan untuk melompat lebih tinggi langi. Ia tahu bahwa berikutnya akan datang serangan ke bagian atas tubuhnya, yang dilakukan oleh lapisan kedua. Sementara masih bersalto di udara, ia memutar tubuhnya. Barisan kedua itu lagi-lagi kehilangan sasarannya. Zhao Min menjadikan kumpulan tongkat kedua itu sebagai tumpuan untuk melesat ke arah pemimpin formasi yang berdiri agak terpisah dari barisan penyerangnya. Ia tahu pasti bahwa langkah berikutnya adalah pemimpin formasi itu akan menyerang dengan gerakan menusuk untuk menghabisinya, seandainya lapisan kedua itu gagal menemui sasaran. Tetapi gerakan Zhao Min yang sudah menduga sasaran mereka adalah jauh lebih cepat.
Ketika si pemimpin formasi itu menyadari bayangan putih berkelebat ke arahnya, saat itu sudah sangat terlambat baginya untuk mengelak. Tongkatnya berhasil direbut, dan ia sendiri telah tertotok sebelum menyadari apa yang terjadi.
“Tahan!” teriak Zhao Min sambil menodongkan tongkat yang direbutnya ke leher pemiliknya.
Seketika itu semua orang tertegun dan menghentikan serangan mereka. Pemimpin formasi yang menyerang Zhao Min adalah seorang penatua delapan kantong yang berusia sekitar empat puluh tahun. Tubuhnya kecil, pakaiannya lusuh dan bau. Kelihatannya ia datang dari kelompok Kai Pang Baju Kotor.
“Kai Pang dan Ming Jiao sejauh ini tidak bermusuhan,” kata Zhao Min dengan lantang. “Mengapa kalian tiba-tiba mencari masalah dengan kami?”
Salah seorang pengemis yang mengepungnya meludah dan mendengus. “Buih! Anggotamu membunuh beberapa anggota Kai Pang dua hari yang lalu tanpa sebab, apa maksudmu tidak bermusuhan? Seharusnya kamilah yang menanyakan pertanyaan itu!”
Fan Yao terkejut mendengar ucapan ini, tetapi ia menenangkan diri dan berkata, “Saudara-saudaraku, kami baru kembali dari tugas di tempat lain, kami sama sekali tidak tahu ada masalah seperti ini. Bisakah saudara menerangkan lebih jauh, siapa yang melakukan pembunuhan itu? Dan apakah saudara punya bukti atau saksi, bahwa memang anggota kami yang melakukannya?” Ia merangkapkan kedua tangannya dengan sopan.
“Kami ingin bertemu dengan Zhang Jiaozhu untuk minta pertanggungjawaban, tentu saja kami punya bukti dan saksi!” kata si pemimpin formasi yang mengepung Fan Yao.
Dari sini Zhao Min tahu bahwa pengunduran diri Zhang Wuji masih belum disebarluaskan, karena itu semua orang masih akan terus mencarinya untuk segala masalah Ming Jiao. Fan Yao menoleh kepada kepada penatua Kai Pang itu dan bertanya, “Bolehkan Zaixia tahu dengan siapa Zaixia sedang bicara?”
“Margaku Liang, aku menggantikan posisi Zhang Bo Longtou,” kata penatua itu.
“Ternyata Liang Zhanglao,” kata Fan Yao sambil merangkapkan kedua tangan. “Saat ini Zhang Jiaozhu sedang berada di tempat yang agak jauh, tetapi semua masalah bisa dibicarakan dengan Zhang Furen.” Ia membungkuk hormat kepada Zhao Min.
Zhao Min untuk pertama kalinya tampil di depan umum sebagai istri Zhang Wuji, ia merasa agak kikuk karena saat itu Zhang Wuji sendiri bahkan tidak ada di sisinya. Selain itu, sebenarnya saat itu Zhang Wuji sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua Ming Jiao. Tetapi karena ia masih belum tahu pasti ke mana arah yang dituju Fan Yao, ia mengikuti peranan yang disodorkan itu baik-baik. “Liang Zhanglao,” katanya dengan sikap hormat.
Liang Zhanglao mengamatinya dari atas ke bawah, dan merasa bahwa ia pernah bertemu dengan Zhao Min sebelumnya, tetapi ia sama sekali tidak mengenalinya sebagai Minmin Temur. Saat itu Zhao Min berdandan seperti layaknya seorang perempuan Han biasa yang sudah menikah, dengan rambut disanggul rapi dan tidak meninggalkan poni di dahinya.
Menilai dari kungfu yang digunakan Zhao Min untuk melumpuhkan barisan penyerangnya tadi, Liang Zhanglao dengan segera percaya bahwa Zhao Min adalah istri Zhang Wuji, karena saat itu Zhang Wuji juga menggunakan teknik yang kurang lebih sama untuk melumpuhkan mereka.
“Kurasa lebih baik kalau kita bicara di tempat lain, mungkin kalian bisa membawaku untuk bertemu dengan Shi Bangzhu,” kata Zhao Min. Shi Bangzhu yang dimaksud adalah putri tunggal ketua Kai Pang, Shi Huolong, yang ditunjuk untuk meneruskan jabatan ketua oleh wanita berbaju kuning yang menolongnya.
Zhao Min dengan sikap sopan mengembalikan tongkat yang direbutnya kepada penatua delapan kantong, yang segera mengenalkan diri sebagai Wu Zhanglao. Kedua penatua itu kemudian mengantar mereka untuk bertemu dengan Shi Hongshi, yang sekarang menjabat sebagai ketua Kai Pang.
Zhao Min sebelumnya telah melihat anak perempuan berusia sekitar lima belas tahun itu, yang sekarang telah menginjak enam belas tahun. Meskipun ia hanya seorang gadis remaja, tetapi karena ia adalah ketua Kai Pang, maka Zhao Min bersikap resmi seperti layaknya, dan memanggilnya Shi Bangzhu.
Dari cerita yang mereka dengar, ternyata memang benar bahwa dua hari yang lalu sekelompok anggota Kai Pang telah diserang oleh barisan tentara yang membawa panji-panji Ming Jiao di sebuah hutan, tidak jauh dari sebelah utara sungai. Karena tidak menduga bahwa anggota Ming Jiao akan menyerang mereka, maka kelompok tersebut semuanya binasa. Peristiwa tersebut dilaporkan oleh salah seorang penduduk setempat yang melihat kejadian itu. Selain panji-panji yang mereka bawa, seragam yang dikenakan oleh kelompok penyerang itu juga adalah ciri-ciri seragam Ming Jiao dari Panji Lima Elemen.
Mendengar keterangan ini, Fan Yao terdiam dan tidak bisa menjawab. Semua itu sama sekali di luar dugaannya. Tampaknya ada sekelompok orang yang sengaja memakai seragam dan membawa panji-panji yang biasa diusung oleh para anggota Ming Jiao untuk mencari masalah dengan Kai Pang. Tetapi selain masih harus diselidiki lebih lanjut, saat itu mereka tidak bisa begitu saja mengatakan dugaan semacam ini kepada para anggota Kai Pang. Jawaban itu hanya akan membuat mereka berpikir bahwa ia ingin mengelak dari tanggung jawab.
“Saudara-saudara,” kata Fan Yao. “Saat ini kami tidak punya jawaban yang tepat untuk masalah ini, karena kami sendiri justru baru tiba di wilayah ini. Tetapi aku bisa memastikan bahwa dari pihak kami sebagai pimpinan, sama sekali tidak pernah ada perintah untuk bermusuhan dengan Kai Pang, apalagi melakukan semua pembunuhan itu.”
“Hm!” Liang Zhanglao yang mudah naik darah bangkit sambil menggebrak meja. “Justru karena kau adalah pimpinan, makanya kau harus bertanggung jawab. Kau kira puluhan nyawa anggota kami bisa dibayar hanya dengan mengatakan bahwa dari pihakmu sama sekali tidak ada perintah untuk membunuh? Sekarang, bagaimana caramu menyelesaikan urusan ini?”
Zhao Min memutar otaknya dengan cepat. Ia berkata dengan lembut, “Liang Zhanglao, masalah seperti ini tentunya tidak bisa diselesaikan hanya dengan bicara. Kami pasti akan berusaha menangkap siapa pelakunya. Kukira ini sama saja seperti usaha kalian untuk menangkap Chen Youliang — si pengkhianat Kai Pang itu — tentu saja ini sama sekali bukan pekerjaan satu-dua hari, kan?”
Dalam hati Fan Yao tertawa melihat pancingan Zhao Min itu mengenai sasaran dengan tepat. Penatua Kai Pang itu tampak agak malu. Kai Pang tentu saja tahu di mana keberadaan Chen Youliang saat itu, tetapi Chen Youliang sudah punya sejumlah besar pasukan dan pengawal yang mengelilinginya. Untuk mendekatinya saja sudah tidak mungkin, apalagi menangkapnya.
Tapi Liang Zhanglao tidak mau kalah, ia membentak dengan suara kasar, “Kalau kelompok kalian tidak melindungi bangsat itu, sekarang juga kami pasti sudah berhasil menangkapnya!”
Karena Fan Yao tahu bahwa gerakan Xu Shouhui sebetulnya bukan murni berasal dari Ming Jiao, ia juga tahu bahwa dengan mudah pernyataan itu bisa dibantah. Tetapi kalau ia melakukannya sekarang, maka tindakan itu akan bisa merusak persatuan mereka, dan akhirnya menghambat perjuangan untuk merobohkan Dinasti Yuan. Tetapi karena saat ini Chen Youliang sudah mulai melakukan pemberontakan kepada Xu Shouhui, maka ia merasa tidak ada salahnya memanfaatkan Kai Pang untuk secara tidak langsung membantu upaya mereka. “Liang Zhanglao,” katanya dengan hati-hati. “Saat ini justru Chen Youliang sedang mencoba untuk melawan pimpinannya sendiri, kalau Zhanglao tidak percaya, kurasa hal ini bisa diselidiki dengan mudah. Kedatangan kami justru untuk menyelidiki orang itu, bagaimana mungkin kami melindungi dia?”
Liang dan Wu Zhanglao sudah mendengar kaber mengenai pemberontakan Chen Youliang melawan Xu Shouhui, kali ini mereka terdiam sejenak. “Lalu menurutmu bagaimana cara kita menyelesaikan masalah ini?” tanya Wu Zhanglao setelah beberapa saat.
Zhao Min berkata, “Biarkan kami membantu kalian menangkap Chen Youliang, dan kemudian kami akan mengungkapkan siapa dalang peristiwa pembunuhan anggota Kai Pang itu.”
Wu dan Liang Zhanglao tampak ragu-ragu, lalu menoleh kepada ketua mereka.
“Kalian jangan kuatir,” lanjut Zhao Min. “Suamiku sudah berjanji kepada Yang Jiejie untuk membantu Kai Pang dalam setiap permasalahan. Karena itu masalah Kai Pang sebetulnya juga adalah masalah kami.”
Yang Jiejie yang dimaksud Zhao Min adalah wanita berpakaian kuning yang muncul ketika pertemuan para pendekar di Shaolin. Ia mendengar saat itu Shi Hongshi, yang saat ini menjabat ketua Kai Pang, memanggilnya Yang Jiejie, karena itu ia juga menirukan sebutan itu.
Begitu mendengar nama ‘Yang Jiejie’, Shi Hongshi segera berkata, “Baik! Aku percaya Jiejie tidak berbohong.” Ia lalu berpaling kepada kedua penatua itu. “Liang Zhanglao, Wu Zhanglao, saat itu Zhang Jiaozhu membantu kita dalam mengungkap kejahatan yang dilakukan Chen Youliang dan gurunya. Sampai sekarang pun kita masih belum membalas semua kebaikannya. Aku percaya Zhang Jiaozhu pasti akan menepati janjinya. Sekarang aku mengutus kalian berdua untuk membantu mengusut masalah ini sampai tuntas.”
Mulai saat itu Wu dan Liang Zhanglao mengikuti Zhao Min dan Fan Yao untuk mendekati markas Xu Shouhui dan mencari informasi mengenai Chen Youliang. Dengan bantuan para anggota Kai Pang yang jumlahnya sulit diukur, semua informasi yang mereka perlukan bisa terkumpul dalam waktu yang luar biasa cepat.
Pasukan yang dibina Chen Youliang adalah campuran antara mantan anggota Kai Pang yang setia kepadanya, dan juga para anggota Shaolin hasil binaan mantan gurunya, Cheng Kun, alias Biksu Yuanzhen. Pada saat itu tentu saja tidak ada lagi yang menggunakan atribut pengemis atau biksu Shaolin, tetapi muka-muka mereka masih bisa dikenali oleh para anggota Kai Pang. Sedangkan para pengikut Yuanzhen bisa dikenali karena tato di tangannya. Chen Youliang mulai mengembangkan pengaruhnya di antara para pengikut dan rakyat Xu Shouhui yang menjadi raja di wilayah utara berdasarkan para pengikut setianya ini. Dari hasil penyelidikan mereka, ternyata saat itu jumlah pengikut Chen Youliang telah berkembang menjadi lebih dari separuh jumlah pengikut setia Xu Shouhui yang juga berfungsi sebagai militer. Jumlah itu masih belum termasuk rakyat jelata yang akhirnya mendukung kepemimpinan Chen Youliang.
Yang lebih mencengangkan lagi adalah, pada saat itu Chen Youliang telah mengumumkan diri sebagai seorang raja dengan gelar Raja Han. Hal ini dilakukannya setelah tahu bahwa ia mendapat dukungan cukup besar dari kalangan rakyat.
“Gila,” gumam Zhao Min sambil berpikir keras. “Ini sungguh-sungguh di luar dugaanku semula. Orang ini luar biasa pintar. Kalau melihat gejalanya, ini kurang lebih sama seperti apa yang dilakukan oleh Zhu Yuanzhang.”
Saat itu ia hanya ditemani oleh Fan Yao di sebuah kedai untuk makan siang, dan para anggota Kai Pang yang lain masih terus mengumpulkan semua informasi yang bisa mereka dapatkan.
“Kalau melihat semua informasi ini,” kata Fan Yao, “sebetulnya saat ini baik Zhu Yuanzhang atau Chen Youliang sudah sama sekali tidak memerlukan Ming Jiao. Kurasa Zhu Yuanzhang hanya memanfaatkan nama besar Ming Jiao untuk menarik lebih banyak orang lagi ke pihaknya.”
“Betul,” kata Zhao Min. “Dan bagaimana kita bisa mengenali mana yang sungguh-sungguh anggota setia Ming Jiao, dan mana yang adalah orang-orang hasil binaan Zhu Yuanzhang? Kurasa bahkan kau juga tidak bisa membedakannya, Shifu. Dan dari pihak Chen Youliang, kurasa para anggota Kai Pang juga akan sulit membedakan mana yang sungguh-sungguh anggota Kai Pang, dan mana yang adalah orang-orang hasil didikan Chen Youliang. Aku sangat yakin, mereka pasti masih menarik lebih banyak lagi anggota Kai Pang untuk menjadi pengikut Chen Youliang.”
“Kalau soal Kai Pang aku tidak tahu,” kata Fan Yao. “Tapi soal Ming Jiao aku bisa menjawab — memang tidak mungkin bisa dibedakan lagi, kecuali orangnya kita kenal secara pribadi.”
Saat itu mendadak dua sosok bayangan hitam dan putih berkelebat memasuki ruangan dan mendekati meja yang mereka tempati. “Junzhu!”
“Xuanming Er Lao!” seru Zhao Min terkejut. “Kalian ada di sini?”
Kedua orang itu memang adalah Lu Zhangke dan He Biweng. Mereka merangkapkan tangan dengan hormat ke arah Zhao Min, tetapi menatap Fan Yao dengan marah. “Ku Dashi!” bentak Lu Zhangke. “Atau seharusnya kupanggil Fan Yaoshi! Kita masih punya hutang yang belum diselesaikan!”
“Betul,” jawab Fan Yao sambil tertawa. “Kau sudah menikmati saat-saat yang indah dengan Selir Han, dan kau lupa berterima kasih kepadaku.”
Lu Zhangke yang naik darah menghancurkan meja dengan tongkatnya. Para pengunjung kedai itu seketika panik dan berhamburan keluar dari kedai. Tanpa banyak komentar lagi Lu Zhangke segera menyerang Fan Yao. “Shifu!” seru Zhao Min. “Kau mengurus Lu Xiansheng, aku ingin bermain-main dengan He Xiansheng!”
Ia segera mengerahkan qing gong-nya dan meluncur ke arah He Biweng. Fan Yao segera tahu bahwa tujuannya adalah untuk mencegah Sepasang Iblis ini menyatukan kekuatan mereka. Kalau bergebrak sendiri-sendiri, Fan Yao masih yakin akan bisa mengimbangi Lu Zhangke, tetapi kalau mereka bersatu, maka ia tidak akan mampu mengalahkan mereka.
He Biweng yang sama sekali tidak menduga bahwa Zhao Min sanggup bergerak secepat itu, nyaris terserempet tusukan pedang Zhao Min, untungnya ia masih sempat mengelak ke samping. Tetapi di luar dugaannya, pedang itu secara ajaib berputar dan masih tetap mengincar kepalanya. Ia merendahkan tubuhnya dan menggeser posisinya selangkah ke samping, tetapi pedang itu kembali berputar dengan sasaran yang tetap sama. Dengan geram He Biweng mengerahkan tenaga dalamnya dan sambil mengelak ke samping, ia meneruskan dengan sebuah pukulan ke arah sumber tusukan pedang. Tubuh Zhao Min seolah-olah berubah menjadi bayangan putih dan menghilang secara tak terduga, pukulan itu gagal mencapai sasaran, dan sebaliknya, kepalanya sekarang masih terancam oleh ujung pedang dari arah belakang. Agak kelabakan, He Biweng merunduk untuk menghindari tusukan pedang. Tetapi setengah detik berikutnya, pedang itu kembali berubah arah, dan masih tetap mengincar kepalanya. Karena memperkirakan bahwa Zhao Min saat itu ada di belakangnya, maka He Biweng memutar tubuhnya dan mengirimkan pukulan ke belakang. Tetapi pukulannya kembali menghantam angin, Zhao Min menghilang dan meninggalkan ujung pedang yang masih tetap mengincar kepalanya. Kehilangan akal, sekarang He Biweng melompat tinggi dan bersalto menjauhi titik awal di mana ia berdiri. Baru saat itu ia merasa rangkaian serangan itu reda.
Ia melihat Zhao Min berdiri sambil tersenyum di hadapannya. Ia sama sekali tidak menduga bahwa dalam waktu di bawah setahun kungfu mantan atasannya ini maju begitu pesat sehingga membuatnya kelabakan. Melihat dandanan Zhao Min sekarang, ia bisa menduga bahwa saat ini Zhao Min sudah menikah, dan kelihatannya dia adalah istri Zhang Wuji. Yang tidak bisa dimengerti adalah, bagaimana caranya kungfunya bisa meningkat sepesat itu.
He Biweng tidak tahu, sebenarnya tenaga dalam Zhao Min masih jauh dibandingkan dengan tenaga dalamnya sendiri. Karena itu sejak awal ia tidak berani membentur telapak tangan He Biweng. Ia hanya berputar mengikuti prinsip yang diajarkan oleh Zhang Sanfeng tanpa henti, dan mencari kesempatan yang tepat untuk melancarkan serangan balik tanpa melepaskan incarannya ke kepala He Biweng. Kalau bicara tentang qing gong, sejak awal Xuanming Er Lao memang bukan ahlinya, karena andalan mereka adalah gabungan tenaga dalam yang kuat. Sedangkan bagi Zhao Min sekarang, justru qing gong adalah andalannya. Zhao Min secara alamiah memang punya perawakan kecil dan gesit, tetapi ia tidak didukung oleh qing gong dan tenaga dalam yang memadai. Sekarang setelah dibina oleh Zhang Sanfeng dan Zhang Wuji, semua faktor yang tadinya menghalangi kemajuan kungfunya lenyap. Meskipun ia masih jauh dari matang, tetapi dengan kecerdikannya ia mampu membuat kesan seolah-olah ia sudah bisa mengalahkan He Biweng.
Di dorong oleh rasa penasaran, dan juga malu karena sebagai seorang senior ia dibuat kelabakan oleh seorang Zhao Min, yang sejak awal hanya dianggapnya sebagai anak manja yang hanya bisa mengandalkan fasilitas yang disediakan ayahnya, yang adalah jendral besar, dan segudang pengawal yang ada di istana, sekarang He Biweng memusatkan seluruh kekuatannya dan bersiap untuk menyerang dengan segenap kemampuannya. Ia sama sekali melupakan bahwa ayah Zhao Min tetap adalah atasannya, dan seandainya ia sampai membunuh Zhao Min atau melukainya, bukan tidak mungkin hukuman berat akan menantinya.
Dengan kekuatan penuh He Biweng melesatkan tusukan tongkat ke depan, dan dibarengi oleh telapak tangan kiri yang menyimpan tenaga dalam tingkat tinggi. Zhao Min yang sudah memperhitungkan serangan ini ternyata kelihatannya tidak bergerak menghindar, sebaliknya ia bahkan seolah-olah menyambut datangnya serangan itu dengan tangan kanannya. He Biweng dengan gembira meneruskan serangan itu untuk menubruk telapak tangan kanan Zhao Min dengan tangan kirinya, sementara tongkatnya tetap terarah ke batok kepala Zhao Min.
Fan Yao yang sedang bertempur seru melawan Lu Zhangke sangat terkejut melihat ganasnya serangan itu, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu, karena jarak mereka terpisah lebih dari tiga meter, sementara ia sendiri disibukkan oleh serangan bertubi-tubi dari Lu Zhangke.
Sama sekali di luar perhitungan He Biweng, ketika telapak tangan mereka hampir bertemu, Zhao Min memutar pergelangan tangannya sedemikian rupa sehingga telapak tangannya berbalik arah menjadi searah dengan gerakannya sendiri, sementara tubuhnya berputar ke arah yang sama untuk mengimbangi kecepatan serangan itu dan sekaligus menghindari hantaman tongkat ke arah kepalanya. Baik tongkat dan telapak tangan He Biweng luput dari sasarannya, sebaliknya, sekarang telapak tangannya mengikuti arah yang dituju oleh tangan Zhao Min, dan melesat tak terkendali sehingga menghantam pilar kokoh di tengah ruangan.
Pukulan itu menembus pilar dan membuat tangan kiri He Biweng terperangkap di dalamnya. Zhao Min menggunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri dan meluncur secepat kilat ke arah punggung Lu Zhangke yang sedang menyerang Fan Yao dengan tongkatnya.
Lu Zhangke mendengar desiran angin tajam dari arah belakangnya, dan dengan segera mengalihkan tongkatnya ke belakang untuk menyambut serangan pedang. Tetapi ternyata serangan itu hanya tipuan, pedang itu berputar ke arah kepalanya. Ketika Lu Zhangke memiringkan kepalanya untuk menghindari sambaran pedang, ia hanya melihat bayangan putih berkelebat maju dan suara teriakan Zhao Min kepada Fan Yao, “Shifu, kita pergi dari sini! Tidak ada gunanya berurusan dengan mereka!”
Keduanya melompat keluar melalui jendela yang langsung menuju ke jalanan. Lu Zhangke dan He Biweng masih sempat melihat bayangan Zhao Min dan Fan Yao yang melambaikan tangan ke arah mereka sambil tertawa, sebelum menghilang di tengah kerumunan orang yang sedang menonton perkelahian itu.
Footnotes
-
Xiao Yin Zei (小淫贼) bisa diartikan ‘Si Cabul Cilik’. Ini adalah julukan yang diberikan oleh Miejue Shitai dan para murid Emei bagi Zhang Wuji. Zhao Min selalu memakainya untuk menggoda. ↩
-
Panji Api (Huo, 火) adalah Lie Huo Jie, salah satu dari lima elemen Ming Jiao yang paling setia kepada Zhang Wuji karena sempat ditolong dari malapetaka ketika mereka menghadapi amukan Miejue Shitai saat 6 perguruan besar menyerbu Guangming Ding. Di sepanjang cerita ini kita akan memakai istilah Panji Api secara bergantian dengan Panji Lie Huo. ↩
-
Zhao Gao (趙高) adalah nama seorang pejabat di istana Qin Shi Huang, yang menurut cerita adalah seorang kasim. Nama ini di kemudian hari dipakai sebagai sebutan jika seseorang sedang menghadapi sebuah malapetaka, atau mengalami sesuatu yang buruk. Kira-kira artinya setara dengan sebutan, “Celaka!” dalam bahasa Indonesia. Setelah kematian Qin Shi Huang, kekuasaan Zhao Gao berkembang menjadi tak terkendali, hingga akhirnya dianggap menjadi penyebab utama timbulnya berbagai pemberontakan yang berujung pada tumbangnya Dinasti Qin, yang adalah kekaisaran pertama di Tiongkok. ↩
-
Minuman ini bernama Airag, rasanya mirip yoghurt, tetapi mengandung sekitar 2% alkohol. ↩