Bab 40

Ilustrasi Bab 40

Keesokan harinya Zhang Wuji bangun pagi-pagi sekali dan segera melompat ke atas sebuah pohon tinggi untuk mengamati pertahanan lawan. Perkemahan musuh tampak sibuk dengan berbagai kegiatan, tampaknya mereka sedang bersiap untuk menyerang.

“Min Mei!” panggil Zhang Wuji.

“Hmm… ada apa?” sahut Zhao Min.

Zhang Wuji ragu-ragu, lalu berkata, “Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin memanggil namamu.” Sebetulnya ia ingin berdiskusi dengan Zhao Min tentang bagaimana cara menghadapi pasukan Yuan karena ia tahu betul bahwa Zhao Min pasti banyak tahu mengenai kubu lawan, dan ia pastilah punya ide-ide yang cemerlang. Tapi kemudian ia berpikir, “Dia bagaimana pun juga adalah seorang Putri dari pihak pemerintah. Dia mengkhianati ayah dan kakaknya untuk mengikuti aku. Rasanya sungguh keterlaluan kalau aku memintanya membantuku membunuh sesamanya para bangsa Mongol.” Karena itu deretan kalimat yang sudah di ujung lidah tidak jadi keluar dari mulutnya.

Zhao Min memperhatikan perubahan air mukanya, ia tahu apa yang sebetulnya ingin dikatakan Zhang Wuji. Ia menghela nafas dan berkata, “Wuji Gege, kau bisa memahami perasaanku yang paling dalam, aku sungguh tidak bisa mengatakan apa-apa.”

Zhang Wuji kembali ke kamarnya dengan pikiran kalut, tidak tahu pasti apa yang seharusnya dilakukan. Dengan pikiran kosong ia mengambil dua jilid buku yang dibawa Zhao Min semalam. Ia membaca beberapa halaman dari Jiu Yin Zhen Jing, dan ia juga sempat membaca sekilas buku warisan Wumu. Lagi-lagi, setelah membaca beberapa halaman ia terpaku pada lima karakter kecil ‘Bing Kun Niu Tou Shan’1. Hatinya terusik. Ia terus membaca dan menemukan bahwa di bagian ini Yue Fei menceritakan pengalamannya ketika pasukannya yang kalah jumlah dikepung oleh pasukan Jin, dan bagaimana ia kemudian lolos dari perangkap itu, bagaimana ia mengerahkan pasukan istimewa, bagaimana ia melancarkan serangan serempak dan merebut kemenangan yang sangat menentukan. Rangkaian serangan itu diceritakan secara sangat terperinci.

Zhang Wuji menepuk meja, “Surga sungguh menolongku!” serunya. Ia meletakkan buku itu di atas meja, lalu mulai berpikir. Situasi yang dihadapinya saat ini di Puncak Gunung Shaoshi sangat berbeda dengan apa yang dialami Yue Fei ratusan tahun yang lalu di Bukit Niu. Akan tetapi, jika ia menggunakan taktik yang sama, rasanya tak ada alasan mengapa ia tidak bisa menang dengan melancarkan serangan mendadak.

Kekagumannya semakin tumbuh setelah ia memikirkan taktik ini lebih dalam lagi, sepertinya Yue Fei sungguh adalah seorang jenius yang dikirim dari Surga. Menghadapi situasi kalut, orang biasa tidak akan bisa memikirkan cara semacam ini. Ia juga berpikir bahwa sebetulnya strategi perang sama seperti kungfu, tanpa bimbingan seorang ahli orang tidak akan bisa memikirkan rencana seperti ini, betapapun pintar atau bodohnya orang itu.

Setelah mencelupkan jarinya ke cangkir teh, ia mulai menggambar peta kuil itu di atas meja. Meskipun sekarang ini mereka menghadapi situasi berbahaya, siapa berani memastikan bahwa mereka tidak akan beruntung dan menang menghadapi musuh? Kubu mereka jauh lebih sedikit, musuh jauh lebih banyak. Mereka tidak akan menang kalau berarak keluar dengan formasi biasa dan menghadapi lawan dalam pertempuran terbuka.

Begitu rencananya cukup matang, ia pergi ke Da Xiong Bao Dian dan memita Kong Wen Dashi untuk memanggil para pendekar. Dalam waktu singkat semua orang sudah berkumpul.

Zhang Wuji berdiri dan berkata, “Saat ini pasukan Mongolia sedang berkumpul di kaki gunung. Bisa disimpulkan tidak lama lagi mereka akan melancarkan serangan besar-besaran. Meskipun kita berhasil memenangkan pertempuran kecil kemarin dan merusak semangat juang mereka, tetapi kita akan terdesak hebat dan sulit bertahan jika mereka bertempur dengan nekad tanpa mempedulikan hidup-mati mereka sendiri. Zaixia tidak punya bakat untuk memimpin pasukan, adalah karena kepercayaan dari para pendekar sekalian bahwa saat ini Zaixia berada dalam posisi untuk memimpin sebagai komandan sementara pasukan kita ini. Hari ini kita kembali bersatu menghadapi musuh yang sama, aku meminta para pendekar sekalian untuk mematuhi perintahku.”

Secara serempak para pendekar itu menjawab dengan suara bulat, “Keluarkan perintah, kami akan mengikutinya, tak ada seorang pun yang berani membantah!”

“Baiklah,” kata Zhang Wuji. “Pemimpin Panji Wu, terima perintah!”

Pemimpin Panji Rui Jin, Wu Jingcao, melangkah ke depan, membungkuk dan berkata, “Bawahanmu siap menerima perintah.” Sementara di dalam hati ia berkata, “Ini pertama kalinya Jiaozhu memberikan perintahnya secara langsung kepadaku. Tak peduli bahaya apapun yang akan kuhadapi, aku akan mengerjakannya dengan taruhan nyawa.”

Zhang Wuji berkata, “Kau kuperintahkan untuk memimpin semua orang di bawah panji-panjimu untuk mengawasi komando dan aturan. Siapapun juga dari para pendekar dan pejuang yang berani melanggar perintahku, tombak dan kapak dari Panji Rui Jin harus dilontarkan kepada orang itu! Hukum ini berlaku juga bagi para senior dan penatua dari sekte kita sendiri, dan juga kepada semua pendekar senior dan para guru dari dunia persilatan. Dalam hal ini tidak ada perkecualian.”

“Perintah diterima!” sahut Wu Jingcao dengan lantang. Ia mengambil sebuah bendera putih kecil dari sakunya, dan memegangnya erat-erat dengan kedua tangannya.

Baik dalam nama maupun teknik bela diri, Wu Jingcao sama sekali bukan tergolong seorang pendekar kelas satu, karena itu sebelumnya tak seorangpun memandangnya terlalu tinggi. Tetapi setelah Panji Lima Elemen mendemonstrasikan kebolehan mereka hari sebelumnya, mereka semua tahu bahwa kemanapun bendera kecil itu pergi, dengan segera akan diikuti oleh 500 anak panah, 500 tombak, dan 500 kapak pendek. Orang dengan ilmu silat setinggi lagit sekalipun dengan segera akan berubah menjadi daging giling menghadapi ini. Karena itu begitu melihat Wu Jingcao mengeluarkan bendera putih itu, hati mereka jadi gentar.

Alasan di balik semua perintah itu adalah Zhang Wuji sebelumnya telah menelusuri dengan cermat kitab warisan Wumu, dan bagian pertama dimulai dengan sebuah kalimat, “Jalan menuju sukses dalam melatih sebuah pasukan dimulai dengan disiplin yang ketat.” Ia tahu bahwa setiap orang dari para pendekar Jianghu ini adalah manusia yang sangat bangga akan kemampuan mereka sendiri, semuanya terbiasa melakukan segala hal yang mereka pikir baik dan benar. Meskipun sebagai individu setiap orang dari mereka adalah seorang pendekar dengan kemampuan bela diri tingkat tinggi, tetapi untuk bertempur bersama-sama sebagai sebuah pasukan, mereka tak ada bedanya dengan sebuah pohon tinggi dengan cabang dan ranting yang tumbuh ke berbagai arah dengan kacau tanpa aturan. Tanpa ada orang yang membatasi dan mengatur, memaksa mereka untuk tunduk dan mengikuti perintah, mereka semua tak akan punya peluang untuk memenangkan pertempuran ini. Karena itu perintah pertamanya adalah memasang Panji Rui Jin sebagai pagar yang menjaga disiplin.

Sambil menunjuk tembok tinggi di depan aula, Zhang Wuji berkata, “Para pendekar sekalian, siapapun juga yang memiliki ilmu meringankan tubuh istimewa, tolong tunjukkan dengan jalan melompati tembok tinggi itu.”

Di antara para pendekar itu, tidak sedikit yang menunjukkan muka tidak puas. Mereka berpikir, “Omongan tidak bermutu macam apa ini, menyuruh kita pamer kemampuan melompat?” Beberapa orang senior bahkan merasa bahwa ia sedang menghina mereka, dan mereka sama sekali tidak puas.

Zhang Songxi melangkah keluar dari kerumunan dan berkata, “Aku bisa.” Dan ia segera melompati tembok itu, dengan ringan mendarat di sisi seberangnya. Ilmu meringankan tubuh Wudang Pai, Ti Yun Zong2, memang cukup terkenal di dunia persilatan. Bagi seseorang dengan kemampuan seperti Zhang Songxi hal ini semudah meniup debu. Tetapi ia sama sekali bukan sedang pamer kebolehan, ia hanya dengan sejujurnya menunjukkan kemampuan sesuai dengan perintah. Karena itu secara berturut-turut Yu Lianzhou, Yin Liting, Yang Xiao, Wei Yixiao, Yin Yewang dan semua ahli lainnya satu-persatu mulai mengikuti contohnya.

Seperti kumpulan kupu-kupu yang terbang melintasi taman bunga para pendekar itu melompati tembok tinggi satu-persatu. Beberapa orang di antara mereka memang memamerkan kebolehan dengan menambahkan aneka macam gaya di tengah udara. Setelah lebih dari empat ratus orang melompat, sepertinya tidak ada lagi yang ingin mencoba.

Tembok itu sungguh tidak rendah. Tanpa qing gong yang memadai orang tidak akan bisa melompatinya dengan mudah. Bukan semua pendekar melatih diri dengan ilmu yang sama. Banyak di antara mereka rajin melatih tinju dan tendangan atau penggunaan berbagai senjata, jadi qing gong mereka biasa saja, karena itu mereka juga tidak ingin menunjukkan kelemahan mereka dengan cara ini.

Zhang Wuji memperhatikan bahwa sekitar delapan sampai sembilan puluh orang di antara empat ratus orang ini adalah biksu Shaolin. Ia berpikir, “Shaolin Pai sungguh layak disebut perguruan silat nomor satu di dunia persilatan. Hanya soal ilmu meringankan tubuh saja, jumlah para ahli mereka sudah jauh melampaui perguruan lain.” Karena itu ia kemudian mengeluarkan perintahnya, “Paman Yu, Paman Zhang, Paman Yin, kalian bertiga memimpin semua pendekar yang punya kemampuan qing gong tinggi ini untuk menggertak lawan. Kalian semua harus pura-pura lolos dari kuil, dan membuat pasukan lawan mengejar kalian, dan ketika kalian sampai di balik gunung…” Ia kemudian melanjutkan dengan detil-detil rencana tersebut.

Ketiga pendekar Wudang itu menerima perintah. Zhang Wuji mengeluarkan perintah selanjutnya, yaitu siapa yang bertugas memasang perangkap, yang akan memotong barisan pertahanan lawan dari belakang, yang akan bertempur di garis depan, dan selanjutnya. Semuanya dijelaskan secara sangat terperinci.

Yang Xiao dan semua orang lain memperhatikan betapa terperinci dan jeniusnya taktik yang dijelaskan Zhang Wuji. Semua formasi dan perangkap yang dibuat begitu jelas dan rapi, seolah-olah semuanya itu sudah dipikirkan masak-masak. Mereka sangat terkesan, tak seorang pun tahu bahwa ia sebetulnya menggunakan taktik militer yang ada di dalam kitab warisan Wumu. Tentu saja ia juga membuat perubahan seperlunya karena perbedaan medan tempur dan karakteristik pasukan.

Setelah menyelesaikan penugasan, Zhang Wuji akhirnya berkata, “Aku meminta Kong Wen Fangzhang dan Kong Zhi Dashi untu memimpin para murid baik laki-laki maupun perempuan dari Emei Pai, untuk menangani para relawan yang cedera atau tewas.” Karena Zhou Zhiruo tidak hadir, Emei Pai tidak punya pemimpin. Zhang Wuji sadar akan rasa tidak suka para murid Emei terhadap dirinya, karena itu ia merasa sangat tidak pantas baginya untuk memimpin para murid Emei. Karena alasan inilah ia meminta Kong Wen dan Kong Zhi, dua orang biksu dengan reputasi dan moral yang tidak bisa diragukan, untuk bertindak sebagai pemimpin mereka. Ia beranggapan bahwa para murid Emei tidak akan menolak kepemimpinan mereka, dan nyatanya hal itulah yang terjadi. Begitu mendengar perintah itu, para murid Emei, baik laki-laki maupun perempuan diam-diam menerimanya tanpa membuka mulut untuk protes.

Dengan suara nyaring dan jernih Zhang Wuji berkata, “Hari ini, para pendekar dan pahlawan di Dataran Tengah bersatu untuk memerangi pendudukan Xiong Nu3. Bagi yang bertugas untuk membunyikan lonceng dan memukul genderang dari kuil Shaolin, dipersilakan untuk melakukan tugasnya.” Para pendekar itu menanggapi dengan pekikan dan sorak-sorai yang memekakkan telinga dan mengguncangkan bumi. Mereka dengan segera menghunus senjata dengan semangat tinggi.

Panji Lie Huo telah membawa sejumlah kayu bakar dari dalam kuil dan menumpuknya di depan pintu gerbang. Mereka segera menyalakannya, dan dengan cepat asap tebal membumbung ke langit. Panji Hou Tu menyebarkan endapan lumpur di atas berbagai aula di kuil, di mana Panji Lie Huo menyalakan api mereka. Dengan cara ini api yang dinyalakan itu tidak akan menyebar ke sebelah bawah bangunan, tetapi dari kejauhan yang tampak adalah beberapa ratus aula dan bangunan lain di kompleks biara Shaolin seolah-olah terbakar.

Dari kaki gunung, para prajurit Yuan mendengar suara lonceng dan genderang, yang bagi mereka terdengar seperti panggilan darurat, lalu mereka melihat jilatan api yang berkobar di atas gunung. “Celaka,” kata mereka. “Para Man Zi4 itu membakar kuil mereka sendiri, mereka pasti melarikan diri.”

Memimpin lebih dari 150 orang ahli qing gong, Yu Lianzhou bergegas menuruni gunung dari sebelah kiri Puncak Shaoshi. Sebelum mereka mencapai bagian tengah gunung, para prajurit Yuan sudah ribut dan berbaris dalam formasi yang rapi untuk mengejar mereka. Kumpulan pendekar itu menyebar ke berbagai arah, sehingga para prajurit Yuan mengalami kesulitan untuk menembak mereka dengan anak panah.

Zhang Songxi memimpin kelompok kedua. Yin Liting memimpin kelompok ketiga. Mereka masing-masing membawa buntalan besar di punggung mereka. Buntalan itu entah berisi kayu atau tumpukan pakaian. Di mata para prajurit Yuan, mereka seperti sedang meninggalkan kuil dengan membawa berbagai benda berharga, tetapi buntalan itu sebenarnya berfungsi sebagai perisai yang melindungi mereka dari tembakan panah.

Karena kepulan asap tebal, pasukan Yuan tidak bisa melihat dengan jelas ada berapa banyak orang yang melarikan diri. Karenanya mereka membagi pasukan menjadi dua kelompok. Sepuluh ribu prajurit dengan segera mengikuti para pelarian itu, sementara sepuluh ribu lainnya tetap bertahan di posisi semula.

“Yang Zuoshi,” kata Zhang Wuji sambil berpaling kepada Yang Xiao. “Jendral Tartar itu punya pengetahuan yang baik tentang taktik militer, dia tidak memerintahkan semua pasukan untuk mengejar. Ini bisa menjadi sumber kesulitan bagi kita.”

“Ya,” kata Yang Xiao. “Ini memang harus kita perhatikan.”

Mereka mendengar derap kaki kuda dari arah kaki gunung. Dua ribu orang kavaleri Yuan yang kuat membagi diri menjadi dua kelompok dan mulai bergerak ke arah puncak dari sisi kiri dan kanan. Jalan setapak di gunung itu kasar, tetapi kuda-kuda Mongolia sanggup berpacu dengan cepat, seolah-olah sedang terbang. Dengan tombak panjang dan baju besi mereka, penampilan pasukan Yuan itu sungguh sangat mengesankan.

Ketika garis depan kavaleri Yuan tiba di bangunan di tengah jalan ke puncak, Zhang Wuji memberi isyarat. Dari kedua sisi jalan Panji Lie Huo bergerak mendekat, merunduk di antara rerumputan tinggi. Begitu dua ribu pasukan kuat itu mendekat beberapa ratus zhang lagi, Xin Ran membunyikan peluit. Pasukannya dengan segera menyebarkan minyak ke arah musuh, diikuti dengan lontaran bola api, membakar baik kuda maupun pengunggangnya. Kuda-kuda itu meringkik kesakitan, sebagian besar dari mereka bergulingan menuruni gunung, menciptakan kekacauan besar.

Disiplin para prajurit Yuan sungguh sangat ketat. Begitu barisan depan pertahanan mereka kalah, barisan belakang tidak bergerak. Di bawah komando jendral mereka, tiga ribu prajurit segera turun dari kuda dan berbaris rapi untuk menyerang. Sekali lagi Panji Lie Huo menembakkan api mereka, membakar beberapa ratus prajurit. Tetapi dengan kegigihan yang tak tertandingi, sisa-sisa prajurit itu tetap maju dalam barisan rapi untuk menyerang.

Tang Yang, pemimpin Panji Hong Shui melambaikan bendera hitamnya. Semburan air beracun segera terpancar. Berikutnya, Panji Hou Tu juga menyebarkan pasir beracun, membuat para prajurit Yuan menjadi kalang-kabut dan mulai kehilangan disiplin mereka. Beberapa ratus prajurit berhasil mendekati puncak gunung. Tetapi para prajurit itu seluruhnya disapu bersih oleh Panji Rui Jin dan Ju Mu.

Dari kaki gunung tiba-tiba terdengar suara genderang. Lima ribu prajurit berarak maju dengan perisai besar di tangan, menciptakan tembok raksasa yang bergerak perlahan. Dengan cara ini, api, air dan pasir beracun kehilangan efeknya. Bahkan batu-batu besar yang digelindingkan oleh Panji Ju Mu hanya berhasil membuat retakan kecil di antara barisan itu, yang dengan segera tertutup lagi.

Melihat situasi terdesak ini, Ketua Shaolin Kong Wen Dashi berkata, “Zhang Jiaozhu, harap perintahkan semua orang untuk segera mundur. Kita harus mengamankan dunia persilatan di Dataran Tengah. Meskipun hari ini kita kalah, kita pasti akan bisa membalas di kemudian hari.”

Di tengah kece,asan ini, tiba-tiba mereka mendengar tabuhan genderang logam dari arfah kaki gunung, yang diikuti oleh tembakan roket ke langit. Pekikan perang bangkit dari segala penjuru.

Yang Xiao berseru kegirangan, “Jiaozhu, bala bantuan kita tiba!”

Melongok dari puncak gunung, mereka tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di kaki gunung, tetapi mereka bisa melihat kepulan debu dan mendengar seruan manusia bercampur ringkikan kuda. Jelas sekali, pasukan yang baru datang itu jumlahnya sangat besar.

Zhang Wuji berseru dengan lantang, “Bantuan telah tiba! Semuanya bergerak menyerang!” Dari puncak gunung para pendekar itu menyerang turun dengan senjata di tangan.

Zhang Wuji berteriak lagi, “Pendekar sekalian, kita bunuh para pejabat dulu, sebelum membunuh para prajurit.”

Kumpulan para pendekar itu meneruskan seruannya, “Bunuh para pejabat dulu sebelum para prajurit!”

Para prajurit Mongolia dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap sepuluh tentara membentuk sebuah unit sepuluh orang. Setiap sepuluh Unit Sepuluh Orang itu akan membentuk Unit Seratus Orang. Dengan cara yang sama mereka akan membentuk Unit Seribu Orang, lalu Unit sepuluh Ribu Orang, dan seterusnya. Semuanya membentuk lapisan komando yang sangat rapi. Ketika mereka maju berperang, semuanya akan seperti otak memerintahkan lengan, dan lengan itu kemudian memerintah tangan, lalu tangan memerintah jari. Jika kedua pasukan itu berhadapan, maka perintah Zhang Wuji untuk membunuh para perwira tinggi terlebih dahulu adalah sangat sulit dilaksanakan. Tetapi pada saat itu para prajurit Yuan tercerai-berai di sisi gunung. Meskipun pasukan Yuan tergolong pasukan elit, tetapi bagaimanapun juga ilmu bela diri para prajurit itu sangat jauh dibandingkan dengan ilmu silat para pendekar Dataran Pusat. Dengan segera beberapa orang Qian Fu Zhang5 dan Bai Fu Zhang6 tewas terbunuh. Para prajurit Mongolia mulai kehilangan komando mereka dan tidak lagi teratur.

Ketika menyerbu turun, Zhang Wuji dan yang lain melihat bendera berkibar di kaki gunung. Yang di selatan mengandung karakter ‘Xu’, sementara yang di utara mengandung karakter ‘Chang’. Dengan demikian mereka tahu bahwa pasukan Xu Da dan Chang Yuchun telah tiba.

Kedua orang itu semula ditempatkan di Sungai Huai Si. Kali ini mereka baru saja bergerak ke arah Henan ketika Budai Heshang, Shuo Bude tiba dan berteriak minta bantuan. Ketika mendengar bahwa ketua mereka sedang menghadapi serangan di puncak Shaoshi, mereka dengan segera mengirimkan pasukan yang berpacu sepanjang siang dan malam menuju ke puncak Gunung Shaoshi. Saat itu di sekitar Hubei dan Henan para prajurit Ming telah memerangi Yuan selama beberapa tahun, dan kedua pihak memenangkan wilayah yang saling tumpang tindih. Karena mereka tidak terlalu jauh dari Gunung Shaoshi, dan segera berangkat begitu mendengar kabar, maka mereka berhasil mencapai puncak itu dalam tempo kurang dari dua hari.

Xu Da dan Chang Yuchun telah cukup lama memegang komando pasukan Ming, terlebih lagi pasukan mereka sangat besar, maka mereka dengan cepat berhasil memaksa pasukan Yuan mundur ke arah barat.

Unit Sepuluh Ribu Orang dari pasukan Yuan lainnya sedang mengejar para pendekar yang berpura-pura melarikan diri ke arah lembah di bagian barat. Yu Lianzhou, Zhang Songxi dan Yin Liting memimpin beberapa ratus orang pendekar dengan qing gong tingkat tinggi untuk bertempur dan mundur ke dalam lembah. Wan Fu Zhang7 dari prajurit Yuan melihat bahwa ketiga sisi dari lembah itu semuanya adalah tebing curam, lembah itu tampak sangat berbahaya. Tetapi karena melihat kecilnya jumlah lawan, ia menyimpulkan bahwa kalaupun lawan menyiapkan perangkap di situ, mereka akan mampu menanganinya. Karena itu ia memberikan isyarat untuk terus mengejar ke dalam lembah.

Begitu Yu Lianzhou dan yang lain tiba di dasar lembah, mereka dengan segera memanjat naik melalui beberapa lusin tali panjang yang sebelumnya telah disiapkan. Ketika Wan Fu Zhang itu menyadari bahwa mereka telah masuk ke dalam perangkap, ia cepat-cepat memberikan perintah mundur. Tetapi alangkah terkejutnya ia setelah menyadari bahwa di jalan masuk lembah mereka ternyata dihadang oleh semburan air dan pasir beracun, berikut hujan anak panah dan api, sementara Panji Ju Mu juga menghujani mereka dengan batu-batu besar untuk menutup jalan masuk ke lembah.

Sementara itu, pasukan kedua yang kalah juga didesak masuk ke arah lembah. Ketika melihat tidak ada jalan keluar, mereka berlarian di sekitar lembah dan pegunungan, tercerai-berai ke segala arah. Secara berturut-turut Zhang Wuji dan Xu Da tiba di tempat itu. “Sayang sekali!” keluh mereka. Kalau saja rencana ini mereka kerjakan dengan lebih rapi, maka pasukan kedua itu juga akan bisa didesak masuk ke lembah dan sepenuhnya dihancurkan.

Zhang Wuji sama sekali tidak mengira bahwa pasukan Yuan akan membagi diri menjadi dua kelompok, ia juga tidak mengira bahwa bala bantuan akan hadir begitu cepat. Tentu saja, memimpin pasukan di medan perang adalah sama sekali berbeda dengan menjadi pemimpin sekte. Meskipun kitab warisan Wumu berisi strategi perang yang luar biasa, tapi pada akhirnya sungguh tidak mudah menyelaraskan teori dengan praktek di lapangan. Jika saja Xu Da dan Chang Yuchun tidak tiba tepat waktu, maka Biara Shaolin pasti akan menemui malapetaka besar dan berhasil dihancurkan. Pasukan Yuan yang pertama terjebak di dalam lembah juga akhirnya akan bisa diselamatkan oleh rekan-rekan mereka.

Xu Da dengan segera memerintahkan pasukannya untuk menuruk jalan masuk ke lembah itu dengan lumpur dan batu-batuan. Ia juga memerintahkan para penembak jitunya untuk memanjat tebing. Berada di posisi lebih tinggi, mereka kemudian menghujani pasukan Yuan yang terperangkap di lembah itu dengan anak panah. Para prajurit Yuan terkurung oleh dinding lembah, mereka tidak mampu membalas dan hanya bisa bersembunyi di balik batu-batu pegunungan.

Tak lama kemudian pasukan Chang Yuchun tiba. Ia sangat gembira bisa bertemu kembali dengan Zhang Wuji setelah berpisah cukup lama.

“Singkirkan lumpur dan batu-batu ini,” serunya. “Kita akan menyapu bersih orang-orang Tartar.”

Xu Da tertawa dan berkata, “Di lembah itu tidak ada makanan dan air. Beri waktu tujuh sampai delapan hari, orang-orang itu akan mati kelaparan sendiri. Untuk apa kita harus susah-payah memerangi mereka, Saudaraku?”

Chang Yuchun juga tertawa, “Aku selalu lebih suka membunuh mereka dengan tanganku sendiri.” Meskipun Chang Yuchun lebih tua dari Xu Da, ia sudah mengakui kecerdasan dan kemampuan Xu Da. Dan ia juga melihat bahwa Zhang Wuji tidak bertentangan dengan Xu Da, jadi ia tidak membantah lebih lanjut lagi.

Xu Da dan Chang Yuchun adalah orang-orang yang terlatih di medan perang, perintah-perintah yang mereka berikan sangat tegas dan tepat ke sasaran. Zhang Wuji menyadari bahwa dalam strategi perang ia sungguh kalah jauh dibandingkan mereka berdua, karena itu ia meminta Xuda dan Chang Yuchun untuk memimpin pengejaran dan membunuh para prajurit Yuan yang melarikan diri.

Malam itu, puncak Shaoshi bergetar oleh kegembiraan ketika para pasukan Ming Jiao bersama para pendekar dari berbagai perguruan merayakan kemenangan mereka. Setelah beberapa hari berturut-turut terpaksa makan makanan para vegetarian di dalam kuil Shaolin, mereka merasa sangat bosan dengan makanan itu. Malam itu arak dan daging meluap kemana-mana, semua orang bisa makan sepuasnya.

Di tengah perjamuan itu Zhang Wuji menanyakan kesehatan Chang Yuchun, ia ingin tahu apakah Chang Yuchun dengan patuh minum obat seperti yang dianjurkannya untuk memelihara kesehatannya. Tetapi Chang Yuchun tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Jiaozhu, jangan kuatir. Lao Chang sangat sehat seperti kerbau, setiap kali makan aku sanggup menghabiskan tiga kati daging dan enam mangkuk besar nasi. Selama peperangan kalau kurang tidur tiga hari-tiga malam berturut-turut juga tidak akan membuatku sakit.” Ia mengisyaratkan bahwa ia sama sekali tidak perlu minum obat lagi. Tetapi Zhang Wuji masih ingat apa yang dikatakan oleh Hu Qingniu, karena itu ia dengan serius menyuruh Chang Yuchun minum obat untuk menjaga kesehatannya. Chang Yuchun hanya mengiyakan ala kadarnya, dalam hati ia sama sekali tidak setuju dengan nasihat Zhang Wuji.

Xu Da menuangkan secawan penuh arak untuk Zhang Wuji. “Selamat, Jiaozhu,” katanya. “Mohon terima arak ini!” Zhang Wuji menerima cawan itu dan menghabiskan isinya.

Xu Da berkata, “Bawashanmu ini selalu mengagumi keberanian Jiaozhu dan kebijaksanaanmu dalam menghadapi orang lain, juga mengagumi kungfumu yang tak tertandingi. Tapi aku sungguh terkejut setelah melihat taktik militermu ternyata juga luar biasa. Ini benar-benar keberuntungan besar bagi sekte kita, dan keuntungan bagi rakyat jelata di segala tempat.”

Zhang Wuji tertawa dan berkata, “Xu Dage, tidak perlu memujiku. Kemenangan besar kita hari ini pertama-tama adalah karena pasukan kalian berdua — Xu Dage dan Chang Dage — yang datang luar biasa cepat. Dan kedua adalah berkat kitab warisan Yue Wumu yang luar biasa. Xiao Di sungguh-sungguh tidak layak menerima secuilpun pujian dalam hal ini.”

“Apa itu kitab warisan Yue Wumu?” tanya Xu Da ingin tahu. “Aku minta Jiaozhu sudi menjelaskan.”

Zhang Wuji mengambil lembaran buku kekuningan dari dalam sakunya. Itu adalah kitab warisan Wumu, yang sebelumnya ada di dalam Golok Pembunuh Naga. Ia membolak-balik halaman sampai tiba di bagian ‘Pasukan Terperangkap Di Gunung Niu’, dan menyerahkannya kepada Xu Da.

Xu Da menerima kitab itu dengan kedua tangannya dan mulai membaca dengan penuh minat. Ia tak sanggup menahan diri dan terpesona, sekaligus terkejut. “Kemampuan Wumu dalam mengatur pasukan sungguh luar biasa, tak tertandingi oleh generasi kita sekarang ini,” ia menghela nafas. “Kalau Yue Wumu masih hidup saat ini, dan memimpin para pejuang di Zhong Yuan, kita tidak perlu kuatir lagi tentang mengusir Tartar kembali ke padang rumput Utara.”

Sambil mengatakan hal itu ia dengan sikap penuh hormat mengembalikan kitab itu, tetapi Zhang Wuji tidak ingin menerimanya. Ia malah berkata, “Harta terbesar di dunia persilatan, Golok Pembunuh Naga, menguasai segala sesuatu di kolong langit, tak seorang pun berani membantah. Makna sebenarnya dari kalimat-kalimat ini, baru hari ini aku akhirnya mengerti. Yang disebut ‘Harta terbesar’ itu bukan golok itu sendiri, tetapi warisan yang ada di dalamnya. Kalau strategi militer ini digunakan dalam pertempuran, maka hasilnya adalah kemenangan, menyerang akan menundukkan musuh. Dan akhirnya ‘menguasai segala sesuatu di kolong langit, tak seorang pun berani membantah’. Kalau bukan begitu, mana mungkin seseorang bisa ‘memguasai kolong langit’ hanya berbekal sebuah golok? Xu Dage, aku meneruskan kitab pusaka ini kepadamu. Kuharap kau akan menggunakan catatan penting peninggalan Wumu ini untuk mengambil kembali negeri kita dan menyiapkan kekaisaran yang baru.”

Xu Da sangat terkejut. “Wawasan dan kemampuan macam apa yang kumiliki?” Ia buru-buru berkata, “Aku mana mungkin layak menerima pemberian yang begitu berharga dari Jiaozhu?”

“Xu Dage,” jawab Zhang Wuji. “Harap jangan menolak. Aku memberikan buku ini kepadamu demi kepentingan rakyat.”

Xu Da menerima buku itu dengan tangan gemetar. Zhang Wuji melanjutkan, “Ada dua baris kalimat lagi di dalam peribahasa yang beredar di dunia persilatan: ‘Pedang Yitian tidak muncul, siapa yang bisa menandingi ketajamannya?’ Saat ini Pedang Yitian telah patah menjadi dua, tetapi suatu saat nanti seseorang akan memperbaikinya. Tersembunyi di dalam pedang itu sebuah kitab ilmu silat yang sangat dahsyat. Aku juga tahu apa makna di balik kedua kalimat terakhir itu. Buku strategi militer itu dipakai untuk mendesak mundur suku Tartar. Seseorang akan mengambil alih pemerintahan. Jika akhirnya penguasa baru itu menyalahgunakan kekuasaannya, maka ia sama saja dengan mengganti seorang tiran dengan tiran lainnya, dan rakyat jelata tetap akan menderita, lalu akan datang suatu hari di mana seorang pendekar akan muncul, dengan Pedang Yitian di tangannya, dia akan memenggal kepala si tiran itu. Meskipun dengan menguasai jutaan prajurit si tiran itu sanggup menguasai dunia, tetapi bukan berarti ia akan mampu bertahan melawan satu jurus dari Pedang Yitian. Xu Dage, aku berharap kau mengingat apa yang kukatakan pada hari ini.”

Punggung Xu Da basah oleh keringat dingin, ia tidak berani menolak lagi. “Bawahanmu akan mengingat setiap patah kata dari Jiaozhu pada hari ini.” katanya. Dengan penuh hormat ia meltakkan kitan Wumu di atas meja, ia berlutut dan kowtow empat kali sebelum sekali lagi berterima kasih kepada Zhang Wuji karena memberikan kitab itu kepadanya.

Mulai saat itu, Xu Da benar-benar memimpin pasukan dengan kemampuan tingkat tinggi, secara berturut-turut ia mengalahkan pasukan Yuan, sampai akhirnya ia memegang jabatan panglima dalam ekpedisi ke Utara, untuk mengusir Mongolia kembali ke seberang tembok besar. Prestasi Xu Da mengguncangkan padang rumput Utara, ia mengukir sukses besar dalam generasinya. Sejak itu Ming Jiao dikagumi oleh para pendekar di Zhong Yuan. Di mana pun Zhang Wuji memberikan perintahnya, tak seorang pun berani membantah. Selama beberapa ratus tahun ini Ming Jiao selalu dikutuk oleh berbagai kalangan sebagai ‘Ajaran Sesat’, bahkan ‘Pengikut Setan’. Setelah titik balik ini sebuah perubahan besar terjadi, Ming Jiao berubah menjadi pemimpin para pejuang dan pendekar di Zhong Yuan, menjadi penggerak bagi sebuah misi besar. Di kemudian hari Zhu Yuanzhang akan mulai berubah dan berkali-kali merancang taktik untuk merebut kekuasaan. Meskipun begitu, ia tetap tidak bisa mengingkari kenyataan bahwa orang-orang Ming Jiao adalah para pejuang yang membantu perjuangannya untuk merebut tanah air dan mendirikan kekaisaran baru. Ia tidak bisa mengelak untuk memakai nama ‘Ming’, yang artinya adalah ‘Terang’, sebagai nama dinasti yang didirikannya. Mulai dari tahun pertama kekuasaan Kaisar Hongwu dari Dinasti Ming8 sampai tahun ke tujuh belas dari kekuasaan Kaisar Chongzhen9, yang adalah kaisar terakhir Dinasti Ming, selama 277 tahun usia Dinasti itu, semuanya adalah berkat dukungan Ming Jiao.

Malam itu para pendekar berpesta dan minum-minum sampai fajar. Mereka baru beristirahat ketika sungguh-sungguh mabuk dan tidak sanggup minum maupun makan lagi. Menjelang tengah hari, mereka satu persatu berpamitan kepada Kong Wen dan Kong Zhi Dashi untuk meninggalkan Biara Shaolin. Zhang Wuji melihat para murid Emei Pai seperti domba yang kehilangan gembalanya, hatinya tersayat. Ia juga melihat betapa Song Qingshu terbaring tak berdaya di atas tandu, tidak jelas apakah ia sudah mati atau masih hidup. Karena itu ia mendekati mereka dan bertanya kepada Jing Hui, “Ijinkan aku memeriksa luka Song Dage.”

Jing Hui dengan nada dingin berkata, “Kucing berduka atas kematian tikus. Kau tidak usah repot mencucurkan air mata buaya.”

Zhou Dian kebetulan ada di dekat situ, ia tidak bisa menahan diri dan mengumpat, “Demi hubungan baik di masa lalu dengan ketua kalian, Jiaozhu bersedia memeriksa cedera orang bermarga Song ini. Sebetulnya, semua orang berhak untuk membunuh murid pengkhianat ini. Biarawati kejam seperti kau ini, masih mengoceh apa lagi?”

Jing Hui ingin membalas, tetapi ketika melihat muka Zhou Dian yang kasar dan jelek ia merasa takut, orang ini bisa saja bersikap tidak masuk akal. Kalau sampai terjadi perkelahian, ia akan berada dalam posisi tidak menguntungkan, karena itu ia menahan amarahnya dan tertawa dingin sambil berkata, “Dari generasi kee generasi, para ketua Emei Pai kami selalu ‘sejernih es dan sebersih batu giok’, seorang perawan murni. Jika Zhou Zhangmen tidak memelihara moral dan kesuciannya, bagaimana mungkin dia bisa menjadi seorang Zhangmen dari perguruan kami? Hmm, kalau pegkhianat macam Song Qingshu ini masih juga tinggal di perguruan kami, dia akan mengotori nama baik Zhou Zhangmen. Li Shizhi, Long Shizhi, tolong kembalikan orang ini ke Wudang Pai!”

Kedua murid Emei yang sedang menggotong Song Qingshu itu menuruti perintahnya. Mereka mengangkat tandu, membawanya kepada Yu Lianzhou, lalu meletakkan tandu itu di hadapannya sebelum kembali ke kelompok mereka sendiri. Semua orang terkejut.

“Ini… ini apa-apaan?” tanya Yu Lianzhou. “Bukankah dia ini suami ketua kalian?”

“Hm!” dengus Jing Hui dengan penuh kebencian. “Mana mungkin Zhangmen memandang pria seperti ini? Dia sangat marah kepada bocah tengik itu, Zhang Wuji, yang ingkar janji dan melarikan diri dari pernikahan, mempermalukan sekte kami di depan semua pendekar dunia persilatan. Saat itulah Zhangmen membujuk orang ini dadtang dan berpura-pura sebagai suaminya. Siapa sangka… hm, hm, kalau saja kami tahu, kenapa ketua kami harus mengalami kemalangan seperti ini? Sekarang ini, dia… dia…”

Zhang Wuji sejak tadi mendengarkan dari samping dengan air muka datar. Ia tak bisa menahan diri lagi dan akhirnya melangkah maju sambil bertanya, “Kau tadi bilang, Song Furen… dia… dia sebetulnya bukan Song Furen?”

Jing Hui memalingkan kepalanya dan berkata dengan penuh kebencian, “Aku tidak sedang bicara denganmu.”

Tepat pada saat itu, Song Qingshu, yang masih terbaring di atas tandu, terusik dan mengeluh, “Apakah… apakah Zhang Wuji sudah mati?”

“Dalam mimpimu!” dengus Jing Hui. “Sudah mau mati, kau masih juga memikirkan wajah cantik.”

Melihat Jing Hui sangat emosional dan omongannya sama sekali tidak masuk akal, dengan suara rendah Yin Liting menanyai Bei Jinyi, salah seorang murid Emei lainnya, “Bei Shimei, apa yang sebenarnya terjadi?”

Bei Jinyi adalah teman baik Ji Xiaofu. Mendengar pertanyaan Yin Liting ia ragu-ragu agak lama, sebelum akhirnya berkata, “Jing Hui Shijie, Yin Liuxia bukan orang luar. Biar Xiaomei yang menjelaskan, bolehkah?”

“Apa maksudmu orang lur atau oorang dalam?” sahut Jing Hui. “Kalau dia bukan orang luar, kita harus jelaskan. Kalau dia orang luar, maka kita lebih lagi harus menjelaskan. Zhou Zhang men kami bersih dan murni, tidak ada hubungannya dengan bajingan licik mermarga Song ini. Kalian semua sudah melihat sendiri Shou Gong Sha10 di lengan Zhangmen. Kita justru harus menyebarkan fakta ini kepada semua orang di dunia persilatan, supaya kemurnian Emei Pai selama ini tidak ternoda…”

Yin Liting berpikir, “Otak Jing Hui Shitai ini agak miring, ocehannya membingungkan.” Karena itu ia terus bertanya kepada Bei Jinyi, “Bei Shimei, kalau itu masalahnya, bisakah kau terangkan lebih jelas lagi? Bagaimana caranya keponakan kami ini bisa bergabung dengan Emei Pai kalian? Apa hubungan antara ketua kalian yang mulia dengan dia ini? Suatu hari nanti, saudaramu ini harus melaporkan kepada Shifu kami. Urusan ini melibatkan perguruan kita berdua, kurasa lebih baik kalau kita bisa memelihara hubungan baik antara kedua perguruan, bukan?”

Bei Jinyi menghela nafas dan berkata, “Kalau bicara soal ilmu silat dan kelakukan, Song Shaoxia ini sebetulnya harus dibilang berbakat dan jarang ada di dunia persilatan. Hanya karena nafsu orang muda yang bodoh, dia akhirnya jatuh ke dalam dosa seperti ini. Kelihatannya Zhangmen kami berjanji bahwa segera setelah Zhang Wuji tewas, dan menghapuskan aib yang mempermalukannya dalam upacara perkawinan yang lalu itu, maka Zhangmen akan menikahi dia. Karena itu dia bersedia bergabung bersama perguruan kami dan belajar ilmu silat dari Zhangmen. Selama pertemuan para pendekar yang baru lalu itu, Zhangmen tiba-tiba mengumumkan dirinya sebagai Nyonya Song, dengan menyebut diri sebagai istri dari Song Shaoxia ini. Pada saat itu kami semua sangat terkejut. Tepat hari itu juga, prestasi Zhangmen mengguncangkan para pendekar yang hadir dengan mengalahkan semua sekte lain…”

Zhou Dian menyela, “Itu karena Jiaozhu sengaja mengalah! Kentutmu baunya sungguh busuk!”

Bei Jinyi mengabaikan komentarnya, dan melanjutkan, “Meskipun para murid sekte kami sangat bangga, tetapi di malam harinya kami tetap menanyakan, dari mana datangnya nama ‘Song Furen’, tiga karakter itu? Zhangmen menunjukkan lengannya dan dengan tegas berkata, ‘Kalian semua, lihat sendiri!’ Kami semua melihat sendiri Shou Gong Sha merah menyala di lengan Zhangmen, jadi kami tahu bahwa dia masih tetap perawan. Zhangmen lalu berkata, ‘Saat ini aku menyebut diriku Song Furen karena memang perlu. Aku ingin membuat bocah tengik Zhang Wuji itu marah, mengganggu pikirannya, supaya aku bisa menang. Kungfu bocah tengik itu sungguh terlalu luar biasa, aku pasti bukan tandingannya. Demi reputasi perguruan kita, kenapa aku harus peduli dengan reputasiku sendiri?’ Dia mengatakan semuanya itu dengan tegas dan penuh keyakinan, dan dengan lantang, seolah-olah ingin supaya semua orang mendengarnya. Dia juga bilang, ‘Murid-murid di perguruan ini, laki-laki atau perempuan, kecuali kalau dia memang Chu Jia Xiu Dao11, tidak pernah dilarang untuk menikah. Tetapi mengingat pendiri perguruan kita, Guo Zushi, semua ilmu tertinggi dan terdalam hanya akan diturunkan kepada murid yang memelihara kemurniannya. Setiap kali seorang murid perempuan yang baru membungkuk dan berikrar untuk menjadi murid Emei, Shifu selalu akan menanamkan Shou Gong Sha. Setiap tahu, di hari kelahiran Guo Zushi, Xianshi akan melakukan inspeksi. Tahun itu Ji Shijie… itu…” Bicara sampai di sini, ia tergagap lalu sama sekali berhenti bicara.

Meskipun begitu Yin Liting dan yang lain mengerti dengan baik apa yang dimaksud. Bei Jinyi ingin mengatakan bahwa ketika kemurnian Ji Xiaofu dilanggar oleh Yang Xiao, Shou Gong sha di lengannya hilang, dan pada saat itulah Miejue Shitai mengetahui masalahnya. Yin Liting saat ini menjalani hidup perkawinan yang sangat berbahagia dengan Yang Buhui, tetapi ketika teringat akan Ji Xiaofu, ia tak dapat menahan rasa sedih muncul di dalam hatinya. Tak terasa ia melirik sekilas ke arah Yang Xiao dan melihat mata Yang Xiao berkaca-kaca, ia memalingkan mukanya ke arah lain.

“Yin Liuxia,” kata Bei Jinyi. “Zhangmen kami dengan sengaja ingin membuat ketua Ming Jiao, Zhang Wuji, marah. Dengan sengaja dia memperalat Song Shaoxia yang terus tergila-gila kepadanya. Tetapi pada akhirnya hal ini menimbulkan masalah lain. Aku berharap Song Shaoxia bisa pulih secepatnya, dan juga supaya Yin Liuxia bicara baik-baik dengan Zhang Zhenren dan Song Daxia, supaya kedua perguruan kita terhindar dari pertikaian.”

Yin Liting mengangguk. “Jadi itu masalahnya. Keponakanku memang pembangkang, dan dia melawan atasannya sendiri, kematiannya tidak akan disesali. Dia betul-betul mempermalukan perguruan kami. Aku hanya berharap supaya dia bisa mati secara bersih secepatnya.” Yin Liting secara alamiah berhati lembut, tetapi ketika teringat akan tindakan Song Qingshu yang menyebabkan kematian Mo Shenggu, ia merasa sangat terpukul.

Ketika mereka sedang bicara, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara jeritan ngeri, sepertinya suara Zhou Zhiruo, suara itu terdengar memilukan dan penuh ketakutan, seolah sedang menemui sesuatu yang sangat berbahaya dan mengerikan. Semua orang erasa ngeri, terutama sekali karena hal ini terjadi di siang hari, ketika matahari bersinar cerah, dan mereka sedang dikeliling banyak orang. Meskipun begitu suara ini sungguh mendirikan bulu roma, seolah-olah orang itu melihat penampakan roh jahat tepat di depan matanya. Seperti mendengar komando, secara serempak mereka semua menoleh ke arah sumber suara.

Zhang Wuji, Jing Hui, Bei Jinyi dan yang lain bergegas maju. Zhang Wuji kuatir kalau-kalau Zhou Zhiruo menemui lawan yang berbahaya, jadi ia berlari sepenuh tenaga. Setelah melompat beberapa kali ia telah memasuki hutan. Ia melihat bayangan hijau gelap sedang berlari liar ke arahnya, itu tak lain dari Zhou Zhiruo.

Buru-buru Zhang Wuji menemuinya dan bertanya, “Zhiruo, ada apa?”

Zhou Zhiruo menjerit dengan muka ketakutan, “Hantu, hantu! Ada hantu mengejarku!” Ia melemparkan dirinya ke dada Zhang Wuji, sambil gemetar tak terkendali.

Ketika melihatnya begitu ketakutan, seolah jehilangan jiwanya, Zhang Wuji menepuk bahunya dengan ringan. “Jangan takut, jangan takut, tidak ada hantu,” katanya menghibur. “Apa yang kau lihat?” Ia memperhatikan pakaiannya yang compang-camping karena berlari menerobos semak mawar liar, dan mukanya yang dipenuhi bercak darah. Setengah bagian dari lengan jubahnya robek, memperlihatkan lengan putih mulus seperti warna akar teratai. Jelas sekali terlihat ada titik merah menyala di situ, semerah koral atau batu giok merah, itu Shou Gong Sha.

Zhang Wuji yang mengerti pengobatan dengan baik tahu jelas bahwa sekali Shou Gong Sha itu ditanamkan di situ, maka tanda itu akan selamanya ada, kecuali kalau wanita itu menikah atau kehilangan keperawanannya. Ketika mendengar keterangan Jing Hui dan Bei Jinyi sebelumnya, ia hanya setengah percaya. Sekarang ia melihat sendiri dengan matanya, sisa-sisa keraguan sepenuhnya terhapus dari benaknya.

Saat itu aneka macam pikiran berkecamuk di benaknya. “Jadi perkawinannya dengan Song Qingshu hanya pura-pura. Kenapa ia ingin menipuku? Kenapa ia sengaja ingin membuatku marah? Betulkah itu karena urusan gelar ‘Pendekar Nomor Satu’? Ataukah karena ingin menguji hatiku, apakah aku masih menyimpan perasaan kepadanya?” Lalu secepat kilat ia teringat, “Ah, Zhang Wuji, Zhang Wuji, Nona Zhou ini adalah musuh yang membunuh adik sepupumu. Aoal dia masih perawan ataukah sudcah menikah dengan orang lain, apa hubungannya dengan dirimu?” Tetapi melihat betapa ketakutannya Zhou Zhiruo saat ini, ia tidak tega menyingkirkannya.

Zhou Zhiruo menyembunyikan mukanya di dada Zhang Wuji. Ia menyadari betapa lebar dan kekarnya tubuh Zhang Wuji, dan ia juga mencium bau nafas maskulin, secara berangsur-angsur ketakutannya menghilang. “Wuji Gege,” katanya. “Ini kau?”

“Ya, ini aku,” jawab Zhang Wuji. “Apa yang kau lihat? Kenapa kau sampai begitu ketakutan?”

Zhou Zhiruo dengan segera diliputi rasa ngeri lagi. Tangisnya meledak, ia terisak-isak tak terkendali di bahu Zhang Wuji dengan air mata berlinang membasahi pipinya.

Pada saat itu, Yang Xiao, Wei Yixiao, Jing Hui, Yin Liting dan yang lain tiba satu persatu di tempat itu. Ketika melihat pemandangan itu mereka saling memberikan isyarat dan segera pergi dari situ untuk membiarkan keduanya sendiri. Ming Jiao, Wudang Pai dan Emei Pai semuanya masih tetap berharap Zhou Zhiruo dan Zhang Wuji akan saling berbaikan dan akhirnya bisa bersatu dalam perkawinan. Harus diakui, sangat sulit bagi mereka semua untuk melupakan penghinaan yang disebabkan Zhao Min sebelumnya. Terlebih lagi, Zhao Min adalah seorang perempuan Mongolia, jika Zhang Wuji menikahinya, mereka kuatir hal itu akan menimbulkan masalah bagi misi besar mereka.

Setelah menangis beberapa saat, Zhou Zhiruo akhirnya berkata, “Wuji Gege, apa ada orang yang mengejarku?”

“Tidak ada,” jawab Zhang Wuji. “Siapa yang mengejarmu? Apa mungkin Xuanming Er’Lao itu?”

“Tidak, bukan mereka!” kata Zhou Zhiruo. “Kau sudah memeriksa baik-baik? Kau pasti tidak ada orang… tidak, itu bukan orang… Kau yakin tidak ada sesuatu, apapun juga, yang mengejarku?”

Zhang Wuji tersenyum dan berkata, “Matahari bersinar begitu cerah, aku bisa melihat segala sesuatu dengan jelas.” Suaranya berubah menjadi lembut. “Zhiruo,” katanya lagi. “Kau menghabiskan terlalu banyak tenaga beberapa hari ini, kau pasti sangat kelelahan. Mungkin kau membayangkan hal yang tidak-tidak, lalu berpikir kau melihat sesuatu.”

“Tidak mungkin! Tidak mungkin!” Zhou Zhiruo bersikeras. “Aku melihatnya tiga kali — tiga kali berturut-turut.” Suaranya gemetar, jelas sekali ia sangat ketakutan.

“Apa yang kau lihat sampai tiga kali?” tanya Zhang Wuji.

Dengan sebelah tangan bersandar di bahu Zhang Wuji, Zhou Zhiruo berusaha untuk bangkit berdiri dengan kaki gemetar. Dan kemudian mengerahkan seluruh keberanian yang tersisa ia berpaling untuk melihat ke belakangnya. Dalam sekejap ia segera berpaling kembali dan menatap Zhang Wuji, menatap air mukanya yang lembut dan sabar, penuh perhatian. Hatinya terasa sakit. Tiba-tiba ia merasa sangat lelah, dan terjatuh di atas tanah.

“Wuji Gege,” katanya. “Aku… aku telah menipumu. Akulah yang mengambil Pedang Yitian dan Golok Pembunuh Naga, akulah yang membunuh… membunuh Yin… Nona Yin… akulah yang menotok Xie Daxia. Aku… aku tidak menikah dengan Song Qingshu. Dalam hatiku aku hanya punya… hanya punya kau seorang.”

Zhang Wuji menghela nafas. “Sebenarnya aku sudah tahu semuanya ini. Tapi… tapi mengapa kau melakukan hal-hal ini?”

Sambil menangis Zhou Zhiruo berkata, “Kau tidak tahu apa yang dikatakan guruku di Kuil Wan’an. Dia memberitahu aku rahasia Pedang Yitian dan Golok Pembunuh Naga. Dia ingin supaya aku merebut kedua benda pusaka itu dengan segala cara yang mungkin, untuk mengharumkan nama Emei Pai. Dia menyuruhku bersumpah untuk berpura-pura menyukaimu, tapi dia tidak mengijinkan aku mencintaimu…”

Zhang Wuji menepuk-nepuk tangannya dengan lembut, teringat akan bagaimana Miejue Shitai memukul mati Ji Xiaofu dengan telapak tangannya, bagaimana di tengah panasnya padang pasir Miejue Shitai bersumpah untuk menghancurkan Ming Jiao, betapa ia melihat sendiri Miejue Shitai dengan cara sadis menghabisi sejumlah besar anggota Ming Jiao dari Panji Ru Jin, dengan Pedang Yitian di tangannya. Setelah itu ketika meluncur turun dari atas pagoda Kuil Wan’an ia lebih memilih mati ketimbang ditolong olehnya. Itu semua menunjukkan betapa dalamnya kebencian Miejue Shitai kepada Ming Jiao. Karena Zhou Zhiruo telah dipilih menjadi penerusnya dan menerima mandat terakhirnya, segala hal berbau sadis dan kejam yang dilakukannya pastilah ada hubungannya dengan instruksi dari Miejue Shitai.

Secara alamiah Zhang Wuji adalah orang yang sangat mudah memaafkan orang lain. Ia tidak pernah menyimpan dendam kepada orang lain. Terlebih lagi, ia teringat segala kebaikan Zhou Zhiruo di masa lalu ketika mereka masih kecil, di sepanjang Sungai Hanshui, bagaimana Zhou Zhiruo merawatnya baik-baik di tengah sakit berat akibat pukulan telapak Xuanming. Dan juga, ketika ia menghadapi pasangan suami-istri He Taichong dan pasangan pendekar Huashan yang pndek dan tinggi itu, seandainya Zhou Zhiruo tidak diam-diam membantunya, mungkin ia saat itu sudah binasa di tangan mereka berempat. Di atas segalanya, ia teringat bahwa meskipun tindakannya sangat kejam dan licik, tetapi semua tindakan itu disebabkan oleh perasaannya yang sangat dalam trehadap dirinya — Zhang Wuji.

Saat ini tubuhnya yang indah dan lembut sedang bersandar di dadanya, Zhang Wuji tidak bisa menahan perasaan lembut yang menyeruak ke dalam hatinya. “Zhiruo,” panggilnya dengan lembut. “Sebetulnya apa yang kau lihat, yang membuatmu begitu ketakutan?”

Tiba-tiba Zhou Zhiruo melompat dan berkata, “Aku tidak akan bilang. Itu pasti arwah penasaran yang kembali ke dunia untuk menggangguku. Aku melakukan begitu banyak kejahatan. Aku pantas menerimanya. Aku sudah menjelaskan semuanya kepadamu, aku… aku sendiri tidak akan hidup lama…” Ia menutupi mukanya dengan kedua tangan, lalu berlari menuruni gunung.

Zhang Wuji merasa pikirannya seolah diselimuti kabut tebal. “Hantu macam apa yang mengganggunya? Apa mungkin itu orang-orang Kai Pang yang ingin balas dendam dan sengaja berdandan seperti hantu?” Pelan-pelan ia berpaling untuk kembali ke kuil.

Ia melihat Zhou Zhiruo pergi ke arah kerumunan murid-murid Emei Pai. Bei Jinyi mengambil sebuah jubah dan melingkarkannya ke tubuhnya. Zhou Zhiruo mengatakan sesuatu dengan suara rendah dan para murid Emei segera membungkuk serempak.

Saat itu sebagian besar pendekar yang hadir di situ telah meninggalkan Shaolin. Kong Wen dan Kong Zhi Dashi sedang sibuk menerima mereka yang berpamitan. Yang Xiao, Fan Yao dan yang lain berkumpul di sekitar Zhang Wuji. “Sebaiknya kita juga pergi,” kata Zhang Wuji.

Ia melihat Zhou Zhiruo berjalan ke arah Kong Wen Dashi dan mengatakan sesuatu dengan suara rendah. Air muka Kong Wen berubah, ia tampak terkejut. Lalu Kong Wen menggelengkan kepalanya. Apa pun juga yang dikatakannya tadi, sekarang tampaknya Kong Wen Dashi telah menolak permintaannya. Zhou Zhiruo masih bicara lagi, lalu kemudian ia berlutut di hadapan Kong Wen. Ia merangkapkan kedua tangannya dengan penuh hormat, lalu menggumamkan sesuatu dengan muka serius, sepertinya ia sedang berdoa. Kong Wen tampak muram, mulutnya menggumamkan doa-doa.

“Jiaozhu,” kata Zhou Dian. “Kau harus menghentikannya, jangan biarkan dia melakukannya.”

“Melakukan apa?” tanya Zhang Wuji.

“Nona Zhou ingin menjadi biksuni,” jawab Zhou Dian. “Dia akan pergi ke pintu gerbang kekosongan. Ini buruk untuk Jiaozhu.”

Yang Xiao terkekeh dan berkata, “Kalaupun Nona Zhou bermaksud menjadi biksuni, dia tetaplah seorang perempuan, kenapa meminta seorang biksu Shaolin menjadi gurunya?”

Zhou Dian menampar dahinya sendiri keras-keras. “Ah, betul juga! Betul juga!” katanya. “Aku yang bodoh! Tapi apa yang diminta Nona Zhou? Yang satu adalah ketua Shaolin, yang lainnya ketua Emei, posisi mereka setara, tidak ada yang pantas untuk berlutut di hadapan lainnya.”

Mereka melihat Zhou Zhiruo bangkit berdiri. Mukanya tampak agak lega dan terhibur. Zhang Wuji menghela nafas dan berkata, “Kita tidak usah mencampuri urusan orang lain.” Ia memalingkan muka dan berkata, “Min Mei, ayo kita pergi.” Tapi di luar dugaan ketika berpaling ia tidak melihat Zhao Min.

Selama beberapa hari ini Zhao Min tidak pernah meninggalkan sisinya, ia seperti bayang-bayang yang mengikuti Zhang Wuji kemanapun ia pergi. Zhang Wuji agak terkejut. “Mana Nona Zhao?” tanyanya, sementara dalam hati ia mengutuk diri. “Celaka! Aku yakin Min Mei melihatku bersama dengan Zhiruo, yang bersandar di dadaku. Jangan-jangan dia mengira aku tidak bisa melupakan cinta lama dan beranggapan aku tidak bisa diandalkan.” Buru-buru ia menyuruh semua orang mencari Zhao Min.

Xin Ran, pemimpin Panji Lie Huo, berkata, “Lapor, Jiaozhu, tadi bawahanmu melihat Nona Zhao berjalan turun gunung sendirian.”

Zhang Wuji merasa sedih. “Min Mei meninggalkan segala sesuatu demi aku,” pikirnya. “Entah berapa banyak penderitaan yang dialaminya. Bagaimana mungkin aku tega mengabaikannya?” Karena itu ia berpaling kepada Yang Xiao dan berkata, “Yang Xiong, aku menyerahkan segala urusan di sini ke tanganmu, aku sendiri harus segera pergi.”

Ia berpamitan kepada Kong Wen dan Kong Zhi, juga kepada Yu Lianzhou, Zhang Songxi, Yin Liting dan semua orang lainnya yang maish di situ. Dan terakhir ia berkata kepada Zhou Zhiruo, “Zhiruo, jaga dirimu baik-baik. Kita akan bertemu kembali secepatnya.” Zhou Zhiruo menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia tidak menjawab, hanya mengangguk sedikit. Setitik air mata turun membasahi pipinya.

Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya Zhang Wuji menuruni gunung secepat kilat. Sepanjang beberapa li jalan setapak dipenuhi oleh para pendekar yang sedang dalam perjalanan pulang dari Shaolin. Ia tidak ingin berpamitan kepada mereka semua, karena itu ia hanya melewati mereka dari samping begitu saja, tetapi sepanjang jalan ia sama sekali tidak melihat Zhao Min. Dalam sekejap ia telah mengejar lebih dari tiga puluh li. Langit mulai gelap, jumlah orang yang berjalan di situ terlihat semakin menipis. Tiba-tiba ia teringat, “Min Mei paling pintar merancang akal-akalan. Kalau dia sengaja menghindari aku, pastilah dia akan menghindari jalan utama. Kalau tidak, dengan kecepatanku sejak tadi pastilah aku sudah melihatnya. Apa mungkin dia masih bersembunyi di sekitar puncak Shaoshi? Sengaja menungguku pergi sebelum dia sendiri keluar dan pergi jauh?”

Terbakar oleh kecemasan ia melupakan rasa lapar dan haus. Zhang Wuji berlari kembali ke sekitar puncak gunung dan lembah. Seringkali ia sengaja melompat ke atas pohon yang tinggi, mendaki puncak bukit atau tebing terjal, melihat ke segala penjuru. Tetapi gunung itu sunyi senyap, hanya suara burung gagak beterbangan di malam hari yang terdengar di situ. Ia mengitari puncak itu ke arah belakang gunung, tapi ia masih juga tidak melihat Zhao Min. “Apapun juga yang terjadi,” pikirnya, “aku pasti akan tetap setia mencarimu, meskipun aku harus mengarungi lautan sampai ke ujung dunia, aku pasti akan menemukanmu.”

Setelah membuat keputusan ini, pikirannya mulai agak tenang. Memandang ke arah timur laut ia melihat dua pohon lokus yang besar tumbuh berdampingan, menjulang tinggi ke awan di sisi jalan setapak pegunungan. Melompat ke atas pohon itu ia menemukan sebuah ranting yang melintang, ia membaringkan diri di atasnya. Setelah berjrih payah sepanjang hari ini, dan menghadapi berbagai situasi tak terduga sekarang ia sangat lelah, ia tertidur tak lama setelah berbaring.

Menjelang tengah malam tiba-tiba ia terbangun mendengar suara langkah kaki dari jarak beberapa zhang dari situ, yang membuatnya langsung terjaga dan waspada. Pada saat itu bulan yang bulat penuh telah bergeser ke arah barat. Di bawah cahaya bulan ia melihat di sisi bukit itu ada sebuah bayangan sedang melayang dengan cepat menuju ke selatan. Sosok itu ramping dengan pinggang yang kecil, jelas sekali bukan seorang laki-laki, bayangan ini milik seorang perempuan.

Saking girangnya ia nyaris berteriak dan memanggil, “Min Mei!” tetapi kemudian ia menyadari ada sesuatu yang salah. Sosok perempuan ini lebih tinggi ketimbang Zhao Min, ilmu meringankan tubuhnya sangat berbeda dari Zhao Min, meskipun kecepatannya kalah dibanding Zhou Zhiruo, tetapi langkah kakinya lebih ringan dan terasa lebih hidup. Rasa penasarannya terusik. “Wanita ini bertualang sendirian di tengah malam, apa yang ingin dilakukannya?” pikirnya.

Awalnya Zhang Wuji berpikir itu semua bukan urusannya sama sekali, untuk apa ia ingin tahu apa yang ingin dikerjakan seorang perempuan yang tidak dikenalnya, tapi sedetik kemudian ia bberpikir, “Siapa tahu? Mungkin saja aku akan menemukan Min Mei dari keterangan wanita ini. Kalaupun dia ternyata tidak tahu apa-apa, aku juga bisa pergi dengan damai, sama sekali tidak ada salahnya. Aku tidak boleh melewatkan kesempatan apapun begitu saja.” Karena itu ia bangun dan diam-diam mulai mengikuti perempuan itu.

Karena kuatir wanita itu akan merasa diikuti ia tidak berani terlalu dekat. Lagipula, menguntit seorang perempuan, apalagi di tengah malam buta, ia akan sulit menjelaskan kecurigaan yang mungkin timbul dari orang lain.

Ia melihat perempuan itu mamakai setelah hitam, dan ia ternyata menuju ke arah Biara Shaolin. “Meskipun dia tidak ada hubungannya dengan Min Mei, sepertinya dia sedang melakukan aksi terselubung yang berkaitan dengan dunia persilatan,” pikirnya. “Kalau niatnya ternyata tidak baik bagi Shaolin, aku mau tidak mau harus ikut campur.” Ia menahan langkahnya untuk mendengarkan, dan ternyata tidak ada orang lain di sekitar situ, jadi ia bisa memastikan bahwa wanita ini tidak punya pengikut.

Berjalan selama kurang lebih waktu yang diperlukan untuk menghabiskan semangkuk nasi, wanita itu tidak pernah menoleh ke sekitarnya sama sekali. Zhang Wuji merasa sepertinya sosok perempuan ini dikenalnya dengan baik, tetapi saat itu ia tidak bisa mengingat dengan jelas di mana ia pernah bertemu dengannya. “Apa mungkin Wu Qingying? Atau salah satu murid Emei Pai?”

Beberapa li kemudian Biara Shaolin sudah terlihat. Perempuan itu berpaling ke arah sisi bukit, mendekati biara itu dari samping. Tiba-tiba ia memperlambat langkahnya dan mengendap-endap di antara pepohonan, dan di antara batu-batu gunung yang besar. Jelas sekali ia kuatir terlihat oleh orang lain.

Tiba-tiba ia mendengar bunyi lonceng berdentang dari arah aula utama kuil Shaolin, yang diikuti oleh suara orang melantunkan doa-doa. Zhang Wuji sangat heran. “Masa orang-orang Shaolin masih juga melantunkan doa-doa di tengah malam begini? Dan sepertinya mereka berjumlah ratusan orang. Apa mungkin ada upacara keagamaan yang penting saat ini?”

Wanita di depannya meneruskan langkah dengan lebih mantap. Beberapa zhang kemudian ia mencapai sisi aula utama. Tiba-tiba terdengar suara langkah ringan. Wanita itu cepat-cepat merunduk di antara rerumputan tebal. Empat orang biksu Shaolin dengan golok dan tongkat sedang berpatroli di sekitar kuil. Wanita itu menunggu sampai keempat biksu itu lewat, baru kemudian ia bangkit berdiri, melompat ke arah pintu aula utama. Lompatannya seringan kapas yang melayang di engah udara. Qing Gong-nya sungguh tergolong kelas satu di dunia persilatan. Zhang Wuji melihat bahwa perempuan itu tidak membawa senjata sama sekali, dan ia juga sendirian, karena itu ia menyimpulkan bahwa kedatangannya ke Shaolin bukan untuk mencari masalah. Ia ingin tahu siapa sebenarnya perempuan ini, entahkah dia seorang lawan atau kawan. Karena itu ia merunduk di belakangnya, ia bergerak ke arah barat laut aula utama.

Ia sadar bahwa posisinya sekarang sama sekali tidak bagus. Seseorang yang punya jabatan seperti dia mengendap-endap di sekitar Shaolin di tengah malam. Jika saja salah seorang biksu mengetahui kedatangannya, meskipun mereka mungkin saja memakluminya, tetapi ia akan kehilangan muka. Karena itu ia jadi lebih berhati-hati, setiap langkahnya jadi seringan langkah kucing yang sedang mengincar tikus.

Saat itu suara lantunan doa di dalam aula semakin keras. Mengintip dari celah-celah retakan jendela, ia bisa melihat ada ratusan biksu yang duduk berderet secara teratur. Semuanya duduk di atas alas meditasi, semuanya mengenakan jubah kuning, dibalut kasaya merah. Sebagian dari mereka memegang kitab yang dipakai sebagai panduan upacara, sebagian besar lainnya merangkapkan tangan sambil menundukkan kepala, melantunkan doa dengan suara keras. Kedengarannya seperti sedang mendoakan arwah seseorang yang sudah meninggal. Tiba-tiba Zhang Wuji paham. “Dalam pertemuan para pendekar yang baru lalu, ada banyak orang tewas di sini. Ketika menhadapi serbuan tentara Yuan, lebih banyak lagi orang yang tewas. Karena itu mereka mengadakan upacara khusus ini bagi mereka-mereka yang tewas.”

Ia melihat Kong Wen Dashi berdiri di depan meja persembahan. Ada seorang gadis muda sedang berdiri di sampingnya. Segera setelah melihatnya, Zhang Wuji terkejut, karena perempuan itu adalah Zhou Zhiruo. Meskipun ia tidak bisa melihat mukanya dari situ, tapi ia bisa memastikan bahwa air mukanya pasti penuh kesedihan dan sangat menderita, alisnya yang indah itu pastilah berkerut, seolah-olah ia sedang menahan sejuta penderitaan.

“Pasti ini alasannya,” pikir Zhang Wuji. “Ternyata dia berlutut di hadapan Kong Wen Dashi adalah untuk memintanya mengadakan upacara ini. Kurasa sekarang dia sudah menyadari segala kesalahannya dan ingin bertobat. Sungguh terlalu banyak nyawa melayang karena cakar maut dan pedangnya.”

Ia kemudia berusaha memusatkan pandangannya untuk membaca apa yang tertulis di papan peringatan di atas meja. Ia sangat terkejut setelah membaca tulisan itum yang ternyata adalah, ‘Nu Xia Yin Li Zhi Ling Wei’12, tujuh karakter. Zhang Wuji merasa hatinya sangat sakit seperti diiris-iris. Ia teringat dalam hidupnya yang singkat itu adik sepupunya mencintainya dengan begitu dalam dan tulus. Ia tak dapat menahan air matanya.

Di tengah bunyi lantunan doa dan ketukan dari para biksu, Zhou Zhiruo dengan tulus berlutut dan membungkuk sedalam-dalamnya, sementara bibirnya mengunankan doa. Zhang Wuji mengerahkan seluruh kemampuannya, berusaha mendengarkan apa yang dikatakannya, “Nona Yin… arwahmu di Surga… beristirahatlah dengan tenang dan damai… jangan datang lagi menggangguku…”

Zhang Wuji mencengkeram tembok tempatnya bersandar, segudang pikiran berkecamuk di benaknya. “Biaomei tewas di tangannya, sudah jelas itu kejam dan sangat sadis, tapi siksaan yang dialami Zhiruo saat ini sungguh hebat, belum tentu lebih ringan dari siksaan fisik yang dialami Biaomei.” Tiba-tiba dari dalam lautan pikiran muncullah sebuah syair yang biasa dilantunkan oleh para anggota Ming Jiao, yang sudah biasa didengarnya di Guangming Ding, “Apa nikmatnya hidup ini, apa sengsaranya kematian? Aku merasa kasihan kepada umat manusia, dengan sengsara yang mereka derita!”

Perlahan-lahan Zhou Zhiruo bangkit berdiri, tubuhnya agak condong menghadap ke timur. Tiba-tiba air mukanya berubah hebat, dan ia menjerit ngeri, “Kau… kau… kau datang lagi!” Suaranya gemetar, menutupi segala suara lain yang sebelumnya terdengar di ruangan itu.

Zhang Wuji mengikuti arah pandangannya dan melihat bahwa kertas yang dipakai sebagai penutup jendela sepertinya robek, dari balik lubang itu tampaklah wajah seorang perempuan muda. Muka itu penuh bekas luka. Zhang Wuji begitu terkejut, sampai ia tidak dapat menahan jeritannya sendiri. Meskipun wajah itu penuh bekas luka, dan bengkak-bengkak yang sebelumnya ada sekarang ini hilang, ia bisa melihat dengan jelas bahwa wajah itu adalah wajah Yin Li, adik sepupunya yang sudah meninggal.

Ia ingin memburu maju untuk memanggilnya, tetapi kakinya tidak mau bekerja sama, seolah-olah kedua kakinya terpaku di atas tanah.

Begitu wajah itu muncul di tengah jendelam terdengar suara gedebuk yang cukup keras di aula utama, Zhou Zhiruo pungsan dan jatuh ke lantai. Zhang Wuji tidak peduli lagi apapun yang mungkin dipikirkan oleh para biksu Shaolin, ia cepat-cepat keluar dan memanggil, “Zhu’er! Zhu’er! Itu betul-betul kaukah?” Tapi tak terdengar suara jawaban.

Setelah menenagkan diri, ia meluncur ke arah belakang gedung itu dan mengejar, tetapi yang bisa dilihatnya hanya cahaya bulan tergantung tinggi di atas awan, meninggalkan bayangannya di atas pepohonan. Gadis berbaju hitam itu tak terlihat lagi. Normalnya ia sama sekali tidak percaya di dunia ini ada hantu, peri, atau makhluk halus macam apapun. Tetapi sekarang ia berhadapan dengan pemandangan yang semacam ini, dan ia tak kuasa menahan keringat dingin yang membasahi punggungnya, semua bulu di tubuhnya merinding. Sambil memeluk diri ia lalu berpikir, “Itu pasti dia! Pasti dia! Tidak heran punggungnya seperti kukenal, ternyata itu Zhu’er. Apa mungkin arwahnya tahu bahwa para biksu Shaolin sedang melantunkan doa untuk mengantarnya pergi ke seberang sana? Jadi ia sengaja datang untuk menerima doa-doa itu? Apa mungkin karena ia tewas secara mengenaskan, maka sekarang arwahnya gentayangan?”

Begitu para biksu Shaolin mendengar suara, beberapa orang segera muncul untuk menyelidiki asalnya. Dan setelah mereka melihat Zhang Wuji, mereka sangat terkejut dan bertanya, “Kami tidak tahu Zhang Jiaozhu ternyata mengunjungi kami di tengah malam begini. Maafkan kalau kami tidak menyambut kedatanganmu sepantasnya. Mohon maaf.”

“Aku tidak berani,” jawab Zhang Wuji sambil merangkapkan kedua tangannya. Ia melangkah memasuki aula.

Di situ ia melihat mata Zhou Zhiruo masih terpejam rapat-rapat. Mukanya sangat pucat seperti sama sekali tidak mengandung darah. Jelas sekali ia masih belum sadar dari pingsan. Ia menghampirinya dan mengurut punggungnya. Pelan-pelan Zhou Zhiruo tersadar.

Begitu melihat Zhang Wuji dan menyadari bahwa ia sedang dalam pelukannya, Zhou Zhiruo segera mempererat pelukannya dan berteriak, “Hantu, hantu!”

Zhang Wuji berkata, “Ini memang sungguh aneh, tapi kau tidak usah takut. Ada begitu banyak biksu di sini. Aku yakin mereka akan bisa mengungkapkan misteri ini.”

Zhou Zhiruo selama ini selalu sangat percaya diri dan tenang. Kali ini ia sungguh ketakutan dan kehilangan segala keyakinannya. Saat itu ia sedang memeluk Zhang Wuji di depan umum, mendengarnya bicara mukanya langsung memerah dan ia tersipu, buru-buru ia menarik diri dan menjauh. Ia berdiri, tetapi tak kuasa menahan gemetar. Ia cepat-cepat meraih tangan Zhang Wuji, dan meskipun ia harus mati, ia tak ingin melepaskan tangan itu.

Zhang Wuji bertukar pikiran dengan Kong Wen Dashi dan menyinggung bahwa ada seseorang sedang mebgintip mereka dari luar tadi. Tak ada biksu yang melihat orang itu, tetapi jelas sekali ada bukti nyata bahwa kertas penutup jendela itu telah robek, dan lubang yang ditinggalkannya masih tetap ada.

“Wuji Ge… Zhang Jiaozhu,” kata Zhou Zhiruo. “Itulah yang kulihat sebelumnya.”

XZhang Wuji mengangguk.

“Kau… kau…” suara Zhou Zhiruo gemetar. “Siapa yang kau lihat tadi.”

“Adik sepupuku, Yin Li,” jawab Zhang Wuji. Zhou Zhiruo menjerit ngeri dan jatuh pingsan lagi.

Kali ini Zhang Wuji menarik tangannya dan ia tidak jatuh ke lantai. Ia pingsan beberapa saat, tetapi tersadar lebih cepat. Zhang Wuji berkata, “Aku memang melihat Biaomei, tapi… tapi dia manusia, bukan hantu.”

“Dia bukan hantu?” tegas Zhou Zhiruo, suaranya masih gemetar.

Zhang Wuji berkata, “Aku mengikutinya di sepanjang jalan ke arah Shaolin. Dia berjalan seperti manusia, bukan seperti hantu.” Ia mengatakan hal itu untuk menghibur Zhou Zhiruo, tapi dalam hati sebenarnya ia ragu.

“Jadi kau melihatnya berjalan, seperti manusia, seperti kita? Bukan seperti hantu?” tanya Zhou Zhiruo.

Zhang wUji menceritakan bagaimana ia melihat seorang wanita berbaju hitam dan mengikutinya di sepanjang jalan menuju Biara Shaolin, dan juga bagaimana ia melihat wanita itu bersembunyi di luar jendela dan mengintip ke dalam aula utama. Setiap tindakan dan gerakannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang gadis muda yang menguasai ilmu silat, sama sekali tidak ada yang aneh dalam segala hal.

“Fangzhang,” tanyanya kepada Kong Wen. “Zaixia punya satu pertanyaan penting, tidak yakin apakah pengertian Zaixia benar. Zaixia minta petunjuk dari Fangzhang. Kalau seseoang meninggal, apakah dia sungguh-sungguh menjadi hantu?”

Kong Wen berpikir dalam sebelum menjawab. “Masalah kehidupan setelah kematian ini, dan bagaimana sebenarnya alam baka itu, bukan masalah yang mudah dipahami.”

Zhang Wuji berkata, “Kalau begitu, mengapa Fangzhang mengadakan upacara untuk mengantar arwah orang yang sudah meninggal ke seberang sana?”

“Shanzai, shanzai!” kata Kong Wen. “Arwah orang yang sudah meninggal, dalam pengertian Laona yang dangkal, tidak perlu diantar atau dibantu untuk menuju ke alam baka. Dalam masalah hidup-mati, kebaikan orang akan menghasilkan pahala, dan jejahatan akan menghasilkan hukuman yang setimpal. Ajaran Buddha adalah untuk menolong orang yang masih hidup mencapai kedamaian, yang perlu ditolong untuk menyeberang adalah mereka yang masih hidup di dunia ini.”

Zhang Wuji segera memahami. Sambil merangkapkan kedua tangan ia berkata, “Terima kasih banyak atas petunjuk Fangzhang. Aku sudah membawa masalah dan mengganggu ketenangan kuil di tengah malam. Hanya bisa mengharapkan maaf dari Fangzhang.”

Kong Wen tersenyum dan berkata, “Jiaozhu adalah dermawan besar biara kami. Kau berkali-kali menolong kami, menghindarkan kami dari malapetaka, mengapa harus banyak basa-basi?”

Dengan segera Zhang Wuji keluar dari kerumunan biksu itu. Ia menghampiri Zhou Zhiruo dan berkata, “Ayo kita pergi.”

Zhou Zhiruo tampak enggan, ia takut meninggalkan gedung bernuansa Buddha yang terasa aman baginya. Zhang Wuji merasa tidak enak mendesaknya, ia hanya merangkapkan tangannya sekali lagi. “Kalau begitu, kita berpisah sampai di sini.” Selesai bicara ia berpaling menuju ke pintu gerbang.

Menatap punggungnya tiba-tiba Zhou Zhiruo berseru memanggil, “Wuji Gege, maukah kau menengokku lagi? Aku… biarkan aku ikut bersamamu.” Ia melompat untuk mengejarnya, lalu mereka berjalan berdampingan keluar dari kuil.

Setelah jauh dari biara, Zhou Zhiruo bersandar di bahu Zhang Wuji dan menggenggam tangannya. Zhang Wuji tahu bahwa ia masih takut. Merasakan tangan yang lembut dan halus menggenggam tangannya, dan mencium aroma khas wanita dari tubuhnya, adalah sulit baginya untuk tidak merasa tergerak.

Mereka berdua berjalan dalam diam beberapa waktu. Zhou Zhiruo perlahan-lahan menghela nafas dalam-dalam dan berkata, “Wuji Gege, ketika kita berdua bertemu untuk pertama kalinya di Sungai Han itu, aku diselamatkan oleh Zhang Zhenren. Kalau saja aku tahu nantinya aku akan menderita begini, rasanya lebih baik kalau aku mati di Sungai Han saat itu.”

Zhang Wuji tidak menjawab, dalam hatinya ia teringat akan syair yang dilantunkan oleh para pengikut Ming Jiao, dan tanpa sadar ia pun mulai mengutipnya, “Apa nikmatnya hidup ini, apa sakitnya maut? Aku merasa kasihan melihat umat manusia, melihat semua penderitaan mereka.”

Mendengar kutipan syair itu, tangan Zhou Zhiruo yang sedang ,enggenggam tangannya terasa gemetar. Dengan suara rendah ia berkata, “Zhang Zhenren membawaku ke Emei Pai. Dia tentu bermaksud baik. Tapi seandainya saja, dia bersedia menerimaku sebagai muridnya di Wudang Shan, maka segalanya akan jadi lain saat ini. Ah… maksudku bukannya Enshi13 tidak memperlakukan aku dengan baik, tapi… tapi dia memaksaku untuk mencelakaimu, padahal dalam hatiku… terus terang saja…”

Zhang Wuji agak tersentuh mendengar ketulusan di dalam suaranya. Ia memahami benar bahwa Zhou Zhiruo sungguh punya banyak kesulitan, segala hal kejam yang dilakukannya sebagian besar adalah karena ia sangat menjunjung tinggi kata-kata terakhir Miejue Shitai. Melihatnya dalam ketakutan, rasa sayangnya kepada Zhou Zhiruo tumbuh lebih dalam lagi dibanding sebelumnya.

Angin malam sepoi-sepoi yang bertiup di sepanjang jalan setapak pegunungan itu membawa serta aroma bunga liar yang tumbuh di sekitar mereka. Saat itu adalah awal musim panas, malam itu sangat cerah tak berawan. Menyadari kehadiran seorang gadis muda cantik jelita yang sedang mencurahkan isi hati kepadanya, dan yang berada begitu dekat di sisinya, Zhang Wuji tak dapat menahan gejolak di dalam dadanya. Terlebih lagi, ketika menolongnya menyingkirkan racun di Pulau Ular itu, kulit mereka bersentuhan begitu dekat dan intim. Ia telah menanamkan segudang kebaikan di masa lalu, dan mereka berdua pernah bertunangan. Segala hal ini membuatnya terombang-ambing, dan ia tak tahu apa yang seharusnya dilakukan.

“Wuji Gege,” lanjut Zhou Zhiruo. “Di Haozhou saat itu, waktu kita hampir menikah, mengapa begitu Nona Zhao mengajakmu, kau langsung saja pergi mengikutinya? Apa di dalam hatimu kau sungguh-sungguh mencintainya?”

“Aku baru saja ingin menceritakan apa yang terjadi saat itu,” kata Zhang Wuji. “Kenapa kita tidak duduk dulu di dekat sini sebentar?” Ia menunjuk sebuah batu besar di sisi jalan.

“Tidak,” kata Zhou Zhiruo. “Saat ini hatiku sangat kacau, aku tidak bisa duduk dan mendengarkanmu bicara. Kita jalan-jalan saja tanpa bicara, baru kemudian kita bicara lagi.”

Zhang Wuji mengangguk. Ia mengikuti Zhou Zhiruo jalan berputar-putar tak keruan, tampaknya tanpa arah dan tujuan yang jelas. Ia membawa Zhang Wuji ke sebuah jalan kecil dan berjalan sekitar empat sampai lima li sebelum akhirnya berkata, “Baiklah, sekarang kau bisa bicara.” Ia berjalan ke arah sebuah batu besar di depan sebuah semak-semak yang rimbun. Mereka duduk berdampingan di situ.

Dari situ Zhang Wuji mulai menceritakan bahwa yang dipegang Zhao Min saat itu adalah segumpal rambut Xie Xun, yang membuatnya tidak punya pilihan selain pergi mengikutinya, dan segala hal lain yang terjadi kemudian. Zhou Zhiruo mendengarkan semuanya dengan cermat mulai dari awal hingga akhir. Setelah itu ia diam sampai lama sekali, tidak mengatakan apa-apa.

“Zhiruo, kau menyalahkan aku?” tanya Zhang Wuji.

Zhou Zhiruo tersedak, lalu berkata, “Aku melakukan banyak sekali kesalahan, aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri, kenapa aku harus menyalahkanmu?”

Zhang Wuji dengan lembut menepuk bahunya dan berkata dengan halus, “Di dunia ini, segala kesalahan muncul karena situasi. Hal-hal yang akan kita hadapi di masa depan sangat sulit ditebak. Kau tidak usah terlalu menyalahkan diri atau patah semangat.”

“Wuji Gege,” kata Zhou Zhiruo sambil mengangkat kepala dan menatapnya, “aku punya pertanyaan yang selalu ingin kutanyakan kepadamu. Kuminta kau menjawabnya dengan jujur, kau tidak boleh menyembunyikan apapun dariku.”

“Baik,” kata Zhang Wuji. “Aku tidak akan menyembunyikan apa-apa darimu.”

Zhou Zhiruo berkata, “Aku tahu di dunia ini setidaknya ada empat orang wanita yang mencintaimu sepenuh hati. Yang pertama adalah Xiao Zhao yang sudah pergi jauh ke Persia. Yang satu lagi adalah Nona Zhao, dan satunya… dia…” Ia igin mengatakan ‘Nona Yin’, tetapi ia tidak punya cukup keberanian untuk menyebutkannya. Setelah agak lama ia pun melanjutkan, “Kalau kami berempat semuanya hidup dan dalam keadaan baik, dan saat ini semuanya ada di sampingmu, yang mana yang sungguh-sungguh kau cintai?”

Zhang Wuji merasakan timbulnya kebingungan terpancar seperti mata air dari dalam hatinya. “Ini… hmmm… soal ini…” Ia tergagap.

Sejak saat mereka terapung-apung tanpa arah di tengah lautan itu, bersama-sama dengan Zhou Zhiruo, Zhao Min, Yin Li dan Xiao Zhao, sudah jelas lebih dari sekali ia memikirkan masalah ini. “Keempat perempuan ini masing-masing mencintaiku dengan sungguh-sungguh, lalu aku harus bagaimana? Siapapun juga yang akan kupilih sebagai istriku, ak pasti akan melukai hati tiga orang lainnya. Tapi akhirnya, di lubuk hatiku yang paling dalam, sebenarnya siapa di antara mereka yang sungguh-sungguh kucintai?”

Karena ia selalu sulit membuat keputusan, ia selalu mengatakan kepada dirinya sendiri untuk melupakan semua masalah itu. Kadang-kadang ia berpikir, “Orang-orang Tartar masih belum terusir dari negeri ini, masa aku bisa membangun keluarga? Akhirnya, untuk apa juga aku harus punya anak-anak?”

Di saat lain ia berpikir, “Aku adalah Jiaozhu dari Ming Jiao. Segala hal yang keperintahkan, pasti akan dikerjakan. Aku bertanggungjawab atas kemajuan dan kemerosotan bukan hanya sekte kita, tetapi juga dunia persilatan. Aku yakin di sepanjang hidupku ini aku belum pernah melakukan sesuatu yang memalukan. Tapi kalau sekarang aku menceburkan diri ke dalam pesona kaum perempuan, maka aku akan mempermalukan diriku sendiri di depan para pendekar di dunia persilatan, dan aku juga akan merusak nama baik Ming Jiao.”

Berikutnya lagi ia berpikir, “Sebelum meninggal, ibuku dengan serius memperingatkan aku supaya berhati-hati kepada perempuan, apalagi perempuan cantik, karena mereka semua pandai menipu orang. Bagaimana aku bisa melupakan nasihat ibuku sendiri?”

Sebenarnya, mau berdebat seperti apapun juga, ia hanya sedang membohongi diri sendiri. Memutuskan wanita mana yang sungguh-sungguh dicintainya sama sekali tidak ada kaitannya dengan Ming Jiao, juga tidak akan mengganggu perjuangan untuk merebut kembali negerinya. Hal itu juga tidak akan merusak nama baik Ming Jiao. Ia hanya selalu berpikir, yang ini sangat baik, yang itu juga baik, maka dari itu ia tidak berani terlalu banyak memikirkan mereka. Kungfunya mungkin saja tinggi, tetapi dalam sikap hidup sehari-hari sebenarnya ia sangat plin-plan dan tidak tegas, sulit mengambil keputusan. Kalau mengamati perjalanan hidupnya, ia akan selalu memilih supaya segala sesuatu berjallan secara alamiah. Kalau dipaksa untuk mengambil keputusan, ia akan lebih memilih untuk mengorbankan kepentingan pribadinya ketimbang tidak setuju dengan pendapat atau harapan orang lain. Contohnya dalam hal Qian Kun Da Nuo Yi, ia mempelajarinya karena didorong oleh Xiao Zhao. Dari segi hak dan posisi, ia punya cukup kemampuan untuk mengambil alih kepemimpinan Ming Jiao, tetapi ia memerlukan dorongan dari Yin Tianzheng, Yin Yewang, dan yang lain, supaya akhirnya ia menyetujui usulan mereka. Pertunangannya dengan Zhou Zhiruo adalah karena ia menghargai permintaan Xie Xun. Ia kemudian tidak jadi membungkuk ke Langit dan Bumi bersama dengan Zhou Zhiruo untuk meresmikan perkawinan mereka adalah karena Zhao Min memintanya. Saat itu, jika saja Jin Hua Popo dan Yin Li tidak menggunakan cara paksa, dan lebih cenderung membujuk, kemungkinan besar ia akan dengan senang hati mengikuti mereka ke Pulau Ular.

Tetapi kadang-kadang ia juga mau tidak mau berpikir, “Seandainya saja aku bisa menghabiskan sisa hidupku bersama dengan mereka berempat, hidup bersama dengan rukun dan damai, alangkah indahnya semua itu.” Lagipula, di penghujung akhir Dinasti Yuan ini, entahkah seorang sastrawan, pedagang, pendekar Jianghu, ataukah bajingan, bukan hal yang luar biasa bagi pria untuk memiliki lebih dari seorang istri. Hanya saja, Ming Jiao yang berasal dari Persia berkembang di tengah pergulatan politik, dan juga selalu menghadapi tantangan serta dianggap sebagai ajaran sesat, karena itu bagi mereka kehidupan perkawinan terasa sangat tidak praktis. Orang-orang Ming Jiao selalu merasa setiap saat kehidupan mereka bisa berakhir di ujung pedang, maka menikahi seorang perempuan akan menjadi sebuah beban ekstra.

Zhang Wuji secara alamiah punya sifat yang lembut dan halus. Di kepalanya selalu ada gagasan bahwa, entah perempuan macam apapun yang akan menikah dengannya, itu akan menjadi sebuah keberuntungan besar baginya. Jika ia mengambil istri lebih dari satu, maka itu akan menjadi tidak adil bagi yang lain. Sebagai akibatnya, begitu pikiran semacam ini timbul di benaknya, ia pasti akan menekannya. Kapanpun timbul pikiran mengenai hal ini, ia akan mengatakan kepada dirinya sendiri, “Orang harus puas dengan apa yang jadi miliknya, tapi aku selalu saja berpikir begini. Betul-betul memalukan!”

Selanjutnya Xiao Zhao pergi jauh ke Persia, Yin Li meninggal, dan kelihatannya Zhao Min adalah orang yang membunuhnya. Secara logis ia merasa pilihannya hanya tinggal Zhou Zhiruo seorang. Tetapi, setelah melalui liku-liku yang sangat rumit dan panjang, hal-hal yang sangat aneh terjadi dan kebenaran terkuak. Zhou Zhiruo dan Zhao Min akhirnya bertukar tempat. Yang tadinya dianggap jahat ternyata menjadi baik, dan sebaliknya. Sebagai tambahan lagi, kenyataan bahwa Zhao Min memutuskan hubungan dengan keluarganya sendiri telah diketahui umum. Karena itu ia seharusnya tidak punya kesulitan untuk memutuskan, bukankah begitu? Tapi di luar dugaannya, Zhao Min tiba-tiba menghilang tanpa jejak, bahkan tanpa mengatakan sesuatu apapun kepadanya, dan saat itu Zhou Zhiruo sedang berada di situ, menyudutkannya dengan segudang pertanyaan.

Melihatnya ragu-ragu dan tidak menjawab, Zhou Zhiruo berkata, “Pertanyaanku tentu saja asal-asalan, hanya seandainya. Xiao Zhao sudah menjadi ketua Ming Jiao Persia, yang harus tetap perawan. Aku… aku sudah membunuh Nona Yin. Jadi dari kami berempat, sekarang piilihanmu hanya tinggal Nona Zhao. Aku hanya ingin tahu, seandainya kami berempat hidup dan baik-baik saja, dan kami semua ada di sisimu, lalu apa yang akan kau lakukan?”

“Zhiruo,” kata Zhang Wuji, akhirnya. “Urusan ini sudah lama sekali membebani pikiranku dan hatiku. Sudah jelas, aku sangat sulit kalau harus memilih, sampai hari ini… Aku sekarang tahu siapa yang sungguh-sungguh kucintai.”

“Siapa?” tanya Zhou Zhiruo. “Apakah… apakah Nona Zhao?”

“Betul,” jawab Zhang Wuji. “Hari ini, saat aku setengah mati mencarinya dan tidak bisa menemukannya, aku berharap untuk mati saja. Kalau mulai saat ini aku tidak bisa menemuinya lagi, aku tidak berharap untuk hidup lebih lama. Waktu Xiao Zhao meninggalkan aku, aku sungguh sangat patah hati. Waktu adik sepupuku meninggal, aku lebih berduka lagi. Kau… kau berubah jadi seperti ini, aku bukan hanya sakit hati, aku juga merasa sangat menyesal. Tapi, Zhiruo, aku tidak akan membohongimu, kalau dalam sisa hidupku aku tidak lagi bisa bertemu dengan Nona Zhao, aku sungguh lebih suka mati. Ini perasaanku yang terdalam, yang belum pernah kukatakan kepada orang lain.” Mula-mula keempat gadis itu, Yin Li, Zhou Zhiruo, Xhai Zhao dan Zhao Min, semuanya sama di mata Zhang Wuji. Tetapi begitu Zhao Min meninggalkannya hari ini, ia tiba-tiba menyadari di mana tempat Zhao Min yang sesungguhnya di lubuk hatinya. Ia tidak sama seperti yang lain.

Ketika Zhou Zhiruo mendengar ucapannya, diam-diam ia berkata, “Hari itu di Dadou, aku melihatmu pergi ke kedai arak kecil untuk menemuinya, aku sudah tahu di dalam hatimu sebetulnya bagaimana. Ini hanya impian kosongku, tadinya aku berharap kalau kau dan aku menikah, mungkin… mungkin saja aku bisa menarikmu untuk kembali memcintaiku. Tapi sepertinya ini… sungguh… aku tahu ini mustahil.”

Zhang Wuji berkata dengan penuh penyesalan, “Zhiruo, kepadamu, aku akan selalu punya rasa hormat. Terhadap Yin Biaomei, hatiku akan selalu berterima kasih. Kepada Xiao Zhao, aku akan selalu punya tempat yang lembut untuknya di hatiku. Tapi terhadap Nona Zhao, sebenarnya… sebenarnya aku punya cinta yang seolah terukir di hati dan terpahat di tulangku.”

“Terukir di hati dan terpahat di tulang,” ulang Zhou Zhiruo. Setelah diam agak lama ia berkata dengan suara rendah, “Wuji Gege… cintaku kepadamu juga terukir di hati dan terpahat di tulang. Kau… kau tahu atau tidak?”

Zhang Wuji sangat tersentuh. Ia menyentuh tangan Zhou Zhiruo, lalu berkata dengan suara lembut, “Zhiruo, aku tahu. Yang aku tidak tahu adalah, bagaimana caranya aku bisa membalas cintamu yang begitu besar itu di sepanjang hidupku ini. Aku… aku sungguh merasa bersalah.”

“Kau tidak bersalah. Kau selalu baik kepadaku, kau pikir aku tidak tahu itu?” kata Zhou Zhiruo. “Coba kutanya lagi, seandainya kali ini Nona Zhao meninggalkanmu dan tidak kembali, kau tidak akan melihatnya lagi. Seandainya dia dibunuh orang jahat, atau seandainya dia berubah pikiran dan tidak lagi mencintaimu, lalu apa yang akan kau lakukan?”

Hati Zhang Wuji sudah terlalu lama cemas memikirkan Zhao Min. Ketika mendengar ucapannya, ia tidak sanggup bertahan lagi. Seperti bendungan jebol, dengan suara serak ia berkata, “Aku… aku sungguh tidak tahu! Apapun juga yang terjadi, entah harus pergi ke langit atau ke bawah bumi, pokoknya aku harus menemukannya.”

Zhou Zhiruo menghela nafas dan berkata, “Hatinya tidak akan berubah. Kalau kau sungguh ingin menemuinya, sebetulnya sangat mudah.”

Zhang Wuji terkejut dan sekaligus gembira. “Di mana dia?” ia bangkit berdiri dan berkata lagi, “Zhiruo, cepat katakan, di mana dia?”

Sepasang mata Zhou Zhiruo yang indah menatap Zhang Wuji lekat-lekat. Melihat mukanya yang dipenuhi kegirangan liar, ia berkata dengan halus, “Kau tidak pernah menunjukkan emosi seperti ini terhadap aku. Kalau kau ingin menemukan Nona Zhao, kau harus berjanji untuk melakukan satu hal untukku. Kalau tidak, kau boleh melupakannya, untuk selamanya.”

“Kau ingin aku melakukan apa?” tanya Zhang Wuji.

“Sekarang aku belum memikirkannya,” kata Zhou Zhiruo. “Nanti, kalau sudah terpikir, aku akan memberitahumu. Aku bisa berjanji, ini bukan sesuatu yang melanggar etika atau moral, juga tidak akan mengganggu tujuanmu untuk merebut kembali negara kita, dan sama sekali tidak akan merusak nama baik atau reputasi Ming Jiao. Hanya saja, ini pasti tidak mudah dilakukan.”

Air muka Zhang Wuji berubah datar. Ia berpikir, “Min Mei juga memintaku melakukan tiga hal, dan dia juga mengatakan hal-hal seperti ini. Dan sejauh ini aku baru melakukan dua hal untuknya, dan dua hal itu bukan sesuatu yang mudah dikerjakan. Kenapa Zhiruo sekarang harus meniru ucapannya?”

“Kau mau melakukannya atau tidak, itu sepenuhnya terserah kau,” kata Zhou Zhiruo. “Tapi seorang pria sejati harus menepati janjinya. Kalau kau sudah berjanji, maka kau tidak boleh mengingkarinya di kemudian hari.”

Zhang Wuji dengan ragu-ragu berkata, “Tadi kau bilang tidak melanggar moral dan etika, juga tidak mengganggu tujuan untuk merebut kembali negeri kita, dan tidak merusak nama baik Ming Jiao?”

“Betul,” jawab Zhou Zhiruo.

“Baiklah,” kata Zhang Wuji. “Kalau memang tidak melanggar moral dan etika, dan tidak mengganggu urusan negara, dan tidak merusak nama baik Ming Jiao, maka aku bisa berjanji.”

“Nah, kalau begitu sekarang kita resmikan perjanjian kita,” kata Zhou Zhiruo sambil mengulurkan tangan, ia siap untuk saling bertepuk tangan dengan Zhang Wuji.

Zhang Wuji mengerti bahwa begitu ia menepuk tangannya, maka ia menempatkan diri dalam belenggu berat. Dari luar Nona Zhou ini tampak sangat halus, sopan dan lembut, tetapi pikirannya sangat licik, dan tindakannya kejam. Dia sama sekali tidak kalah dengan Zhao Min. Karena itu ia mengangkat telapak tangannya, tapi tidak dengan segera menepuk tangan Zhou Zhiruo.

Zhou Zhiruo tersenyum dan berkata, “Segera setelah kau berjanji, aku akan memberitahumu, dan kau pasti akan bertemu dengan kekasihmu saat itu juga.”

Dada Zhang Wuji serasa terbakar. Ia tidak lagi peduli segala hal lain, dan langsung menepuk tangan Zhou Zhiruo tiga kali.

Zhou Zhiruo tertawa dan berkata, “Coba lihat, siapa yang ada di situ.” Ia meraih semak-semak di belakangnya dan menyibakkan dedaunan. Di situlah, di belakang dedaunan yang rimbun duduk seorang gadis muda dengan wajah yang tampak seperti tersenyum, tetapi sebetulnya ia tidak sedang tersenyum, siapa lagi kalau bukan Zhao Min.

Terkejut bercampur kegirangan, Zhang Wuji berseru memanggilnya, “Min Mei!”

“Ah!” tiba-tiba, beberapa zhang di belakangnya, ia mendengar suara seruan perempuan lain, seolah-olah ia tidak dapat menahan rasa terkejut ketika melihat Zhao Min muncul. Suara itu sebetulnya sangat halis, namun begitu Zhang Wuji bisa mendengarnya dengan jelas.

Zhang Wuji tertegun sejenak, larut dalam berbagai pikiran yang sedang berkecamuk di benaknya. Pelan-pelan ia menarik Zhao Min bangkit. Keyika tangan mereka bertemu, ia merasa tangan Zhao Min kaku. Ia segera menyadari bahwa ketika ia tiba-tiba menghilang tanpa jejak, dan ia mencarinya setengah mati tanpa bisa menemukannya, sebetulnya Zhao Min telah ditangkap oleh Zhou Zhiruo. Titik akupunturnya tertotok dan ia disembunyikan di sini. Zhou Zhiruo lalu dengan sengaja membawanya ke sini dan mengatakan sehala hal itu tepat di sini, supaya Zhao Min mendengarnya. Jika ia tidak tahan melihat Zhou Zhiruo dan mengeluarkan sedikit saja kata-kata untuk menyanjungnya, atau bahkan bersikap mesra kepadanya, maka ia jatuh ke dalam perangkap. Pada saat itu, Zhao Min akan sungguh-sungguh pergi meninggalkannya tanpa menanyakan apa-apa lagi. Ketika memikirkan hal ini, ia mau tidak mau mengomeli diri, “Memalukan!” Punggungnya terasa basah oleh keringat dingin.

Ketika memeriksa nadi Zhao Min, ia menemukan bahwa chi-nya mengalir normal, jadi ia tidak mengalami cedera apapun. Di bawah sinar bulan ia bisa melihat betapa mata Zhao Min bersinar penuh kegirangan. Ia tampak sangat menggemaskan dan menggoda. Zhang Wuji yakin bahwa ia telah mendengar semua yang dikatakannya kepada Zhou Zhiruo. Meskipun tubuhnya tidak bisa bergerak dan mulutnya tidak bisa bicara, tetapi telinganya bisa mendengar semuanya. Ia telah mengatakan isi hatinya, bahwa ia mencintainya dengan cinta yang ‘terukir di hati dan terpahat di tulang’. Zhao Min mendengar ketulusan di dalam suaranya dan ia sungguh sangat gembira, hampir tak terkendali.

Zhou Zhiruo menekuk tubuhnya dan membisikkan sesuatu ke telinga Zhang Wuji. Zhang Wuji juga menjawab dengan nada rendah. Tiba-tiba Zhou Zhiruo berteriak marah, “Zhang Wuji, kau sungguh-sungguh tidak memandangku! Coba lihat baik-baik, Nona Zhao sudah keracunan, kau kira dia masih bisa hidup?”

Zhang Wuji sangat terkejut. “Dia… dia keracunan?” tanyanya. “Kau meracuninya?” Ia membungkuk untuk memeriksa Zhao Min, dan ia baru saja membuka mata sebelah kiri Zhao Min ketika merasa punggungnya kesemutan karena titik akupunturnya telah ditotok.

“Ah!” seru Zhang Wuji. Tubuhnya terayun.

Gerakan Zhou Zhiruo secepat angin. Jari-jariya yang indah itu penuh tenaga, ia dengan cepat menotok lima jalan darah utama di bahu kiri, di kedua sisi punggung bagian bawah dan bagian tengah punggungnya. Zhang Wuji jatuh terjengkang. Ia melihat bayangan hijau berkelebat ketika Zhou Zhiruo menghunus pedang dan mengarahkannya ke dadanya.

“Kau tidak bisa lari, dan kau juga tidak bisa bersembunyi,” serunya dengan nada datar. “Hari ini aku akann membunuhmu. Lagipula arwah Yin Li selalu mengangguku. Aku akan mati juga akhirnya. Aku lebih suka mati bersamamu.” Sambil berkata begitu ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, bersiap untuk menikam dada Zhang Wuji.

Tiba-tiba seorang wanita berseru dari arah belakangnya, “Tahan! Zhou Zhiruo, Yin Li belum mati!”

Memalingkan kepalanya, Zhou Zhiruo melihat seorang gadis berbaju hitam bergerak ringan di antara semak-semak, dengan jari-jari terentang untuk menyerangnya. Zhou Zhiruo memiringkan tubuhnya ke samping untuk mengelak. Wanita itu berpaling. Cahaya bulan bersinar menerangi bagian samping wajahnya yang cantik, meskipun dipenuhi bekas luka.

Zhang Wuji melihatnya dengan jelas, dia tak lain adalah adik sepupunya, Yin Li, hanya saja bengkak-bengkak di wajahnya sekarang telah hilang. Meskipun wajahnya dipenuhi bekas sayatan, tetapi sayatan itu tidak bisa menutupi kecantikannya. Samar-samar ia tampak sangat mirip dengan gadis kecil yang cantik dan halus, yang berdiri di samping Jin Hua Popo di Lembah Kupu-kupu bertahun-tahun yang lalu.

Zhou Zhiruo mundur dua langkah ke belakang, telapak tangan kirinya di depan dada, pedang di tangan kanannya masih tetap terarah ke dada Zhang Wuji. “Kau berani maju selangkah lagi, pedangku akan membunuhnya lebih dulu,” bentaknya.

Yin Li tidak berani bergerak, ia dengan cemas berkata, “Kau… masih belum cukupkah kekejaman yang kau lakukan?”

“Kau ini hantu atau manusia?” tanya Zhou Zhiruo.

“Tentu saja aku manusia,” jawab Yin Li.

“Zhu’er!” tiba-tiba Zhang Wuji berteriak, ia melompat dan memeluk Yin Li. “Zhu’er…!” panggilnya lagi. “Kau… aku sungguh sangat merindukanmu, sampai hatiku sakit sekali!”

Yin Li memekik tertahan karena terkejut, ia tak bisa bergerak karena lengan Zhang Wuji melingkari tubuhnya.

Zhou Zhiruo cekikikan dan berkata, “Kalau kami tidak melakukan ini, kau juga tidak mau keluar.” Ia berbalik untuk membebaskan totokan Zhao Min dan mengurut jalan darah dan otot-ototnya.

Zhao Min telah berada di bawah kendali Zhou Zhiruo sepanjang hari ini dan ditinggalkan sendirian setelah dilemparkan ke sini, ia sangat marah. Untungnya setelah itu ia mendengar Zhang Wuji mencurahkan segala isi hatinya, yang mengubah amarahnya menjadi luapan kegembiraan. Tetapi kemudian Yin Li mendadak muncul, dan menambah segudang masalah yang sudah lama ada di benaknya. Kebencian lama baru saja berlalu, sekarang kecemasan baru tiba.

Yin Li berkata dengan marah, “Untuk apa kau memuji dan bermulut manis kepadaku? Nona Zhao dan Nona Zhou keduanya ada di sini, jaga sikapmu baik-baik.”

“Hm,” dengus Zhao Min. “Jadi dia harus menjaga sikap hanya kalau aku dan Nona Zhou ada di sini ya?”

Zhang Wuji berkata, “Aku kegirangan setengah mati melihatmu bangkit dari kematian. Biaomei, kau… apa kabarmu?”

Yin Li menarik tangannya dan menghadapkan mukanya ke arah cahaya bulan. Setelah menatapnya lama, tiba-tiba ia menjewer telinga kiri Zhang Wuji dan memutarnya dengan paksa.

“Ahh!” jerit Zhang Wuji kesakitan. “Kenapa kau melakukan itu?”

“Kau ini — Si Jelek14 — kau memang pantas dicincang jadi ribuan potong!” kata Yin Li. “Kau… kau menguburku hidup-hidup di dalam tanah, kau membuatku sangat menderita.” Sambil berkata begitu ia memukul dada Zhang Wuji tiga kali, ‘Buk, buk, buk!‘.

Zhang Wuji tidak berani melindungi diri dengan Jiu Yang Shen Gong. Ia menahan tiga pukulan itu sambil tersenyum dan berkata, “Zhu’er! Aku betul-betul mengira kau sudah… sudah mati. Aku menangisimu berkali-kali. Kau tidak mati. Ini sungguh luar biasa. Lao Tianye15 sungguh punya mata.”

“Lao Tianye memang punya mata, tapi kau, orang jelek ini, sama sekali tidak,” omel Yin Li dengan marah. “Kau bahkan tidak tahu orang masih hidup atau sudah mati. Aku sungguh tidak percaya. Kau rupanya membenci mukaku yang jelek dan bengkak, jadi kau tega menguburku begitu saja tanpa menunggu nafasku berhenti. Kau tidak punya hati. Kau sungguh-sungguh bajingan jelek yang tidak punya hati!”

Begitu ia mulai melontarkan segudang makian, ekspresi mukanya, suara dan gerak-geriknya, sungguh-sungguh adalah Yin Li yang sangat dikenalnya. Zhang Wuji tertawa terbahak-bahak. Sambil menggaruk kepala ia berkata, “Omelanmu memang tepat sasaran. Kau benar. Aku sangat bodoh. Aku melihat mukamu penuh darah dan kau tidak bernafas, jantungmu tidak berdetak, karena itu kupikir kau tidak tertolong lagi…”

Yin Li melompat maju untuk menjewer telinga kanannya. Zhang Wuji tertawa sambil mengelak ke samping. Ia membungkuk dan merangkapkan kedua tangannya. “Zhu’er yang baik, mohon ampuni aku.”

“Aku tidak akan mengampunimu!” kata Yin Li. “Saat itu waktu aku sadar, aku merasa sangat dingin di sekelilingku. Aku ternyata dikelilingi batu! Kalau kau ingin menguburku hidup-hidup kenapa kau menimbunku dengan batu-batuan? Kenapa bukan lumpur dan tanah, supaya aku tidak bisa bernafas dan betul-betul mati?”

“Terima kasih kepada Langit dan Bumi, aku ternyata menimbun batu-batuan di atas tubuhmu,” kata Zhang Wuji. Ia tak kuasa menahan diri untuk melirik Zhou Zhiruo.

Yin Li sangat marah. “Perempuan ini sangat kejam. Aku melarangmu melihatnya,” katanya.

“Kenapa?” tanya Zhang Wuji.

“Dia itulah yang membunuhku,” jawab Yin Li. “Kenapa kau masih tetap sayang sama dia?”

“Tapi kau tidak mati,” sela Zhao Min. “Bagaimana mungkin dia jadi pembunuhmu?”

“Aku sudah mati sekali,” kata Yin Li. “Itu yang membuatnya jadi pembunuhku!”

“Zhu’er yang baik,” bujuk Zhang Wuji. “Kau lolos dari maut dan kembali hidup. Kami semua sangat bahagia. Kenapa tidak duduk manis dulu di sini, supaya kau bisa cerita bagaimana kau lolos dari maut?”

Yin Li berkata, “Apa maksudmu ‘kami’? Coba kutanya dulu, waktu bilang ‘kami’, itu maksudmu siapa saja?”

Sambil tertawa Zhang Wuji berkata, “Hanya ada empat orang di sini. Tentu saja ‘kami’ berarti Nona Zhou, Nona Zhao dan aku.”

“Hm!” dengus Yin Li sambil tertawa dingin. “Aku tidak mati. Bolehlah kita bilang kau cukup senang. Nah bagaimana dengan Nna Zhou dan Nona Zhao? Apa mereka juga bahagia? Yang benar saja!”

“Nona Yin,” kata Zhou Zhiruo. “Aku sangat kejam saat itu, aku telah mencelakaimu. Tapi kemudian, aku bukan saja menyesali semua perbuatanku, tapi juga tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak lagi. Kalau tidak, masa aku begitu ketakutan waktu bertemu denganmu di hutan. Sekarang setelah melihatmu dalam keadaan hidup dan sehat, semua bebanku lenyap. Surga menjadi saksi, kebahagiaanku sungguh tak terkira.”

Yin Li memiringkan kepalanya dan berpikir sejenak. Ia mengangguk dan berkata, “Itu masuk akal. Sebenarnya, aku masih ingin membuat perhitungan denganmu, tapi karena kau sudah minta maaf, baiklah aku akan melupakannya.”

Zhou Zhiruo berlutut dan terisak. “Aku… aku sungguh sudah melakukan terlalu banyak dosa kepadamu.”

Yin Li sebetulnya sangat galak, tetapi ketika melihat Zhou Zhiruo dengan tulus mengakui kesalahannya, hatinya meleleh. Ia cepat-cepat membantu Zhou Zhiruo berdiri, lalu berkata, “Zhou Jiejie, biarkan semua hal yang sudah berlalu sungguh-sungguh berlalu, kita lupakan saja semuanya. Lagipula, aku tidak mati.” Sambil menggandeng tangan Zhou Zhiruo ia mengajaknya duduk berdampingan.

Sambil menyibakkan rambutnya ke samping, Yin Li berkata, “Kau menyayat wajahku dengan pedang, itu sebetulnya juga bukan sama sekali tidak ada untungnya. Mukaku dari semula bengkak-bengkak, setelah tersayat pedang, darah beracun mengucur keluar, bengkak-bengkak itu pelan-pelan hilang.”

Zhou Zhiruo diliputi rasa bersalah yang dalam, ia tak tahu apa yang harus dikatakan.

Zhang Wuji berkata, “Setelah itu, Yifu, aku dan Zhiruo tinggal di pulau selama beberapa waktu. Zhu’er, kenapa saat itu kau tidak menemui kami?”

“Aku tidak ingin menemuimu,” jawab Yin Li dengan marah. “Kau dan Nona Zhou terus-terusan berbisik mesra omong kosong sepanjang waktu, masa aku tidak marah mendengar segala omong kosong itu? Hm! ‘Mulai saat ini, cintaku kepadamu akan berlipat ganda, bahkan tiga! Kita sebagai suami-istri, dua orang satu tubuh, mana mungkin aku mencelakaimu?‘” Dalam beberapa kalimat terakhir ia menirukan gaya bicara Zhang Wuji. Dan kemudian, ia meneruskan dengan suara Zhou Zhiruo, “‘Bagaimana kalau aku salah dan menyinggungmu, kau akan memukulku, membentakku, atau bahkan membunuhku? Sejak kecil aku tidak punya ayah dan ibu yang membimbingku. Kadang-kadang aku sulit untuk tidak membuat kesalahan.‘” Ia batuk-batuk dan mengganti suaranya dengan suara berat seorang pria, “‘Zhiruo, kau ini istriku tercinta. Meskipun kau bersalah, aku tetap tidak akan membentak atau menyalahkanmu.‘” Sambil menudingkan jari ke arah bulan, ia berkata lagi, “‘Bulan di atas langit itu adalah saksi kita’”

Ternyata ketika Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo sedang saling mengungkapkan isi hati mereka, Yin Li mendengar semuanya. Ketika ia mengulangi semua kata-kata itu satu-persatu, muka Zhou Zhiruo merah padam, sementara Zhang Wuji tampak tersipu dan gelisah. Ia mencuri pandang ke arah Zhao Min dan melihat mukanya sepucat kertas, karena itu ia meraih tangannya. Di luar dugaan Zhao Min memutar tangannya dan mencubit lengannya dengan kedua kukunya yang panjang. Zhang Wuji meringis kesakitan, tetapi tidak berani bersuara, ia juga tidak berani bergerak.

Yin Li merogoh sakunya untuk mengeluarkan sebuah papan kayu. Ia lalu menyodorkannya ke muka Zhang Wuji. “Coba kau lihat ini baik-baik. Ini apa?” tanyanya.

Zhang Wuji melihat lebih dekat dan mulai bisa membaca sebaris karakter yang terukir di atas papan itu. Di situ tertulis, “Makam Istriku Tercinta, Zhu’Er Yin Li. Zhang Wuji Menyatakan Dengan Tulus.” Itu adalah nisan yang didirikannya di atas makam Yin Li, di Pulau Ular.

Yin Li dengan pahit berkata, “Begitu aku merangkak keluar dari kubur, aku melihat papan ini, dan aku jadi bingung. Ini apa? Di mana itu Si Umur Pendek yang tidak punya hati, Bajingan Clik, Zhang Wuji? Aku memikirkan hal ini ratusan kali, tanpa bisa memahami apa yang trejadi, sampai kemudian aku menguping pembicaraan kalian berdua, ‘Wuji Gege Ini’ dan ‘Wuji Gege Anu’. Tiba-tiba aku mulai paham, ternyata Zhang Wuji adalah Zeng Aniu, dan Zeng Aniu sebenarnya adalah Zhang Wuji. Kau ini, bajingan yang tak punya hati, kau membohongiku habis-habisan!” Ia mengangkat papan itu tinggi-tinggi, lalu menghantamkannya ke kepala Zhang Wuji. ‘Kreekk!’ papan kayu itu patah, serpihan kayu beterbangan ke segala arah.

Zhao Min marah. “Kenapa kau terus-terusan memukuli orang?” katanya.

Yin Li tertawa keras-keras dan berkata, “Aku memang suka memukulnya, apa hubungannya denganmu? Hatimu sakit ya?”

Zhao Min tersipu dan berkata, “Dia sengaja mengalah kepadamu. Kau ini tidak bisa membedakan mana yang baik.”

Yin Li tertawa. “Kenapa kau bilang aku tidak bisa membedakan mana yang baik?” tanyanya. “Kau tidak usah kuatir, aku tidak akan berebut orang jelek ini denganmu. Hatiku sudah keberikan kepada seseorang, orang yang menggigit tanganku di Lembah Kupu-kupu itu, Zhang Wuji. Tentang orang jelek ini, aku tidak peduli dia menyebut dirinya Zhang Wuji atau Zeng Aniu, aku sama sekali tidak menyukainya.”

Berpaling kepada Zhang Wuji ia berkata dengan lembut, “Aniu Gege, kau selalu memperlakukan aku dengan baik, aku berterima kasih kepadamu. Tapi sejak lama hatiku sudah keberikan kepada si jahat itu, Zhang Wuji kecil yang kejam itu. Kau bukan dia, bukan, kau bukan dia…”

Zhang Wuji bingung. “Aku sudah jelas Zhang Wuji,” katanya. “Kenapa… apa…”

Yin Li menatapnya dengan lembut sangat lama. Tatapannya beubah-ubah tak menentu. Akhirnya, ia menggeleng dan berkata, “Aniu Gege, kau tidak mengerti. Di padang pasir daerah barat itu, kau dan aku sudah melalui hidup-mati bersama-sama. Di pulau kecil itu, kau teramat sangat baik kepadaku. Kau ini orang baik. Tapi aku sudah pernah bilang, hatiku sudah kuberikan kepada Zhang Wuji itu sejak lama. Aku akan menemukan dia. Coba katakan, menurutmu kalau aku sudah menemukannya, apa dia masih ingin memukulku, membentakku atau bahkan menggigitku?”

Tanpa menunggu jawaban Zhang Wuji, ia berbalik dan pelan-pelan berjalan pergi.

Tiba-tiba Zhang Wuji mengerti semuanya. Ternyata yang benar-benar dicintai Zhu’er adalah Zhang Wuji yang ada di dalam ingatannya, Zhang Wuji yang ditemuinya di Lembah Kupu-kupu, yang memukul dan menggigitnya, Zhang Wuji keras kepala yang nemolak untuk mengikutinya, bukan Zhang Wuji sesungguhnya, yang sekarang sudah dewasa, yang toleran dan selalu memperlakukan orang lain dengan baik. Sepertiga dari hatinya terluka, sepertiga lainnya merasa tidak tega melepaskannya pergi, dan sepertiga sisanya sangat lega. Pandangannya mengikuti langkah Yin Li sampai bayangannya menghilang di kegelapan malam. Ia tahu bahwa di sepanjang hidupnya Yin Li akan selalu teringat akan anak belasan tahun yang kuat di Lembah Kupu-kupu itu, dan akan selalu ingin mencarinya. Ia sadar bahwa Yin Lia tidak akan pernah menemukan orang yang dicarinya, tapi sebenarnya orang juga bisa bilang bahwa Yin Li sudah menemukan dia, karena anak itu selalu hidup dalam hatinya. Bukankah seringkali orang aslinya, dalam kehidupan nyata, tidak sebaik apa yang ada di dalam ingatan kita tentang orang itu?

Zhou Zhiruo menghela nafas dan berkata, “Ini semua salahku. Aku mencelakainya begitu berat sampai akhirnya dia jadi gila.”

Tapi Zhang Wuji berpikir, “Mungkin saja dia agak kacau, dan itu semua karena aku. Tapi dibandingkan dengan semua orang yang beranggapan dirinya sehat, belum tentu dia lebih tidak berbahagia.”

Sebaliknya, Zhao Min punya pikiran lain lagi. Yin Li sudah pergi, tapi bagaimana dengan Zhou Zhiruo? Yin Li tidak mati, Xie Xun juga telah ditemukan, dalam keadaan sehat dan baik. Kitab Ilmu Silat yang ada di dalam Pedang Yitian, berikut Kitab Strategi Militer di dalam Golok Pembunuh Naga, berikut golok itu sendiri, semuanya sudah berhasil dipulihkan dan sudah dikembalikan kepada Zhang Wuji. Pendek kata, kelihatannya segala tindakan kejam Zhou Zhiruo dan semua kesalahan lainnya, sekarang tidak menjadi lebih buruk. Meskipun Song Qingshu memang sungguh membunuh Mo Shenggu karena dia, tetapi itu kesalahan Song Qingshu sendiri, Zhou Zhiruo bahkan sama sekali tidak tahu mengenai hal itu. Dan lagi, ia sudah pasti tidak ikut merancang kecelakaan itu. Sebelumnya Zhang Wuji sudah bertunangan dengannya, dan dia sudah jelas bukan orang yang akan mengabaikan kepercayaan dan kesetiaan.

Zhou Zhiruo berdiri. “Ayo kita pergi!” katanya.

“Ke mana?” tanya Zhao Min.

Zhou Zhiruo menjawab, “Waktu aku di Shaolin tadi, kulihat Biksu Peng Yingyu datang buru-buru mencari dia,” ia memalingkan muka kepada Zhang Wuji. “Kelihatannya ada sesuatu yang sangat penting terjadi di dalam Ming Jiao.”

Hati Zhang Wuji berubah dingin. “Aku tidak boleh mengabaikan urusan Ming Jiao karena perempuan,” pikirnya, lalu ia buru-buru berkata, “Ayo cepat kita cari tahu apa yang terjadi.”

Mereka segera berangkat, dan setelah berjalan cepat beberapa waktu, mereka tiba di perkemahan Ming Jiao. Yang Xiao, Fan Yao, Peng Yingyu dan yang lain baru hebdak mengutus orang untuk mencari ketua mereka. Semua orang tampak gembira dan lega ketika melihat Zhang Wuji, tetapi ketika melihat Zhou Zhiruo dan Zhao Min kembali bersamanya, muka mereka tampak terkejut dan keheranan.

Zhang Wuji memperhatikan bahwa semua orang tampak lesu, dengan segera ia tahu bahwa ada sesuatu yang salah. “Peng Dashi, kau mencariku?”

Sebelum Peng Yingyu menjawab, Zhou Zhiruo menarik tangan Zhao Min menjauh sambil berjata, “Ayo kita pergi dan duduk di situ.”

Zhao Min mengerti, Zhou Zhiruo berusaha untuk menghindari kecurigaan. Ia tidak meminat mendengarkan urusan dalam Ming Jiao. Karena itu Zhao Min menemaninya keluar ruangan. Yang Xiao, Fan Yao dan yang lain tampak lebih heran lagi. Mereka semua berpikir, “Di hari perkawinan Jiaozhu di Haozhou saat itu, kedua perempuan ini berkelahi seperti dua ekor singa betina, tapi sekarang mereka tampaknya seperti saudara. Entah bagaimana cara Jiaozhu mendamaikan mereka. Dia betul-betul mampu melakukan hal-hal yang mustahil dilakukan orang. Rupanya Qian Kun Da Nuo Yi itu sungguh pantas dikagumi.”

Peng Yingyu menunggu sampai kedua wanita itu pergi, lalu berkata, “Lapor, Jiaozhu. Kita menderita kekalahan di Haozhou. Kubu Han Shantong, Han Xiong, jatuh.”

“Aduh!” keluh Zhang Wuji. Ia sangat berduka.

Peng Yingyu melanjutkan, “Saat ini, urusan militer di sekitar Sungai Huai Si ada di bawah kendali Zhu Yuanzhang. Segera setelah Xuda dan Chang Yuchun mendengar kabar itu, mereka mengirim pasukan untuk mendukung. Han Lin’er juga ikut bersama mereka. Situasinya sangat mendesak, kita tidak menunggu perintah Jiaozhu.”

“Itu sudah sepantasnya dilakukan,” jawab Zhang Wuji.

Ketika mereka sedang membicarakan urusan militer, Yin Yewang bergegas masuk dan berkata, “Lapor, Jiaozhu, Kai Pang mengirim orang untuk memberitahu kita bahwa keberadaan si pengkhianat, Chen Youliang itu, sudah berhasil ditemukan.”

“Di mana dia?” tanya Zhang Wuji.

Yin Yewang berkata, “Di luar dugaan, orang ini masuk ke dalam sekte kita sebagai anggota, ia berada di bawah komando Xu Shouhui. Kudengar dia berhasil mendapatkan kepercayaan Xu Shouhui.”

Zhang Wuji berpikir sejenak dan berkata, “Kalau begitu, sangat tidak pantas bagi kita untuk bertindak langsung. Jiujiu, aku harus minta bantuanmu untuk menyuruh orang memperingatkan Xu Xiong. Orang ini, Chen Youliang, sangat berbahaya dan licik. Kalau dibiarkan ada di dekatnya, sama saja Xu Xiong menunggu malapetaka terjadi. Dia tidak boleh membiarkan Chen Youliang berada di dekatnya.”

Yin Yewang menerima perintah, tetapi ia melanjutkan, “Akan lebih baik kalau kita langsung menyingkirkannya dengan pedang. Tolong tugaskan aku yang menanganinya!”

Zhang Wuji masih memikirkan baik atau tidaknya usulan itu, ketika salah seorang anggota Ming Jiao datang membawa surat penting dari Xu Shouhui.

Yang Xiao mengernyitkan alisnya dan berseru, “Celaka! Sungguh celaka! Dia bahkan sudah mendahului kita.”

Zhang Wuji membuka surat itu dan membaca isinya. Ternyata itu adala laporan yang cukup panjang dari Xu Shouhui. Ia menjelaskan bahwa Chen Youliang mengakui segala kekeliruannya kepada Ming Jiao, dan bahwa ia mengerti bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dan serius. Sekarang ia dengan setulusnya ingin bergabung dengan Ming Jiao dan bertekad untuk memperbaiki kesalahannya. Ia memohon kesempatan kepada Jiaozhu untuk membuka lembaran baru.

Zhang Wuji memberikan surat itu kepada Yang Xiao, Yin Yewang dan yang lain, supaya mereka bisa membacanya sendiri. Yin Yewang berkata, “Xu Xiongdi masuk perangkap orang ini, dia pasti akan celaka nantinya.”

Yang Xiao menghela nafas dan berkata, “Bangsat Chen Youliang ini sungguh licik, tapi kalau kita membunuhnya sekarang, semua orang akan tahu. Yang mereka lihat adalah, kita hanya ingin menyelesaikan dendam lama tanpa melihat kualitas orang lain. Dengan begitu kita akan membuat hati semua orang menjadi dingin.”

“Yang dikatakan Yang Zuoshi benar,” kata Zhang Wuji. “Peng Dashi, kau teman baik Xu Xiong. Bagaimana kalau kau yang menasihatinya supaya berhati-hati dan mengawasi gerak-gerik Chen Youliang baik-baik? Dia tidak boleh memberikan kekuasaan militer kepada Chen Youliang.” Peng Yinyu mengiyakan.

Sayangnya Xu Shouhui mengabaikan nasihat Peng Yingyu. Chen Youliang sudah berhasil meraih kepercayaan penuh, dan akhirnya menggulingkan Xu Shouhui pada tahun 1357. Chen Youliang menjadi Raja Han menggantikan Xu Shouhui, dan sejak itu kekuatan militernya pun berkembang pesat. Pasukan Chen Youliang adalah tandingan pasukan Wu yang dipimpin oleh Zhu Yuanzhang. Sejarah memcatat, hanya dua pasukan ini yang terkuat di antara barisan pemberontak melawan Dinasti Yuan. Nantinya, perebutan tahta akan sangat sengit antara kubu Chen Youliang dan kubu Zhu Yuanzhang, tetapi tidak banyak cerita yang mengangkat topik ini, barangkali karena persaingan ini sebenarnya menodai perjuangan rakyat yang sebenarnya murni ingin terbebas dari Dinasti Yuan, dan juga perang saudara itu memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak, terutama sekali dari pihak Ming Jiao.

Sementara pada saat Zhang Wuji menerima berita tersebut, pergolakan di dalam kubu Ming Jiao sendiri justru baru saja dimulai. Perlu dicatat bahwa pada saat itu Ming Jiao adalah penggerak perjuangan rakyat yang berbasis keagamaan. Bagi Ming Jiao sendiri, sebenarnya kemenangan selain untuk kepentingan rakyat jelata, juga akan membebaskan Ming Jiao dari tekanan publik yang sampai saat itu masih cenderung beranggapan bahwa Ming Jiao adalah aliran sesat dan bernuansa jahat. Tetapi di bawah kepemimpinan Zhang Wuji, saat itu banyak pihak mulai memandang Ming Jiao dengan cara yang baru.

Malam itu Zhang Wuji berdiskusi dengan Yang Xiao, Peng Yingyu dan para pejabat tinggi Ming Jiao lainnya sampai larut malam. Mereka sepakat untuk mengirimkan murid-murid Ming Jiao ke berbagai unit militer guna mendukung pemberontakan melawan Dinasti Yuan, tak peduli dari aliran atau sekte mana gerakan tersebut berasal.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Zhao Min berkata, “Semalam Zhou Jiejie pergi. Dia bilang tidak perlu menunggumu untuk berpamitan, dan dia minta maaf.”

Zhang Wuji merasa sedih sepanjang hari. Lalu ia teringat bahwa sudah sangat lama ia tidak bertemu dengan kakek gurunya, Zhang Sanfeng, ia sangat merindukan orang tua itu. Karena itu sambil membawa serta Zhao Min dan Song Qingsu yang masih terbaring di tandu, ia memutuskan untuk mengunjungi Wudang Shan mengikuti Yu Lianzhou dan Yin Liting.

Jarak antara Puncak Shaoshi dan Wudang Shan tidak terlalu jauh, mereka tiba di situ dalam beberapa hari. Zhang Wuji, Yu Lianzhou dan Zhang Songxi segera menemui Zhang Sanfeng di ruang meditasinya. Mereka sekaligus juga menengok Song Yuanqiao dan Yu Daiyan.

Ketika Song Yuanqiao mendengar bahwa anaknya di bawa pulang, mukanya pucat pasi, dengan pedang di tangan ia menghambur ke luar. Zhang Wuji dan yang lain merasa serva salah, mereka merasa seharusnya mereka membujuknya, tetapi mereka juga sadar bahwa persoalan antara ayah dan anak seharusnya tidak mereka campuri. Merasa tak punya pilihan lain, mereka hanya mengikutinya ke aula utama. Zhang Sanfeng juga mengikutinya.

“Mana binatang yang tak tahu diri itu?” seru Song Yuanqiao. Pandangannya terhenti pada sosok Song Qingshu, yang masih terbaring tanpa daya di atas tandu. Kepalanya dibalut kain kasar. Pedang yang dipegang Song Yuanqiao terarah langsung ke tubuhnya, tetapi akhirnya tangan Song Yuanqiao melemah, pedang itu berhenti di tengah jalan. Saat itu ia teringat akan kasih antara ayah dan anak, loyalitas antar para murid Wudang, dan segala perasaan lain. Ia kemudian memutar pedangnya, dan menancapkannya ke perut sendiri.

Zhang Wuji secepat kilat merebut pedang itu, sambil berkata, “Da Shibo, jangan lakukan ini. Biiarkan Tai Shifu yang memutuskan.”

Zhang Sanfeng menghela nafas dan berkata, “Perguruan Wudang kita menghasilkan murid yang tidak berbakti seperti ini, Yuanqiao, ini bukan hanya masalahmu sendiri. Kita lebih baik tidak punya anak tidak berbakti ini!” Tangan kanannya terayun dan ‘Buk!’ mendarat di dada Song Qingshu. Organ dalam Song Qingshu hancur berantakan, dan seketika itu ia berhenti bernafas.

Song Yuanqiao berlutut dan terisak, “Shifu, muridmu telah lalai mengajar para murid Wudang, yang akhirnya menyebabkan kematian Qi Di di tangan binatang ini. Di Zi tidak punya muka lagi untuk bertemu dengan Shifu dan Qi Di.”

Zhang Sanfeng meraih tangannya dan membantunya berdiri. “Kau memang punya andil dalam peristiwa ini. Lianzhou akan mengambil alih posisi ketua mulai hari ini. Kau boleh menggunakan waktumu untuk belajar dan mengembangkan jurus Taiji. Tugas sehari-hari sebagai ketua tidak perlu lagi kau lakukan.”

Song Yuanqiao membungkuk untuk berterima kasih dan menerima perintah itu. Yu Lianzhou masih berusaha untuk menolak, tetapi keputusan Zhang Sanfeng tidak bisa diubah lagi, karena itu ia harus menerimanya.

Semua orang yang menyaksikan bagaimana Zhang Sanfeng mengeksekusi Song Qingshu, menyingkirkan Song Yuanqiao dari posisi ketua dan menggantinya dengan Yu Lianzhou dengan sangat tegas tanpa keraguan, tak seorang pun dari mereka yang tidak terkejut dan gentar.

Zhang Sanfeng menanyakan bagaimana jalan cerita di Pertemuan Para Pendekar dan juga pertempuran antara pasukan pemberontak melawan Dinasti Yuan. Sikapnya sangat hangat kepada Zhang Wuji. Zhao Min berlutut dan bersujud di hadapan Zhang Sanfeng, minta ampun untuk segala kesalahan dan kekejaman yang dilakukannya di masa lalu. Zhang Sanfeng tertawa dan berkata bahwa ia tak pernah menyimpannya di dalam hati. Memang benar cacatnya Yu Daiyan, ayah dan ibu Zhang Wuji kehilang nyawa, semuanya terkait dengan anak buah Zhao Min, Ah Da, Ah Er dan Ah San, tetapi semuanya itu terjadi sebelum Zhao Min sendiri dilahirkan, bagaimana mungkin menimpakan kesalahan kepadanya.

Ketika mendengar bahwa Zhao Min meninggalkan keluarganya untuk mengikuti Zhang Wuji, Zhang Sanfeng berkata, “Hm, luar biasa, wanita sepertimu sungguh jarang ada!”

Zhang Sanfeng telah mendengar cerita tentang perkawinan Zhang Wuji yang batal diresmikan, dan ia ternyata sama sekali tidak menanyakan urusan ini kepada Zhang Wuji sendiri, dan tidak juga kepada Zhao Min. Tetapi ia menatap gadis itu lekat-lekat, lalu mengatakan bahwa ada satu hal yang harus dikatakannya kepada Zhao Min secara pribadi. Ia menyuruh semua orang lain keluar ruangan. Tetapi sementara mereka masih bertanya-tanya di dalam hati mengenai apa yang sedang terjadi, ternyata pintu telah kembali terbuka, dan mereka semua dipersilakan masuk kembali. Tak seorang pun tahu apa yang dikatakan Zhang Sanfeng kepada Zhao Min pada saat itu, dan mereka juga tidak berani menanyakannya.

Setelah menginap di Wudang beberapa hari, Zhang Wuji meneruskan perjalanannya kembali ke Haozhou ditemani Zhao Min. Di sepanjang jalan mereka terus mendengar laporan mengenai kemenangan para pemberontak, mereka berhasil menduduki banyak wilayah. Zhang Shicheng di Gusu dan Fang Guozhen di Taizhou. Meskipun mereka tidak berkaitan dengan Ming Jiao, tetapi tujuan mereka adalah sama. Zhang Wuji sangat gembira mendengar semua kabar ini. Ia meneruskan perjalanan ke timur, merasa bahwa hari kemenangan telah sangat dekat.

Harapan terbesar Zhang Wuji adalah setelah berhasil menggulingkan Dinasti Yuan, maka peperangan akan terhenti dan penderitaan rakyat akan berakhir. Mereka akan mengelola tanah mereka sendiri, semua orang akan menjadi saudara, dari mana pun mereka berasal. Pendeknya, sebentar lagi kedamaian akan terwujud bagi rakyat. Pengorbanan mereka selama ini ternyata tidak sia-sia.

Zhang Wuji tidak ingin menimbulkan kekacauan, karena itu di sepanjang jalan ia menghindari pertemuan dengan para petinggi Ming Jiao, baik pejabat maupun para jendralnya. Ia hanya mengamati secara diam-diam, dan merasa puas setelah tahu bahwa pasukan mereka mematuhi disiplin ketat yang diajarkan. Mereka sama sekali tidak berani mengganggu rakyat jelata di wilayah-wilayah yang mereka duduki. Di banyak tempat mereka mendengar rakyat memuji kepemimpinan panglima Zhu Yuanzhang dan jendral Xu Da.

Suatu hari mereka tiba di lingkar luar Haozhou. Zhu Yuanzhang mendengar tentang kedatangan mereka dan mengutus Tang He dan Deng Yu, untuk mengantar mereka ke rumah yang dipakai untuk menerima tamu. Tang He melaporkan, “Panglima Zhu bersama dengan Jendral Xu Da dan Jendral Chang sedang mengadakan pertemuan penting yang berkaitan dengan intelijen. Mereka tidak bisa hadir saat ini, tapi mereka sangat senang mendengar kedatangan Jiaozhu. Mereka juga mohon maaf atas ketidakhadiran mereka.”

Zhang Wuji tertawa dan berkata, “Kita semua adalah saudara, mengapa meributkan soal penyambutan segala? Urusan militer jauh lebih penting.”

Malam itu sebuah perjamuan besar diadakan di rumah itu. Tang He dan Deng Yu bertindak sebagai tuan rumah. Setelah tiga cawan arak, Zhu T=Yuanzhang ditemani oleh beberapa orang jendral seniornya datang, dan cepat-cepat membungkuk sampai ke tanah di hadapan meja perjamuan. Zhang Wuji buru-buru membantunya berdiri. Zhu Yuanzhang secara pribadi menuangkan arak dan dengan sikap hormat me,persembahkannya kepada Zhang Wuji. Zhang Wuji segera menerima cawan dan menghabiskan isinya dalam sekali teguk. Zhu Yuanzhang juga mempersembahkan arak untuk menghormati Zhao Min, dan Zhao Min meminumnya.

Selama perjamuan, mereka bicara tentang situasi militer di berbagai tempat. Ketika bicara mengenai pendudukan kota-kota dan wilayah, tampaknya Zhu Yuanzhang agak bangga akan kemampuannya sendiri. Zhang Wuji memberikan pujian.

Sementara mereka masih bicara, seorang jendral senior, Liao Yongzhong, masuk ke ruangan dengan langkah lebar. Setelah memberi hormat kepada Zhang Wuji, ia berbisik ke telinga Zhu Yuanzhang, “Dia tertangkap!”

“Bagus sekali!” jawab Zhu Yuanzhang.

Tiba-tiba, dari luar terdengar seseorang berseru, “Tidak adil! Tidak adil!”

Zhang Wuji segera mengenali suara itu sebagai suara Han Lin’er. “Apakah itu Han Xiongdi?” tanyanya terkejut. “Ada apa?”

Zhu Yuanzhang berkata, “Lapor, Jiaozhu! Pengkhianat Han Lin’er ini bersekongkol dengan Tartar, dia ingin menggulingkan sekte kita dengan menampung para penyusup dari luar.”

Zhang Wuji sangat terkejut. “Han Xiongdi orang yang sangat setia dan lurus, mana mungkin hal semacam ini terjadi? Cepat bawa dia masuk, aku ingin menanyainya sendiri…” Kalimatnya tidak selesai, tiba-tiba ia merasa pandangannya kabur, kepalanya pusing, sekitarnya berubah gelap, ia jatuh pingsan.

Ketika akhirnya tersadar, ia merasa tangan dan kakinya diikat dengan tali kasar yang sangat tebal. Memandang ke sekitarnya, yang bisa dilihatnya hanya kegelapan. Ia sangat terkejut. Untungnya ia merasa ada sesosok tubuh lembut terbaring di dadanya. Ternyata itu Zhao Min, dan mereka ternyata diikat menjadi satu. Saat itu Zhao Min masih belum sadar dari pingsan.

Setelah menenangkan diri, Zhang Wuji akhirnya menyadari bahwa Zhu Yuanzhang sudah merencanakan semua ini sejak awal. Ia melihat bahwa Ming Jiao pasti akan sukses dalam memimpin gerakan para pemberontak, lalu secara logis dan memang berhak, Zhang Wuji akan menjadi kaisar yang baru. Karena itulah ia menaruh obat bius yang luar biasa keras ke dalam minuman Zhang Wuji, dengan maksud untuk membunuhnya secara diam-diam nanti.

Zhang Wuji segera mengatur peredaran chi di tubuhnya, dan menemukan bahwa tidak ada yang salah dengan bagian dada dan perutnya. Tenaganya masih seperti semula. Ia tertawa dalam hati dan berpikir, “Jadi kalian pikir dengan tali tebal semacam ini bisa mengikatku? Rasanya tidak semudah itu. Saat ini Min Mei belum sadar, tak usah buru-buru pergi. Segera seteah fajar, aku akan mengungkapkan semua ini di depan semua orang di Ming Jiao.”

Ia mengambil kesempatan itu untuk beristirahat dan memulihkan kekuatannya.

Sekitar dua jam kemudian, ia tiba-tiba mendengar suara beberapa orang memasuki ruangan sebelah. Mendengar suara mereka, ia menyimpulkan bahwa mereka adalah Zhu Yuanzhang, Chang Yuchun dan Xu Da.

Ia mendengar Zhu Yuanzhang berkata, “Orang ini mengkhianati sekte kita, menyerah kepada Dinasti Yuan. Bukti-buktinya sangat nyata, tidak usah diragukan lagi. Memikirkannya saja sudah membuatku sakit hati. Saudara-saudara, bagaimana pendapat kalian?” Tanpa menunggu jawaban Xu Da dan Chang Yuchun, ia melanjutkan, “Mata dan telinga orang ini sangat banyak, di mana-mana. Sebaiknya kita jangan menyebut namanya.”

Xu Da menjawab, “Zhu Dage, untuk sukses dalam urusan besar kita tidak boleh terhalang oleh masalah kecil. Kita harus memangkas rumput sampai ke akar-akarnya. Jangan menimbulkan masalah di kemudian hari.”

“Tapi bajingan cilik ini adalah atasan kita,” kata Zhu Yuanzhang. “Kita tidak boleh melupakan kebaikan orang dan melanggar keadilan. Ini prinsip gerakan kita.”

Chang Yuchun berkata, “Kalau Dage kuatir bahwa membunuhnya akan membuat pasukan kita berontak, tidak ada salahnya kalau kita melakukannya secara diam-diam, jadi tidak akan merusak nama baik Dage.”

Zhu Yuanzhang diam sejenak, lalu berkata, “Karena Saudara Xu dan Saudara Chang sudah bilang begitu, maka kita akan melakukannya. Hanya saja, bajingan cilik ini sudah membawa banyak kebaikan untuk sekte kita, dan juga hubungan kalian berdua dengan dia selama ini selalu baik. Cerita ini tidak boleh bocor keluar. Aih, memikirkan bahwa kita akan membunuhnya hari ini sungguh membuatku sakit hati.”

Xu Da dan Chang Yuchun berkata, “Kita tidak boleh menempatkan hubungan pribadi di atas tujuan besar untuk memulihkan negara.” Setelah selesai bicara mereka bertiga keluar ruangan.

Zhang Wuji menghirup udara segar dalam-dalam. Dengan segera ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk memutuskan tali yang mengikat tubuh mereka berdua. Sambil memondong Zhao Min di tangannya, ia memanjat tembok dan keluar.

Bersandar di tembok sebelah luar, ia tidak dapat menahan luapan emosi yang memenuhi dadanya. “Si Bangsat Zhu Yuanzhang itu melupakan budi dan persahabatan, dan melanggar keadilan. Aku bisa saja mengabaikannya. Tapi Xu Dage dan Chang Dage punya hubungan yang sangat istimewa denganku, tapi demi harta dan kehormatan ternyata mereka bisa mengkhianati aku. Mereka bertiga bertanggungjawab atas pasukan besar. Kalau aku membunuh mereka, maka aku akan merusak keutuhan pasukan, sampai akhirnya perjuangan besar kita gagal. Aku, Zhang Wuji, tidak pernah memikirkan soal nama dan tahta. Xu Da dan Chang Yuchun sungguh terlalu meremehkan aku.”

Setelah berpikir dalam-dalam, ia dengan tenang dan tanpa suara membawa Zhao Min pergi dari situ.

Setelah tiba di luar kota dengan aman, ia menulis sebuah surat yang isinya menunjuk Yang Xiao sebagai ketua Ming Jiao yang baru, tetapi ia sama sekali tidak menyebutkan mengenai apa yang terjadi di Haozhou.

Sama sekali tidak pernah terlintas di benak Zhang Wuji, bahwa sebenarnya ketika Xu Da dan Chang Yuchun menyebutkan tentang ‘bajingan cilik’, yang mereka maksud adalah Han Lin’er. Mereka bahkan tidak tahu bahwa Zhang Wuji ada di Haozhou. Semuanya itu telah direncanakan dengan sangat rapi oleh Zhu Yuanzhang. Ia ingin membuat Zhang Wuji patah hati, dan akhirnya secara sukarela mengundurkan diri. Pertama-tama, Zhu Yuanzhang sangat menyegani keberanian dan ilmu silat Zhang Wuji. Kedua, Zhang Wuji adalah ketua Ming Jiao yang pada saat itu sangat disegani semua kalangan baik di dunia persilatan maupun di dalam pasukan. Bahkan pasukan pemberontak lain pun sangat menghormati kepemimpinannya. Kalaupun Zhu Yuanzhang mampu membunuh Zhang Wuji, kalau berita itu sampai bocor, konsekuensinya adalah tak terbayangkan.

Zhu Yuanzhang sangat memahami bahwa Zhang Wuji menempatkan urusan negara di atas segala hal, terlebih lagi, ia sangat menyayangi Xu Da dan Chang Yuchun seperti sudara kandung. Segera setelah mendengar diskusi mereka, Zhang Wuji akan pergi secara diam-diam dengan patah hati.

Seperti yang diharapkan oleh Zhu Yuanzhang, meskipun kungfu Zhang Wuji sangat tinggi, tetapi dalam hal pengetahuan dan taktik ia sangat jauh dibanding Zhu Yuanzhang. Akhirnya, ia masuk ke dalam perangkap yang dirancang dengan sempurna oleh orang paling ambisius dan kejam di masa itu.

Meskipun Zhang Wuji tidak pernah berminat menjadi seorang kaisar, ia akan tetap merasa sedih di sepanjang hidupnya jika teringat akan Xu Da dan Chang Yuchun, yang dalam ingatannya adalah orang-orang baik yang sangat setia, tetapi pada akhirnya ternyata berkhianat.

Mengenai tuduhan kepada Han Lin’er yang dikatakan bersekongkol dengan Tartar dan mengkhianati negara, itu sebenarnya hanya rancangan Zhu Yuanzhang, beserta semua bukti-bukti palsu yang sudah disiapkan dengan rapi. Setelah kematian Han Shantong, pasukan menunjuk Han Lin’er sebagai komandan mereka. Sebagai konsekuensinya, Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Chang Yuchun juga berada di bawah komandonya.

Zhu Yuanzhang memalsukan sebuah surat dari Han Lin’er kepada pihak musuh, seolah-olah Han Lin’er sendiri yang menulisnya. Itu semua membutuhkan sejumlah besar uang. Ia juga menyogok orang-orang kepercayaan Han Lin’er untuk ‘membocorkan’ rahasia itu kepada Xu Da dan Chang Yuchun. Sebagai akibatnya, Xu Da dan Chang Yuchun mempercayai ‘bukti’ itu bulat-bulat. Berikutnya, mereka berdualah yang bersikeras untuk menyingkirkan Han Lin’er. Zhu Yuanzhang justru berpura-pura ingin memegang teguh keadilan dan kebenaran, dengan jalan menolak eksekusi itu. Baru setelah Xu Da dan Chang Yuchun memaksanya berkali-kali, ia lalu ‘terpaksa’ setuju.

Ia sengaja mengurung Zhang Wuji dan Zhao Min di ruang sebelah, padahal tahu jelas bahwa dengan kungfu Zhang Wuji yang sangat tinggi, memutuskan tali tebal adalah seperti mainan anak-anak. Ia kuatir bahwa setelah Zhang Wuji bebas, maka hal pertama yang dilakukannya adalah mencarinya — Zhu Yuanzhang — untuk membalas dendam. Karena itu segera setelah ia selesai bicara dengan Xu Da dan Chang Yuchun, ia langsung bersembunyi di tempat aman.

Segera setelah Zahng Wuji meninggalkan tempat itu, ia memerintahkan kepada Liao Yongzhong untuk menenggelamkan Han Lin’er ke dalam sungai. Dengan cara ini, ia menyelesaikan dua masalah dalam sekali gebrak. Rencananya sangat sempurna.

Nantinya, ketika Zhang Wuji sungguh-sungguh meninggalkan Ming Jiao dan Yang Xiao menggantikannya sebagai ketua, sayap Zhu Yuanzhang sudah tumbuh melampaui apa yang bisa diantisipasi oleh Yang Xiao, jumlah pasukannya sudah mencapai jutaan. Dan saat itu Yang Xiao sendiri sudah semakin tua, dan kehilangan ambisinya semula di bidang politik, dan tidak akan berebu tahta dengan dia.

Setelah Zhu Yuanzhang merebut tahta, ia mngeluarkan perintah untuk membatasi gerakan Ming Jiao, dan dengan kejam membantai rekan-rekan yang tadinya membantu perjuangannya. Chang Yuchun meninggal secara alamiah karena sakit, sementara Xu Da tidak bisa meloloskan diri dari pembantaian ini.

Malam itu ketika Zhang Wuji selesai menulis surat pengunduran dirinya kepada Yang Xiao, Zhao Min melihat bahwa ia tidak segera meletakkan kuas di tangannya. Raut mukanya tampak tidak senang. Zhao Min sengaja membuyarkan lamunannya dengan berkata, “Wuji Gege, kau pernah berjanji untuk melakukan tiga hal untukku. Yang pertama adalah untuk melihat Golok Pembunuh Naga, yang kedua adalah supaya kau tidak menikahi Zhou Jiejie di Haozhou, jadi yang pertama dan kedua sudah kau laksanakan. Aku masih punya permintaan ketiga, kau tidak boleh ingkar janji di saat seperti ini.”

Zhang Wuji terkejut. “Kau…” ia agak tergagap. “Kau sekarang punya tipu muslihat apa lagi?”

Zhao Min tersenyum manis dan berkata, “Alisku terlalu tipis. Aku ingin supaya kau menebalkannya dengan kuasmu itu. Urusan ini tidak melanggar aturan dunia persilatan, kan?”

Zhang Wuji mengangkat kuasnya sambil tertawa dan berkata, “Mulai hari ini, aku dengan senang hati akan menggambar alismu setiap hari.”

Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara cekikikan dan seseorang berkata, “Wuji Gege, kau juga berjanji untuk melakukan sesuatu untukku.” Itu jelas sekali adalah suara Zhou Zhiruo.

Perhatian Zhang Wuji terpaku pada surat yang ditulisnya, ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Zhou Zhiruo di luar jendela penginapan itu sejak tadi. Pelan-pelan jendela itu terbuka, dan wajah cantik Zhou Zhiruo muncul di situ. Di bawah cahaya lilin yang redup, kelihatannya ia seperti tersenyum, tetapi ia sebenarnya tidak sedang tersenyum.

Lagi-lagi Zhang Wuji terkejut. “Kau… apa yang kau inginkan?” tanyanya.

Zhou Zhiruo kali ini benar-benar tersenyum. “Aku masih belum memikirkannya saat ini, tapi pada saat kau dan Zhao Meizi ini mau membungkuk ke Langit dan Bumi untuk menikah, kurasa aku pasti akan tahu apa yang kuinginkan.”

Zhang Wuji menoleh ke arah Zhao Min, dan kemudian beralih lagi kepada Zhou Zhiruo. Seketika itu segudang pikiran bermunculan di benaknya. Ia tidak yakin seharusnya ia berbahagia ataukah berduka. Tangannya gemetar, dan kuas itu pun jatuh ke atas meja.

Footnotes

  1. Bing Kun Niu Tou Shan (兵困牛头山), secara literal berarti ‘Pasukan terperangkap di Gunung Kepala Kerbau’.

  2. Ti Yun Zong (梯云纵) secara literal bisa diartikan ‘Tangga Vertikal Ke Awan’.

  3. Istilah kuno, Xiong Nu (匈奴) bisa disamakan dengan ‘Tartar’, alias ‘Suku Nomad’ dalam pemahaman suku Han. Secara umum istilah ini dipakai sebagai julukan bagi semua suku Utara di luar Tembok Besar.

  4. Man Zi (蛮子) secara literal berarti ‘Suku Liar’ atau ‘Orang Barbar’. Istilah ini dipakai di kalangan orang Mongolia untuk menjuluki suku-suku Selatan.

  5. Qian Fu Zhang (千夫长), Kapten/Pemimpin Unit Seribu Orang.

  6. Bai Fu Zhang (百夫长), Kapten/Pemimpin Unit Seratus Orang.

  7. Wan Fu Zhang (万夫长), secara literal berarti Kapten/Pemimpin Sepuluh Ribu Orang.

  8. Hongwu (洪武) atau seringkali juga ditulis Hongwu Di (洪武帝) adalah gelar kekaisaran bagi Zhu Yuanzhang, yang akhirnya merebut tahta dan mendirikan Dinasti Ming. Karakter Di (帝) tersebut tentunya diambil dari istilah Huangdi (皇帝), yang dipakai oleh Qin Shi Huang bagi dirinya sendiri sebagai ‘Raja Di Atas Segala Raja’.

  9. Kaisar Chongzhen (崇祯帝) adalah kaisar terakhir Dinasti Ming, yang akhirnya tumbang di tangan Li Zicheng (李自成), seorang pemberontak dari kalangan rakyat. Ironisnya peristiwa ini adalah kurang lebih sama seperti ketika Zhu Yuanzhang sebagai pendiri Dinasti Ming dari kalangan rakyat menumbangkan kekuasaan Toghon Temur dari Dinasti Yuan. Cerita mengenai Chongzhen, Li Zicheng dan juga Wu Sangui ada di dalam novel karya Jinyong yang lain, yang populer dengan judul Bi Xuejian (碧血剑) atau dalam bahasa Inggris ‘The Sword Stained With Royal Blood’, dan dua karakter terakhir itu juga muncul dalam novel lain, yaitu The Deer And The Cauldron.

  10. Konon dalam cerita silat digambarkan bahwa seorang gadis sejak usia dini diberikan tanda seperti tahi lalat, tetapi berwarna merah menyala di tangannya. Setelah ia menikah, tanda itu akan hilang. Dan tanda itu juga akan hilang jika seorang gadis kehilangan keperawanannya, meskipun belum menikah.

  11. Chu Jia Xiu Dao adalah orang-orang yang ‘keluar dari rumah’, alias menjadi biarawan/biarawati atau penganut ajaran Tao/Daoisme.

  12. Nu Xia Yin Li Zhi Ling Wei, artinya kurang lebih adalah ‘Papan Peringatan Bagi Pendekar Wanita Yin Li’.

  13. En Shi (恩师) berarti ‘Guru Yang Budiman’ atau ‘Guru Yang Baik’, panggilan penuh hormat kepada seorang guru.

  14. Chou Ba Guai (丑八怪), istilah ini bisa dengan sederhana diartikan ‘Orang Jelek’ atau ‘Buruk Rupa’.

  15. Lao Tian Ye (老天爷), barangkali secara literal bisa kita terjemahkan menjadi ‘Juragan Langit’, ini istilah dalam bahasa mandarin untuk menyebut Tuhan.